6/29/17

FILSAFAT POSITIVISME

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wacana filsafat yang menjadi topik utama pada zaman modern, khususnya abad ke-17, adalah persoalan epistemologi. Pertanyaan pokok dalam bidang epistemologi adalah bagaimana manusia memperoleh pengetahuan dan apakah sarana yang paling memadai untuk mencapai pengetahuan yang benar, serta apa yang dimaksud dengan kebenaran itu sendiri. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bercorak epistemologis ini, maka dalam filsafat abad ke-17 munculah dua aliran filsafat yang memberikan jawaban yang berbeda, bahkan saling bertentangan.
Usaha manusia untuk mencari pengetahuan yang bersifat mutlak dan pasti telah berlangsung terus menerus dengan penuh semangat, seperti rasionalisme, empirisme ataupun yang lainnya. Walaupun begitu, paling tidak sejak zaman Aristoteles, terdapat tradisi epistemologi yang kuat untuk mendasarkan diri pada pengalaman manusia dan meninggalkan cita-cita untuk mencari pengetahuan yang mutlak tersebut.
Menurut Poespoprodjo dalam Logika Scientifika, kewajiban mencari kebenaran adalah tuntutan intrinsik manusia untuk merealisasikan manusia menurut tuntutan keluhuran keinsaniannya. Manusia dikaruniai akal budi yang membedakannya dari makhluk hidup yang lain. Dengan akal budi ini manusia berpikir. Pada dasarnya berpikir merupakan sebuah proses yang membuahkan pengetahuan. Pengetahuan itu sendiri merupakan obor bagi peradaban manusia di mana manusia menemukan dirinya dan menghayati hidup dengan lebih sempurna.
 
Setelah era kaum rasionalisme yang pelopori oleh Rene Descartes, muncullah sebuah aliran empirisme. Empirisme itu sendiri pada abad ke-19 dan 20 mereka lebih mengikuti jejak Francis Bacon yang memberi tekanan kepada empirik atau pengalaman sebagai sumber pengenalan. Akan tetapi ini tidak berarti bahwa rasionalisme sama sekali ditolak. Dapat dikatakan, bahwa rasionalisme digunakan dalam rangka empirisme, atau rasionalisme dilihat dalam rangka empirisme.
 
Dalam sejarah perkembangannya empirisme menjadi beberapa aliran yang berbeda, yaitu Positivisme, Materialisme, dan Pragmatisme. Dalam makalah ini akan dibahas tentang seluk beluk positivisme dan penilaian atas implikasinya. Positivisme berkaitan langsung dengan perkembangan pola fikir manusia dan ilmu pengetahuan yang lebih kita kenal dengan istilah epistemologi positivisme.
 
 
B. Rumusan Masalah 
Berdasarkan latar belakang di atas, dalam makalah ini dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian positivisme?
2.      Siapa saja tokoh aliran positivisme?
3.      Seperti apa perkembangan positivisme?
4.      Bagaimana konsep positivisme?
 
C. Tujuan Masalah
 Setiap hal yang dilaksanakan pasti mempunyai tujuan, adapun tujuan ditulisnya makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui pengertian/definisi positivisme dalam filsafat
2.      Untuk mengetahui tokoh aliran positivisme
3.      Untuk mengetahui perkembangan positivism
4.      Untuk mengenal konsep positivisme
 
 
BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pengertian Positivisme
Positivisme berasal dari kata positif. Kata positif disini sama artinya dengan faktual, yaitu apa yang berdasarkan fakta-fakta. [1]secara istilah, positivisme adalah aliran filsafat yang berpangkal dari fakta yang positif positif yang diluar fakta atau kenyataan dikesampingkan dalam pembicaraan filsafat dan ilmu pengetahuan.
Positivisme diperkenalkan oleh Auguste Comte (1798-1857) yang tertuang dalam karya utama Auguste Comte adalah Cours de philosophic positive, yaitu kursus tentang filsafat positif (1830-1842) yang dirbitkan dalam enam jilid. Selain itu dia juga mempunyai sebuah karya yaitu Discour L’esprit Positive (1844) yang artinya pembicaraan tentang jiwa positif.
Menurut positivisme, pengetahuan kita tidak boleh melebihi fakta-fakta. Dengan demikian ilmu pengetahuan empiris menjadi contoh istimewa dalam bidang pengetahuan. Kemudian, filsafat pun harus meneladani contoh itu. Oleh karena itulah, positivisme menolak cabang filsafat metafisika. Menanyakan “Hakekat” benda-benda atau “penyebab yang sebenarnya”, bagi positivisme tidaklah mempunyai arti apa-apa. Ilmu pengetahuan hanya menyelidiki fakta-fakta dan hubungan yang terdapat antara fakta-fakta. Tugas khusus filsafat ialah mengoordinasikan ilmu-ilmu yang beragam coraknya. Tentu saja, maksud positivisme berkaitan erat dengan yang dicita-citakan oleh empirisme. Positivisme