Data sejarah ini dikumpulkan sebagai tuntutan logis terhadap perkembangan persyarikatan dalam berbagai aspeknya yang harus diidentifikasikan secara jelas dan obyektif sehingga akan menjadi bukti pendukung terhadap kepemilikan aset ataupun pengalaman sejarah yang berguna bagi generasi penerus persyarikatan, Dengan penyusunan sejarah dan profil Muhammadiyah Kota Surabaya diharapkan dapat memberikan sumbangsih yang berarti bagi pengembangan persyarikatan ke depan. Karena dengan sejarah dan profil yang disusun akan menjadi daya tarik internal dan eksternal untuk memberikan dukungan dan parstisipasi yang lebih optimal dan bermakna dalam mengembangkan Muhammadiyah ke depan.
Data-data yang berhasil dikumpulkan oleh tim yang dibentuk Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Surabaya diperoleh dari tiga sumber yaitu pertama: Tulisan yang berupa makalah, laporan-laporan dan surat-surat serta dokumen berharga yang masih tersimpan pada fail Pimpinan Daerah. Kedua: Visual yang berupa foto-foto, barang-barang berharga yang merupakan peninggalan pengurus lama, tempat dan bangunan yang bernilai sejarah seperti masjid, mushollah, sekolah dan lainya, Ketiga:Oral Historis, berupa keterangan dari tokoh kunci yang terlibat langsung karena menjadi warga Muhammadiyah atau tidak langsung karena menaruh simpati pada gerakan Muhammadiyah.
Berkaitan dengan pengumpulan data sejarah ini digunakan trianggulasi sumber ganda, di samping menggunakan sumber visual berupa dokumen surat-surat berharga dan bukti peninggalan yang ada, peneliti menggunakan sumber oral histories yang menjadi keyman dalam mengungkapkan data sejarah. Keseluruhan data yang berhasil ditemukan secara jujur harus diakui, masih jauh dari harapan dan kebutuhan ideal untuk mengungkapkan gambaran yang sebenarnya telah terjadi, hal ini harus disadari sebagai kekurangan yang harus terus dicari untuk menyempurna- kan kekurangan data yang dibutuhkan.
Di antara sumber oral histories yang telah dikunjungi tim pengumpul data adalah: 1) Bapak Nurhasan Zein,KH.Abdulah Wasian, DR. H. Zainuddin Maliki, M.Si, Prof. DR. H. Aminuddin Kasdi, H. Muhammad Yazid dan Keluarga K.H. Mas Mansyur.Muslimin BBA,
GAMBARAN UMUM
MUHAMMADIYAH DI SURABAYA
Hampir semua orang tahu bahwa Surabaya yang terletak di tepi laut jawa itu dikenal sebagai kota bandar atau kota pahlawan. Yang tidak banyak diketahui orang agaknya adalah, betapa watak kota ini telah mempengaruhi pula sikap hidup dan cara berfikir warganya. Ajaran-ajaran agama Islam yang dianut sebagian besar warga kota , ternyata telah "berbelok" dan sekaligus hanyut dalam arus Tahayul Bid’ah dan khurafa. Akibatnya tak heran jika ada sebagian orang kemudian dengan serta merta melempar tuduhan: begitulah Islam. Sembari mencibir mereka mengatakan: Islam adalah racun jiwa masyarakat, belenggu kemajuan dan kemerdekaan berfikir!
Tuduhan itu dilempar bukan sepenuhnya tanpa alasan. Sebab di kalangan pemeluk Islam waktu itu memang telah "turun" beberapa ajaran baru. Berpantalon dan berdasi haram hukumnya karena menyamai pakaian orang kafir. Mengajar Al Qur'an dengan menterjemahkannya apalagi menuliskan ayat-ayatnya di papan tulis adalah haram pula. Belajar bahasa asing selain bahasa Arab haram! Dan banyak lagi yang lain. Pendek kata Laknati dunia ! Dunia adalah sorga bagi orang kafir, tempat bagi orang Islam di akherat. Sampai-sampai alat-alat musik yang dinilai datang dari "luar", turut pula diharamkan. Tapi alat musik yang bernama rebana boleh. Mengapa? Rebana alat musik yang datang dari Arab, negeri asal datangnya agama Islam. Masyarakat begitu sederhana dalam memahami Islam serta terkungkung oleh simbol-simbol budaya arab.
Surabaya sebagai kota yang berpenduduk heterogen pada saat penjajahan Belanda itu sangat jelas kompleksitasnya dari yang mewakili Pedagang, Politisi, Birokrat , Buruh, Priyayi, Ulama, dan masyarakat abangan bisa berinteraksi dengan dinamikanya masing-masing sebagai masyarakat pelangi yang mewarnai Surabaya. Tradisi, budaya dan mitos seperti sudah bersenyawa sehingga model-model ruwatan sebagai bentuk menghilangkan balak, tayuban dikampung-kampung dengan sajian tarian wanita-wanita dan minuman arak yang bisa dilanjut dengan transaksi seks, Mengkramatkan tempat-tempat dan benda-benda tertentu seperti pohon, kuburan, keris, akik dan lain sebagainya begitu semarak dipojok-pojok kampung Surabaya.
Syukur pada saat-saat demikian, seorang pemuda dikabarkan akan "pulang kampung" dari perantauannya di Mesir. Pemuda itu adalah KH Mas Mansur. Tekad sudah bulat untuk membenahi keadaan ummat Islam yang tengah dikungkung oleh mendung Tahayul, Bid’ah dan khurafat yang demimikian parah dan meningggalkan rasionalitas dari akal sehatnya. Langkah pertama yang diambil Mas Mansur adalah turut mengajar di Madrasah "NADLATUL WATHAN" yang terletak di daerah Kawatan bersama KH Mas Alwi. Langkah ini segera disusul dengan aktifnya Mas Mansur bersama KHA Wahab Hasbullah, KH Amien dan ulama-ulama Surabaya lainnya. Langkah ini ternyata tidak mulus. Terjadi perbedaan pendapat pada masalah furu'iyah dalam merumuskan faham hidup dan berjihad dan masalah ubudiyah serta tentang methode mengajar yang dipakai Mas Mansur. Madrasah "Nahdlatul Wathan" terpaksa ditinggalkannya dan mendirikan madrasah sendiri di mesjid Taqwa. Di madrasah "Hisbul Wathan" inilah langkah Mas Mansur diteruskan bersama KH Mas Alwi. Yang diterima menjadi santri adalah mereka yang mau dan bersedia dibai'at, bahwa mereka akan sungguh-sungguh belajar dan kelak setelah tamat rela menjadi Muballigh. Semula cuma berangkat dengan 40 orang santri dan Alham-dulillah hingga kini madrasah itu masih hidup yang kemudian dipimpin sendiri oleh putera almarhum, H. Aunurrafiq Mansur. Madrasah ini kini berganti nama dengan madrasah Mufidah.
KH Mas Mansur dan KH Mas Alwi ternyata tidak sendirian. Di tempat lain konon ada juga sebuah pondol pimpinan H. Ali meski tanpa hubungan sebelumnya mempunyai "garis" yang sama dengan mereka. Tahun 1920 datang lagi kawan seperjalanan, yaitu seorang musyafir dari Padang bernama Fakih Hasyim. Orang yang disebut terakhir ini kemudian atas permintaan H. Ali turut mengajar dipondok itu. Fakih Hasyim ternyata membawa udara baru di kalangan pemeluk agama Islam. Adat pusaka usang peninggalan nenek moyang sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan.
Langkah baru diambil lagi, yaitu dengan didirikannya oleh H. Ali dkk. suatu perkumpulan bernama "IHYA US SUNNAH". Menghidup-hidupkan sunnah ajaran Rasulullah. Ini segera disusul atas inisiatif Pimpinan Sl (Tjokro dkk.) dan mas Mansur dengan berdirinya organisasi Tabligh "TA'MIRUL GHOFILIN". Harap maklum: Fakih Hasyim adalah ahli sejarah dunia dan tarikh kebangkitan Islam, pernah golongan Arab yang tergabung dalam Al Irsyad menyambutnya dengan hangat. Itu terjadi keti-ka Fakih Hasyim mengupas sejarah perkem-bangan Islam dan silsilah Rasululloh.
Tapi semua itu tidak berarti bahwa "faham baru" begitu disebut orang yang dibawa Fakih Hasyim bisa hadir tanpa tantangan. Reaksi masyarakat ternyata cukup keras. Di antaranya dengan "pemboikotan": siapa yang berani dan tetap mengikuti "faham baru", diharamkan. Bertegur sapa dicibiri. Dan bila bertamu, maka bekas injakan kaki di lantai akan disucikan, najis! Wah!
PERDEBATAN DENGAN K.H. AHMAD DAHLAN
Resiko pahit seperti itu bukan tidak disadari oleh KM Mas Mansur, KH Ali dan kawan-kawannya. Walhasil langit makin mendung. Reaksi masyarakat makin keras dan meluas. Dalam keadaan demikian itulah terbit niat mereka untuk bertandang ke
Gayung bersambut, kata berjawab. Semangat da'wah yang hampir patah di Surabaya , bangkit kembali di sini. Bahkan dari KHA Dahlan telah diterima kesanggupan untuk datang ke Surabaya . Dan janji itu dipenuhi. Acara yang dipilih IHYA US SUNNAH untuk menyambut kedatangan KHA Dahlan adalah mengundang para alim ulama untuk sekedar bersilaturrahmi dan bermusyawarah saja. Tapi setelah ulama Yogya ini selesai berceramah, tak urung arena musyawarah itu jadi ajang perdebatan juga. KHA Mas Mansur yang terbilang Ulama Muda angkat bicara tentang cara memperbaiki dan mempertinggi mutu pendidikan dan pengajaran. Setelah menunjuk kerusakan masyarakat dan kemerosotan derajat bangsanya, Mas Mansur bertanya: "Bagaimana cara mengatasi keadaan masyarakat yang demikian itu? " Jawaban spontan diberikan KHA Dahlan "Obatnya tidak lain adalah ini !", seraya menunjuk Kitab Suci Al Qur'an. " Kaji isinya betul-betul ! Pergunakan segala ilmu untuk mengetahui mu'jizat kegaiban yang terkandung di dalamnya. Amalkan! Amalkan! Tiada cukup dengan hanya pandai membaca yang harus mengenal segala aturan tajwid dan mukhrajnya serta melagukan dengan suara yang merdu. Pergunakan otak dan mata hati untuk mengalami isi Qur'an, niscaya kita tahu akan rahasia alam yang memang diciptakan buat manusia yang dititahkan Rabbul 'Alamin sebagai Kholifahnya di dunia.
Dengan demikian nyata keliru pandangan orang, bahwa Islam itu Agama naluri yang hanya berguna bagi orang mati - kenduri dan upacara-upacara lainnya. Bahkan kebanyakan upacara adat yang demikian itu, adalah warisan dari Agama Budha dahulu kala sebelum Islam berkembang di Indonesia .
Konon pada saat kedatangan KHA Dahlan yang kedua kalinya di Surabaya, maka diresmikanlah berdirinya "MUHAMMADIYAH CABANG SURABAYA", yaitu tanggal 1 Nopember 1921 M Pimpinan yang dilantik waktu itu antara lain:
KH Mas Mansur sebagai Ketua, dibantu KH Ali sebagai pelopor pendirinya. Juga para Mubaligh: H. Ashari Rawy, H. Ali Ismail dan disusul K. Utsman. Dari sini Muhammadiyah Cabang Surabaya segera mewujudkan amal usahanya. Pada tahun 1922 diresmikanlah berdirinya HIZBUL WATHAN. Pengurus Cabangnya antara lainM. Idris, H. Asy'ari, HM Machien, H. Ismail, Sono, Soekardi, Soeprapto, HM. Kaspan dan M. Wisatmo (menantu K. Utsman) yang kemudian menjadi Menteri Daerah HW Karesidenan Surabaya. Baik juga dicatat: HIZBUL WATHAN pada waktu itu masih berstatus sebagai Urusan Pemuda dalam Muhammadiyah. Usaha-usaha '' yang dijalankan adalah bidang Perpustakaan yang dikenal dengan "Taman Pustaka Pemuda Muhammadiyah " Cabang Surabaya. Juga usaha-usaha perkoperasian. Dan satu lagi: Orang pasti ingat PS HW. Itu Persatuan Sepakbola yang kondang dalam prestasi dan harum lantaran sportifitasnya di lapangan. Akan halnya Pemuda Muhammadiyah Cabang Surabaya sendiri, terbentuk tahun 1937. Pengurusnya adalah: HM Anwar Zain (Almarhum) yang juga pernah menjadi ketua PWM Jatim, Nurhasan Zain (yang kini masih hidup dan dulu menjadi Ketua I PDM Kodya Surabaya), Malikin, Said Umar, Masdar Wahab, Su'aib Said, Mas Slamet, Amir Umar, H. Umar Siraj, Muh. Mardjuki dan Ating Sabdjan.
Enam tahun setelah berdirinya Muhamadiyah di Surabaya tepatnya pada tahun 1927 terjadilah krisis ekonomi sehingga Belanda melakukan tekanan dan kekerasan kepada rakyat dengan menaikkan berbagai pajak, PHK besar-besaran terutama pegawai Staats Spoorwegen ( DKA ), dinamika ekonomi masyarakat benar-benar lumpuh.Kondisi ini juga berdampak pada gerakan da’wah Muhammadiyah dimana uang kas kosong, gaji dokter, perawat dan guru tidak dapat dibayar, karena memang untuk memenuhi kebutuhan pribadi saja sangat berat, sehingga K.H. Mas Mansyur tidak tinggal diam dalam menghadapi kondisi ini dan pada suatu malam yang hening dimana semua orang sudah tidur dikumpulkanlah aktifis – aktifis Muhamadiyah di rumahnya untuk mencari solusi menyelamatkan Muhammadiyah dan bangsa ini dari krisis ekonomi. Karena pembahasan rapat yang cukup berat sehingga sampai larut malam belum ada keputusan, maka banyak peserta rapat yang meninggalkan tempat dan tinggal 20 orang saja yang masih bertahan dan selanjutnya dibai’at dan masing-masing mengucapkan sumpah setianya kepada Muhammadiyah, sanggup mengorbankan harta dan jiwanya untuk mempertahankan Muhammadiyah, ke 20 orang tersebut kemudian dikenal dengan Wali Rongpuluh sebagai pahlawan yang berani bekerja keras sampai akhirnya dapat meneruskan amal usaha Muhamadiyah sampai sekarang.
GERAKAN TABLIGH DAN PENDIDIKAN
Tapi syukur bahwa upaya untuk berlomba-lomba dalam kebajikan tidak terhenti. Bakan makin maju. Ini ditandai dengan berdirinya organisasi "AISYIYAH" yang merupakan bagian dari Muhammadiyah. Pelopor dan pendirinya adalah: Nyai H. Fatimah, Wak Ning Jannah, Wakning Thoha, Mbok H. Marzuki, Siti Hadjnah, Na'mah (Ny. K. Utsman), Ny. KH Mas Mansur , Ny . Gaiyah dan H. Siti Maimunah. Langkah utama organisasi wanita Muslim ini adalah: Memperdalam dan meluaskan pengetahuan Agama, meluaskan amalan sosial, mengembangkan tata susila hidup berumah tangga dan mempertinggi mutu pendidikan bagi anak dan kesehatan ibu. Untuk usaha itu, Aisyiyah kemudian mengadakan kerjasama dengan PERJURAIS (Persatuan Juru Rawat Islam) Surabaya yang berpusat di Solo Salah seorang pelopor pembentuknya adalah H. Asnawi Hadikusuma, seorang Muballigh Muhammadiyah. Kerjasama itu dilakukan dalam bentuk saling tukar menukar pengetahuan. Aisyiyah memberi kursus bidang Agama, sedang. dari Perjurais diterima pelajaran tentang kesejahteraan Ibu dan perawatan bayi.
Bukan itu saja. Tahun 1928, Muhammadiyah bertambah lagi satu organisasi, yaitu NASYI'ATUL 'AISYIYAH. Semula organisasi puteri Muhammadiyah ini bernama "SISWO PROYO" pimpinan Ny. Kasifah. Beberapa waktu kemudian, tepatnya tahun 1949 lahir pula.HW Puteri Cabang Surabaya.
Tidak kalah penting dari itu adalah usaha Muhammadiyah di bidang Pendidikan/Pengajaran. Tabligh Muhammdiyah untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya pendidikan, ternyata berhasil. Dan ini menuntut konsekwensi dari Muhammadiyah untuk menyediakan sarana pendidikan. Muhammadiyah meme-nuhinya. Maka pada tahun 1922 berdirilah HIS Muhammadiyah (setingkat_SDJ yang gedungnya nongkrong di Peneleh Gang Tujuh, dan beberapa waktu kemudian boyong ke tempat yang lebih luas di Pandean. Tahun 1928 pindah lagi. Kali ini dari Pandean ke Plampitan dan akhirnya ke Jalan Genteng Schout (kini Genteng Muhammadiyah).
Tapi di tahun itu juga, tambah lagi satu sekolah. Yaitu untuk daerah Surabaya Utara, di jalan Mas Mansur Gg. Sukodono yang semula di Nyamplungan. Juga disusul adanya Ibtidaiyah dan Bustanul Afhfal (TK).
Untuk memenuhi kebutuhan di bidang Pendidikan/Pengajaran itulah maka Muhammadiyah Cabang Surabaya membentuk Bagian Pendidikan/Pengajaran. Jalan yang ditempuh ternyata tidak mulus. Tenaga-tenaga Guru yang ada ternyata tidak hanya harus mendidik dan memberi pelajaran, tapi juga memberikan har-tanya. Bahkan salah seorang pengurus (Pa Yaminah) konon "terpaksa" memikul kubis (kol) untuk dijajakannya sendiri di pasar Genteng dan sebagian besar hasil penjualannya untuk mencukupi biaya sekolah.
PENOLONG KESENGSARAAN OEMOEM (BAGIAN P.K.O)
Jalan perjuangan masih panjang. Tahun 1924 Muhammadiyah Cabang Surabaya mendirikan P.K.O. (Penolong Kesengsaraan Oemoem) dan kemudian berganti dengan nama P.K.U. (Penolong Kesejahteraan Umum) yang kemudian berarti Pembina Kesejahteraan Ummat. Berdirinya PKU didahului dengan Tabligh Akbar di Royal Standart Park Kranggan, 1 Juli 1924. KH Mas Mansur selaku Ketua Cabang memimpin acara itu. Hadir utusan dari Pusat, KH Fachruddin dan KH Sudja'. Sedang dari undangan antara lain Dr. Sutomo. Massa cukup melimpah waktu itu. Sekarang dengarkan kata sambutan Dr. Sutomo: " Bahwa di dalam usaha-usaha sosial, tiada ada dinding yang membatasi antara satu bangsa dengan bangsa lain, antara Agama Islam dengan Agama lain. Di dalam usaha-usaha amal kebajikan lebih-lebih yang bersifat pertolongan bagi umum, baik dari siapa saja yang mengadakannya wajib disokong. Dan Muhammadiyah yang mempunyai inisiatif mendirikan Balai Kesehatan (Musytasy-fa) dan Rumah Yatim yang diurusi oleh bagian PKU-nya itupun harus dihormati. Bangsa kita harus selalu belajar berusaha sendiri guna melengkapi kebutuhan hidupnya yang sehat dan cerdas".
Beberapa bulan sesudah itu, tepatnya hari Minggu, 14 September 1924 diresmikanlah pembukaan PKU Muhammadiyah urusan Musytasyta di jalan Sidodadi. Selain undangan dari instansi resmi, hadir juga dari PP Muhammadiyah KH Sudja' dan KH Hadikusumo, Direktur Rumah Sakit Simpang Dr. Tamm yang disambut Dr. Sutomo dan KH Mas Mansur selaku tuan rumah. Duduk sebagai pengurus: S. Wondowidjojo (ketua), Askandar (sekretaris), H. Musthafa (bendahara) dan dibantu Abd. hamid, Suroardjo, Purbono-tokusumo, Hardjosaputro, Tjiptaredjo dan Hamdan. Dr. Sutomo duduk sebagai penghubung dan pelindungnya.
Setahun kemudian Klinik Muham madiyah pindah ke Karang Tembok yang kemudian mendapat kunjungan Gubernur Jenderal Lim-berg V. Sterium dan isteri. Dari sini, tahun 1929 pindah lagi di jalan KH Mas Mansur No. 180-182, hingga kini. Pimpinannya waktu itu Dr. Moh. Suwandhie. Yang disebut belakangan ini, sampai kini masih aktif dalam Muhammadiyah sebagai Penasehat PMW Jatim. Cabang-cabangnya kemudian dibuka di Wonorejo yang dipimpin oleh mentri perawat Sukardi, di Jl. Dinoyo dipimpin oleh mentri Didin, kedua cabang ini setelah revolusi ditutup, karena gedungnya diminta pemiliknya dan alat-alat kedokterannya banyak yang hilang, dan di jalan Konstruksi (kini Kalisosok) yang dipimpin Dr. Utoro dan kemudian diganti Dr. Soedarso.
Pada zaman pendudukan Jepang (1942-1945) Balai Kesehatan Muhammadiyah ( BKM)di Pimpin oleh dr.Sudarso dari Sala dan setelah merdeka dipimpin dr.Kusnulyakin, mantan dr. PKU Malang yang pernah ditahan Nica diKalisosok dan atas permintaan H.Abdul Karim; pengusaha besar Surabaya dibebaskan dengan alas an untuk memimpin BKM. Dan Rumah Kesehatan di jalan Mas Mansur setelah terhenti beberapa waktu diresmikan kembali 1 Nopember 1949, yang dipimpin Dr. H. Koesnuljakin.
BKM Mas Mansyur benar-benar bernilai historis yang menjadi kebanggaan warga Muhammadiyah Surabaya, karena dari sanalah melahirkan pemikir-pemikir modern dan actual seperti K.H.Mas Mansyur, K.H. Mas Alwi, K.H. Faqih Usman dan lain-lainnya yang benar-benar produktif mengikuti perkembangan zaman. Disamping itu dari BKM itu juga tokoh-tokoh besar banyak dilahirkan seperti Mantan Menteri Keuangan Mar’ie Muhamad, mantan Ketua PDM Surabaya K.H.Muh.Yazid. Warga Muhammadiyah memanfaatkan BKM untuk proses persalinan dari berbagai pelosok Surabaya meski harus naik becak dengan perjalanan yang cukup jauh.
Hingga sekarang BKM telah direnovasi dan berubah nama menjadi Rumah Sakit Muhammadiyah Surabaya yang masih terus mengadakan pembangunan dan penambahan peralatan kedokteran yang dipimpin oleh dr.Sukadiono dan pada bulan Februari 2002 diresmikan oleh Walikota Surabaya Bapak Bambang DH.
Amal usaha kesehatan yang lain yanitu Rumah Sakit Bersalin Sitti ‘Aisyah di jalan Pacar Keling Surabaya, yang dibanun diatas tanah PJKA, yang pernah mendapat bantuan dari Mentri Sosial Mulyadi Joyomartono dan bagian uang prangko Amal Muhammadiyah.
Pada tahun 1939 PKO Muhammadiyah Surabaya mendirikan panti asuhan anak yatim dengan menghimpun dan mengasuh anak-anak yatim. Pengasuh pertama adalah A. Duradjak dan isteri dengan anak asuhan sejumlah 22 orang. Bagian yang mengurusinya adalah PKU Urusan Rumah Yatim yang waktu itu dipimpin HA Latief Zain, Imam Badjury selaku sekretaris dan bendaharanya H. Abdullah Faqih Dachlan. Pada masa penjajahan Jepang, tahun 1942, penga-suhnya diganti M. Bedjo. Syukur
Pada masa pendudukan Jepang PAY mendapat gedung di jalan Konninginnelaa (jl. Anjasmoro) yang diasuh oleh Bapak M.Saleh Ibrahim dan Bapak Abdillah. Selama agressi PAY dievakuasi ke Blitar digabungkan PAY Blitar pimpinan Bapak Kusairi, disaat revolusi PAY tidak dapat berfungsi lagi, baru setelah penyerahan kedaulatan dari Pemerintahan Jepang ke Republik Indonesia, dapatlah warga Muhammadiyah berhimpun kembali dan pada saat itu dapat mendirikan dilokasi baru di Jalan Gersikan 59, berkat keuletan pengurusnya, maka tahun 1952, tgl. 18 Nopember bertepatan dengan Milad Muhammadiyah ke-40, diadakanlah musyawarah pendirian dan terealisasi yang peresmian pembukaan pembangunan Gedung Anak Yatim yang terletak di Kampung Carikan yang sekarang jalan Gersikan No. 59, pada tanggal 18 November 1955, yang menampung 10 anak.
Pada peringatan 10 November 1958, yang dihadiri tokoh-tokoh arek Suroboyo terdiri dari Brigjen Soengkono dan Brigjen Dr.Moestopo diadakanlah rapat Raksasa dan PAY Muhammadiyah Surabaya turut berpartisipasi dalam kegiatan pawai dari Taman Surya menuju ke Tugu PahlawanSurabaya
Perkembanga panti asuhan selanjutnya pada tahun 1958 menampung 25 anak, pada tahun 1962 menampung 40 anak, pada tahun 1968 menampung 60 anak, pada tahun 1970 menampung 75 anak dan sampai sekarang 2004 menampung 75 anak.
Pada saat kepemimpinan Muhamadiyah Cabang Surabaya dipegang oleh dr.Soewandi, diputuskan untuk membentuk kepanitiaan yang terdiri dari :
Ketua : H.M.Machien
Panitera: Chusnan Djojokusumo
Bendahara: H.Abdul Karim
Pengurus Urusan Pemeliharaan Anak Yatim dan Rumah Yatim Muhammadiyah Surabaya (istilah waktu itu) terdiri dari :
Ketua : Chozim Ghafur
Penitera: Ali Iskandar
Bendahara : Ali Ismail
Kemudian tersusunlah pula secara terpilih karena pergantian periode dengan susunan :
Ketua : Ali Ismail
Panitera: Arsyad Iliyas
Bendahara : H.Oemar Siradz
Pengasuh : H.M.Adenan
JAMAN BELANDA
PERTEMUAN SOEKARNO DENGAN KH.ACHMAD DAHLAN
PERTEMUAN SOEKARNO DENGAN KH.ACHMAD DAHLAN
Surabaya dimasa Pemerintahan Kolonial Belanda sepertinya di setting untuk dipercepat menjadi kota modern, sehingga tradisi tandak, sedekah bumi, ruwatan, menziarahi punden dan makam, kirim do’a, ludruk dan sejenisnya dipaksakan untuk menerima tradisi-tradisi barat, seperti sajian tarian erotis Mata Hari, yang bernama asli Margaretha Geertruida Zelle, yang suaminya seorang perwira KNIL bernama Mayor Rudolp Macloed antara tahun 1897 sampai dengan 1902, sehingga banyak pejabat Surabaya waktu itu yang terlibat Love Affairs. Maraknya bisnis pelacuran yang melibatkan dari wanita-wanita pribumi dan dari bangsa Eropa pada Tahun 1866 di Kampung Bandaran saja tercatat 228 pelacur yang diasuh 18 orang Germo. Mengkonsumsi Candu, hasil survei pada tahun 1882 disebutkan bahwa satu dari dua puluh orang jawa adalah para pemadat candu, dan yang terbesar adalah adalah penduduk Soerabaia, disampingitu industrialisasi juga berkembang sangat cepat, dimana pada Tahun 1925 saja sudah berdiri pabrik-pabrik besar seperti pabrik sabun, gula,karet, rokok, es, mesin-mesin dan lain sebagainya, sehingga semakin semarak dinamika Soerabia.
Dari kebisingan ragam warna Soerabaia dan pengapnya kamar-kamar penginapan, Soekarno sang putra fajar indekost atau mondok dirumah Cokroaminoto tokoh Sarekat Islam Surabaya di kampung Peneleh gang 7 selama bersekolah di HBS Surabaya pada tahun 1917 hingga 1922, dan disaat beliau berusia 15 tahun (tahun berapa) untuk pertama kalinya berjumpa dan terpukau dengan kehadiran K.H. Achmad Dahlan pendiri persyarikatan Muhammadiyah, sebab selama ini Soekarno hanya kenal nama saja, seorang tokoh dan ulama besar pembaharu faham agama Islam yang sangat sederhana kehidupannya. Dalam acara Tabligh yang diasuh langsung oleh K.H.Achmad Dahlan yang berlangsung di dekat rumah Cokroaminoto,menurut pengakuannya sendiri dalam Amanat PJ.M Presiden Soekarno pada penutupan Muktamar Muhamadiyah Setengah Abad pada tanggal 25 Novemer 1962, beliau mengatakan : “ Terus terang segera saya ‘’tertangkap’’ oleh apa yang dikatakannya, sehingga saya harusmenghadiri tabligh-tabligh Kiyai Dahlan dilain tempat, dalam seminggu saja tiga kali dikota Surabaya, dan lain tahun beberapa kali lagi, sehingga saya terus ngintil pada pengajian beliau”.
Disaat usia yang masih remaja dan suasana idealisme yang tinggi Soekarno tertarik dengan bukunya Orison Swett Marden yang menyatakan : “ Cantunkanlah cita-citamu setinggi bintang di langit, jikalau tidak setinggi bintang di langit, cita-citamu itu masih terlalu rendah”. Soekarno bercita-cita untuk membuat tanah air kita ini satu tanah air yang makmur,bernegara yang kuat, apalagi Cokroaminoto pernah memberikan nasehat :” He, Soekarno,engkau dikelak kemudian hari harus ikut serta didalam Kebangkitan Nasional Bangsa Indonesia ini, agar supaya akhirnya Indonesia menjadi satu Indonesia yang merdeka, lepas daripada penjajahan”. Dalam suasana pencarian yang panjang itulah remaja Soekarno tertarik dengan ajaran K.H. Achmad Dahlan yang menurutnya berisi regeneration dan rejuvenation dari pada Islam, Agama Islam I agama yang sederhana, yang gampang, agama yang tidak pentalitan, tanpa pentalit-pentalit, satu agama yang mudah samasekali. Dari menghadiri acara Tablgih itulah Soekarno termotivasi untuk mempelajari ajaran Islam, keyakinannya semakin tegas dan kuat , belajar bahasa Inggris untuk mengetahui kebangkitan bangsa-bangsa Islam yang selama ini menderita, dalam buku The New World of Islam, Djamaludin El Afghani, mengajarkan gerakan bangsa-bangsa Islam. Soekarno menyadari ada hubungan yag kuat antara pembangunan agama dan pembangunan Tanah Air, Bangsa dan Masyarakat.
Kecintaan Soekarno dengan gerakan Muhammdiyah nampak jelas, sebab di usia 15 tahun telah simpati kepada K.H. Achmad Dahlan, pada Tahun 1938 resmi menjadi anggota Muhammadiyah (pada saat Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah dijabat oleh K.H. Mas mansyur), pada tahu 1946 Soekarno meminta jangan di coret namanya dari Muhammadiyah, pada tahun 1962 beliau berkata :” Moga-moga saya diberi umur panjang oleh Allah SWT, dan jikalau saya meninggal, supaya saya dikubur dengan membawa nama Muhammadiyah atas kain kafan saya”.
K.H. Achmad Dahlan bagi Soekarno adalah sebagai sumber inspirasi baru dalam memahami Islam, disaat umat terbelenggu dalam kejumudan, taklid, tahayul, bid’ah dan Churofat untuk bergerak lebih dinamis dan cerdas dalam merefleksikan ajaran-ajaran Islam. Ajaran Kyai Dahlan benar-benar membekas dalam pribadi Soekarno untuk lebih proaktif dalam meraih cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia, lebih-lebih melihat menderitaan masyarakat yang semakin tertindas, sehingga percepatan meraih kemerdekaan harus terus digelorakan, meski akhirnya Soekarno harus mengalami pembuangan (diasingkan) sehingga dikirim diberbagai tempat yang terpencil untuk membatasi ruang gerak perjuangannya, pada tanggal 5 April 1941 Soekarno disaat diasingkan di Bengkulu bertemu dengan K.H. Mas Mansyur dimana saat itu Mas Mansyur yang menjabat sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah menghadapi celaan dan serangan hebat dari lawan-lawannya,dianggap seperti Heracules yang tetap ingin berkuasa, bahkan ada yang menghina,: Apa tuan Haji Mas Mansyur mau jadi diktator ?, dan masih banyak berbagai fitnah yang dilontarkan kepadanya, sehingga terjadilah pertemuan dengan Soekarno, lalu Soekarno berkata :” Saya mengetahui, bahwa kakanda dicerca, dimaki, disangka jahat, malahan ada pula yang mengadakan aksi yang terang-terangan dan oendergronds menghalangi kakanda untuk dipilih kembali sebagai voorzitterH.B. Muhammadiyah. Demikianlah nasib pemimpin, inilah ukurannya. Teruskanlah kakanda punya aksi, Soekarno berdiri dibelakang kakanda”. Sebagai sesama pejuang yang memiliki cita-cita tinggi untuk kemerdekaan bangsa , serta yang sama-sama pernah mendapat siraman perjuangan dari K.H. Achmad Dahlan dari kegiatan Tablighnya, maka Soekarno dan K.H. Mas Mansyur tetap konsisten meski menghadapi ujian dan pengorbanan yang sangat berat.
Dengan mendaratnya Bala Tentara Jepang, sehingga pada tanggal 9 Maret 1942 Belanda menyerah kalah, intensitas perjuangan Soekarno dan K.H. Mas Mansyur semakin meningkat karena didorong keselamatan kaum muslimin dan rakyat Indonesia sehingga bersama Moch.Hatta dan Ki Hajar Dewantoro bekerja dalam Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA), yang poluler dengan sebutan “Empat Serangkai”.
Posisi yang ditanya sudah jelas. KH Fakhruddin waktu itu adalah sebagai "Wakil" dari Muhammadiyah seluruh Indonesia . Maka dengan tangkas dijawabnya pertanyaan itu Dalam pasal 2 dan 3 Anggaran Dasar Muhammadiyah, persyarikatan ini bertujuan hendak memajukan dan menggembirakan hidup menurut ajaran Islam. Seperti telah diputuskan dalam Sidang Tanwir: Muhammadiyah bertujuan menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam, hingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. " Jadi Muhammadiyah bukan Partai Politik." Tetapi suatu Perserikatan atau Perhimpunan Sosial, dengan berusaha mengajak dan membimbing segenap ummat agar hidup damai, memperluas ajaran-ajarannya dan mengamalkan tuntunan Rasulullah, menuju kejayaan dan kebahagiaan hidup berkeluarga di dunia sampai akherat. " Adapun mengadakan usaha-usaha di lapangan sosial itu, adalah semata-mata menunaikan' perintah Al Qur'an, begitu juga amal usaha kemasyarakatan lainnya. Dan semua itu dilakukan Muhammadiyah menurut saluran yang sah menurut undang-undang dan hukum negara", kata Fakhruddin.
Dari sini Kyai Haji ini kemudian diminta Limberg untuk menterjemahkan Anggaran Dasar Muhammadiyah dalam bahasa Belanda. Permintaan itu dipenuhi dan Gubernur Jendral mengerti. Maka beberapa waktu kemudian Muhammadiyah pun diakui dan diberi Rechpersoon oleh Pemerintah Hindia Belanda. Ini sekaligus telah menghilangkan "kekhawatiran" pemerintah penjajah kepada Muhammadiyah.
Untuk mensosialisasikan hasil kongres Tahun 1926, shalat Idul fitri dilaksanakan dilapangan sepak bola (Pasar Turi). Dalam shalat idul fitri ini, orang yang menonton shalat dengan jama’ah yang melakukan shalat, lebih banyak yang menononton. Karena hari raya waktu itu terdapat perbedaan hari, Imam dan khotib yang pertama menurut versi Abd.Wasian adalah Bapak Abd.Hadi, sedang menurut Nur Hasan Zein adalah Mas Mansyur, sedang berikutnya diantaranya adalah Bapak Aunur Rofiq, Bey Arifin, Abdullah Wasian, selanjutnya dipindah ke Lapangan Tambaksari karena tempat semula dipergunakan untuk pendirian Pasar Turi Surabaya.
PEMBERONTAKAN
Tapi jalan menuju kebaikan memang bukan jalan yang lurus dan rata. Tapi banyak kelok dan likunya. Tahun 1927, ketika tekanan dan pemerasan penjajah Belanda terhadap rakyat sudah tak tertahankan lagi, meletuslah pemberontakan dimana-mana. Ini telah membuat Belanda mata gelap Partai Politik dan Organisasi massa tak urung jadi sasaran penggerebekan dan amarah penjajah. Penangkapan dan penDigulan merajalela. Sasaran mereka adalah pemimpin pergeyakan dan lebih-lebih lagi para "Kya' Muda" dari organisasi keAgamaan. Goncangan ini dengan sendirinya dirasakan juga oleh Muhammadiyah. Issu paling populer waktu itu adalah lahirnya istilah Muhammadiyah Priyayi (PNS) dan Golongan Santri (Rakyat Jelata). Tak syak lagi issue ini sengaja dilempar orang sebagai provokasi. Ini kemudian telah membuahkan lahirnya "Golongan Utara" dan "Golongan Selatan" Kota Bawah dan Kota Atas di kalangan anggota-anggota Muhammadiyah Cabang Surabaya. Akibat dari semua itu sudah jelas segala pekerjaan yang merupakan amal usaha Muhammadiyah terbengkalai. Kas Bagian Pengajaran tekor. Nafkah guru dan beaya sekolah Muhammadiyah tidak tertutup. Krisis yang sama menimpa PKU. Konon sampai tiga bulan lamanya honorarium para dokter, mantri, juru rawat dan pegawai-pegawai PKU tak terbayarkan.
Nampaknya semua itu memang batu ujan bagi warga Muhammadiyah. la bisa berfungsi sebagai alat penyaring yang tak tahan ujian minggir dan selebihnya jalan terus ! Maka disuatu hari tengah malam ketika orang pada nyenyak dalam tidurnya, di rumah KH Mas Mansur berhimpunlah sejumlah orang tua anggota Muhammadiyah untuk bermusyawarah. Di sini terjadi lagi proses "penyaringan": dari sekian banyak yang hadir sampai tengah malam itu ternyata kemudian hanya tinggal 20 orang saja yang bertahan untuk meneruskan musyawarah. Dari sini kemudian dilakukan Bai'at satu persatu. Masing-masing orang mengucapkan sumpah-setianya menurut dialek dan susun katanya sendiri. Yang penting tulus dan tawakkal.
KM. Mas Mansur adalah orang pertama yang mengucapkan bai'atnya. Dengarlah: "Walaupun tinggal seorang 'saya dan isteri, saya akan tetap meneruskan Muhammadiyah Selama hayat dikandung badan, Syariat Muhammad SAW yang dianjurkan Muhammadiyah tetap saya bela!"
Di kemudian hari, peristiwa ini dikenal dengan sebutan peristiwa "WALI RONGPU-LUH", 20 orang Wali. Mereka adalah: KH Mas Mansur (Kampung Baru Sawahan) , K. Utsman (Kaliasin Pompa), Pa Wondowidjojo (Jl. Plampitan). Tjiptoredjo (Grogol), Mas Getong (Pandean), Hardjodipuro (Bubutan), M. Saleh Ibrahim (Kedung Sroko), Mas Idris K.S. HIS., Soemoredjo (Kedung Rukem). Abd. Barry, HA Rahman Utsman (Ketapang Ardiguna), Saleh Cilik (Bibis), H. Muhammad Oerip (Temenggungan) Pak Yatiman (Genteng), Satiman (Genteng), M. Wisatmo (Kaliasin Pompa), Adjar Sunyoto (Jl. Kunti), M. Badjuri (tlungagung), Sumoatmodjo (Kedung Rukem), Martodjojo (Wonorejo), Abdul Bari (Kaliasin)
Begitulah, peristiwa "WALI RONGPULUH" yang terjadi pada 1 Suro 1927 Miladiyah itu, telah turut menandai jatuh bangunnya perjalanan Muhammadiyah di Surabaya. Dan di kemudian hari ternyata. bahwa tindakan-tindakan penyelamatan yang dilakukan oleh "orang-orang pilihan" tengah malam itu ternyata telah berhasil membangun dan membenahi kembali Muhammadiyah. Apa buktinya, hampir tak perlu diceritakan. Sebab orang sudah bisa melihat sendiri perkembangan Muhammadiyah di kota Pahlawan ini. Sejak peristiwa itu, hari ini. Dan esok. Insya Allah !
MILITER JEPANG
Pada saat pemerintahan Jepang ujian dan tantangan Muhammadiyah semakin berat, sebab organisasi Muhammadiyah dibekukan, tidak boleh ada aktifitas, rapat-rapat koordinasipun sangat sulit dilakukan sehingga hubungan antara pimpinan dengan anggota dan amal usaha terputus, sebab bagi Jepang, Muhammadiyah merupakan organisasi yang membahayakan. Disamping itu pemerintahan Jepang dengan paksa mengumpulkan harta kekayaan masyarakat untuk kepentingan pemerintahJepang diantaranya untuk membeli pesawat. Meski tantangan berat menghadang bukan berarti tugas da’wah berhenti, hal ini dibuktikan oleh perjuangan Abdullah Wasian sebagai Mubaligh Mutlak yang dibayar penuh oleh Pimpinan Muhammadiyah Surabaya waktu itu untuk beraktifitas da’wah di Sekolah Menengah Tinggi (SMT) setingkat SMA sekarang menjadi SMA Santa Maria Surabaya, SMT Praban, Sekolah Tehnik Pasar Turi, Masjid Penjara sebagai Mubaligh pertama yang membina narapidana, Masjid At Taqwa di jalan Mas Mansyur dan di Genteng.
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Surabaya pada waktu itu adalah : Ketua, H Abdullah Usman (Bapaknya Dr.Abd.Karim); Sekretaris, Nur Hasan Zein; Bendahara, H.Ihsan; berkantor di Jl.Kompemen (Jl.Mas Mansyur)
Peran Muhammadiyah Surabaya dimasa perang kemerdekaan benar-benar maksimal seperti aktif dalam pembentukan Markas Sabilillah bersama K.Masykur (NU), K.Faqih Usman (Muhammadiyah) dan Nur Hasan Zein sebagai staf Administrasi. Disamping itu juga aktif dalam pembentukan Markas Hizbullah dengan Ketua Muhamad Amidarmo, karena pertimbangan keamanan akibat serbuan-serbuan dari penjajah markas berpindah-pindah dari Malang pindah ke Kediri terus ke Solo, saat di Solo itulah rombongan Nur Hasan Zein bertemu dengan Munawir Sadzali sebagai Sekretaris Pusat Hizbullah untuk melakukan koordinasi perjuangan.
Pada bulan Agustus 1945, Kota Hiroshina dan Nagasaki di Bom Atom oleh tentara Sekutu sehingga peluang untuk meredeka semaikin dekat sehingga pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno dan Moch.Hatta memproklamirkan Kemerdekaan bangsa Indonesia, maka segenap masyarakat merayakan kemerdekaan dan terus aktif melucuti bendera dan senjata Jepang baik di Kaigon (AL) Jepang maupun di Markas-markasnya.
Baru tiga bulan merasakan kemerdekaan tepatnya pada hari sabtu tanggal 10 November 1945 , suasana Surabaya sangat mencekam; meja, kursi,batang pohon melintang di jalan-jalan, warga masyarakat bersiap-siap dengan senjata seadanya:keris,bambu runcing, senapan,geranat, golok, panah serta beberapa tank dan meriam hasil rampasan dan lain sebagianya sudah menanti. Di setiap depan pintu rumah, ibu-ibu menyediakan pisang goreng, nasi bungkus, ubi rebus,teh, kopi untuk persediaan perbekalan pejuang arek-arek surabaya .
Tepat jam 06.00, gemuruh kapal terbang mulai terdengar dari arah utara, sengaja terbang rendah sambil menjatuhkan puluhan bom disertai dentuman meriam dari kapal-kapal besar di Tanjung Perak, korban-korban berjatuhan, perkampungan menjadi lautan api. Bung Tomo tampil dengan menggelorakan pekikan “Allahu Akbar-Allahu Akbar-Allahu Akbar” memberikan semangat yang luar biasa kepada arek-arek surabaya untuk tidak mau menyerah kepada siapapun juga yang mau menguasai Indonesia . Semula Inggris memperkirakan bakal berhasil menaklukkan Surabaya dalam waktu 24 jam saja, ternyata mereka harus bertempur selam 21 hari, Kata Bung Tomo : Persenjataan kita tidak seimbang, barisan kita tidak terorganisir, tidak terlatih sama sekali. Sedang pasukan musuh memiliki persenjataan lengkap dan kuat, berpengalaman dalam Perang Dunia II, yang dihadapi adalah Brigade 49 Pimpinaqn Brigjen Mallaby berkekuatan 6.000 pasukan dan divisi India ke 5 Pimpinan Mayjen Manserg berkekuatan 24.000 pasukan lengkap dengan kekuatan altileri berat, kapal perang Cruiser Sussex, 4 kapal perusak dan 12 kapal terbang Mosquito.
Dari peperangan yang tidak seimbang itu ternyata arek-arek Suroboyo mampu menewaskan Brigjen Mallaby, meski harus dibayar dengan tewasnya pejuang-pejuang sebagai pahlawan bangsa, dari aktifis Muhamadiyah Surabaya juga merasakan beratnya perjuangan seperti peristiwa yang memilukan dimana Said Umar, pemimpin Kepanduan Hizbul Wathan dan aktif di kalangan pemuda-pemuda santri, ditangkap Tentara Inggris dan disiksa. Bagaimana kemudian nasibnya, tak seorang pun tahu. Musibah yang sama menimpa Marsidik (anggota Pemuda Muhammadiyah), Muhammad Sabdjan (adik Ating Sabdjan), seorang organisator dan pemimpin koperasi dan beberapa kawannya yang tergabung dalam "Pemuda Republik Indonesia ". Mereka juga tewas di tangan Tentara Inggris. Malikin, Ketua Muhammadiyah menyusul. la tewas di atas kapal Pemerintah Militer Jepang yang terkena bom pesawat terbang Sekutu. Belum berhenti sampai di situ, musibah baru datang lagi dengan meninggalnya Ibrahim Rahman (Bendahara Urusan Gerak Badan pemuda Muhammadiyah), Ihsan Ishaq, Utsman Rais, Manan Gani dan beberapa lagi yang lain.
Begitu beratnya perjuangan arek-arek Suroboyu dalam mempertahankan kedaulatan Negara Indonesia , sehingga Surabaya di juluki sebagai kota Pahlawan dan didirikanlah Monumen perjuangan Tugu Pahlawan yang berdiri tegak di pusat kota Surabaya .
PASCA MUKTAMAR
Masalah lepasnya muhamamdiyah sebagi anggota istimewa masyumi tahu 58 itu baru 56-5758 tanwir muhammadiyah minta pada PP Masyumiuuntuk mengagendakan disiplin partai karna Muhammadiyah pada waktu itu kesulitan karena begitu akrabnya dengan masyumi. Ketika situasi sudah mulai berubah dan cenderung merugikan Muhammadiyah sebagai suatu organisasi dakwah sehingga muahmmadiyah berfiikir keluar dari anggota masyumi. Itukan diawali tahun 1947 diawali dengan PSII keluar dari Masyumi. Tahun 1952 NU keluar dari Masyumi, 1958 Muhammadiyah keluar dari Masyumi. Muhammadiyah tidak mendirikan Partai. PSII dan NU menjadi Partai sendiri. Tahun 1958 yang diutus memperjuangkan dan mengagendakan menemui PP. Masyumi yaitu AR Fahruddin. Sesuai kongres 1958 yang isinya sebaiknya Muhammadiyah keluar dari Masyumi.
Tokoh Masyumi yang dari Muhammadiyah Surabaya Usman Muttaqin, sholeh ibrahim, Anwar Zein (belum jadi pengurus Muhammadiyah/tahun 1970-an baru jadi Pengurus Muhammadiyah). Anggota DPRS-nya Sholeh Ibrahim (ketua Wilayah Muhammadiyah Jawa timur tahun 1961. KH.Abdullah Wasian, M.Wisatmo sedang wakil DPDnya Bapak Abdul Hadi
Pasca dekrit Presiden kemudian ada kasus Kartosuwiryo pemberontakan PRRI Semesta orang-orang Muhammadiyah yang masuk dalam Partai Masyumi menjadi kesulitan karena dituduh menjadi pendukung PRRI Permesta. itukan akhirnya secara politik dan keamanan menjadi orang yang dikejar-kejar sehingga Muhammadiyah sangat sulit dalam gerakan dakwahnya. Dan itu sudah diperhitungkan oleh PP. Muhammadiyah sesuai dengan hasil Tanwir di Cirebon. Dengan mengutus Pak AR. Fachrudin untuk menuntaskan Muhammadiyah keluar dari Masyumi. Sehingga Pada waktu itu PWM Jatim yang menjadi pengurus tetap menjadi PWM misalkan Anwar Zein, sedangkan Pak Umar Bayasun sampai akhirnya tidak ke Muh.Tapi kegiatannya tetap di Muh.
Hal ini menjadi sulit menjadi pengruus Muh. Pengurus Muh pasca dekrit menjadi takut tidak ada yang berani menjadi tokoh Muh, sehingga menjadi stagnasi. Tekanan yang sangat luar biasa. Masuk daftar target.
Pak K. Faqih Usman dari Jatim yang menjadi salah satu Ketua PP. Muh pada tahun 1963. orang muh yang masuk masyumi banyak yang jadi target polisi dan militer diantarnya Umar bayasun rumah Jl. Blimbing. Adalagi Pak Kusnan dari GPI.
Residen Surabaya (Pembantu Gubernur sekarang) Supardi warga Muhammadiyah dan masyumi.
Pasca dekrit kekuatan PKI semakin menguasai karena setelah tahun 1960 masyumi memburabarkjan diri sehari sebelum dibubarkan masyumi sduah membeubarkan diri tapi sejarah mengatakan bahwa masyumi dibubarkan. Setalah itu representasi umat Islam didalam perpolitikan diwakili oleh NU, PSII.
Tahun 1948 K.Mas Mansyur memelopori sedangkan PSII yogya tidak mengakui DPP PSII. Tahun 61-62 mulai ada konsolidasi kekuatan PKI karma sulitnya mengatakan ini karena pada waktu itu NU mewakili umat Islam sangat dominant sehingga pada waktu Front nasional ini untuk menghadapi kekuatan ekstrim kanan. Sehingga setelah Orla jatuh ada eksrtrim kanan dan ekstrim kiri. Front Nasional mengajak Muhammadiyah tetapi Muhammadiyah tidak mau Secara organisatoris Hanya sebagian orang-2 muhammadiya yang merasa ikut mengamankan, keslitannya, kalau pemerintah mengejar-2 tokoh maumi yang ada di MUH padahal NU ada didalamnya (NU apa ikut menghadapi Muhammadiyah karena NU total ada dipemerintahan sehingga muhammadiyah tereleminasi, tetapi Muhamm juga tdk berfikir politik praktis, sehingga dakwah ini tetap berjalan, kesulitannya maslah keamanan. Setiap ada kegiatan dakwah selalu ada itelijen yang mengawasi (Polisi/tentara) khususnya muballigh yang keras/kritis misalahkan K. H. Turhan Badri, Amin Tohari (pengajian yang isi sedikit / banyak mengarah ke Politik).
Pendirian Sekolah saat ini sangat sulit, Muhammadiyah diuntung dengan adanya BUNG KARNO yang saat itu menjabat sebagai presiden sekaligus Warga Muhammadiyah. Pada waktu mentersi social dari Muhammadiyah (MULYADI JOYO MARTONO) salah ketua PPM memperjuangkan JL. GENTENG MUHAMMADIYAH lalu pak Mulyadi mendapatkan bantuan dari PJKA sebuah Tanah PJKA yang sampai sekarang digunakan RSB. SITI ‘AISYAH. Walikota saat itu adalah dari PKI yaitu Bapak DURRAHMAN, yang saat itu sangat besar pengaruhnya.
KONDISI PERJUANGAN
Muhammadiyah Berhadap-hadapan dengan FRONTAL melawan PKI
Tahun 1961 ada Koran yang namanya PEWARTA SURABAYA memuat menyerang Islam bahwa orang Islam melaksanakan Ibadah Haji dibohongi oleh orang Arab, Sebagai PM Muslimin mengejar pencetak Pewarta Surabaya yaitu seorang Cina yang Kemudian dipukul, sehingga kasus ini sampai ke pengadilan dan Muslimin dipenjara yang membela adalah ketua Muhammadiyah Cabang Surabaya jadi secara organisatoris Muhammadiyah Cabang Surabaya membela yang saat itu diketuai oleh dr. Muhammad Soewandi dan kebetulan Hakimnya anak Bapak Dr. Soewandi.
Mencari tokoh Pengurus Pemuda Muh sangat sulit karena adanya tekanan diantaranya : Bpk Mahmud, Nurhasim, Muslimin,
Tahun 1961 Ketua PM SBY mengadakan pengajian tiap Minggu di Jl. Genteng Muhammadiyah saat itu Muslimin sebagai Ketua Daerah Pemuda Muhammadiyah Karesidenan Surabaya (Ketua PWPM saat itu adalah Ainurrofiq/P Oen. Ihsan Amin.
KOKAM JATIM ada setelah G 30 S/PKI diluar itu ada pergerakan Ashabul Kahfi (Aktifis Muhammadiyah) diantaranya Muslimin, hisyam yahya, Rafiq Ghani, Anang Fanan, dr. Muslim Gunawan (Pamannya Ketua Kadin JATIM namanya Ir. AIRLANGGA SATRIAGUNG), dr. Muslim Gunawan Posko di Masjid Mujahidin), yang mendanai Hisyam Yahya karena secretariat Muhammadiyah di Jl. Makam Peneleh terus diawasi sehingga pindah ke Mujahidin. KOKAM Mempunyai pasukan perlawanan. Dan membentuk lagi gerakan FAK (Fron Anti Komunis). Yang dilakukan, Askhabul Kahfi seperti pembakaran Gedung Balai Pemuda sebab disini digunakan sebagai Posko PKI. Daerah Kantong PKI seperti Jl. Kapas Krampung, Jagir, Perak,
Perangkapan Jabatan Muslimin, saat itu Sekretaris PWPM dan Ketua PDPM, Askhabul Kahfi
No comments:
Post a Comment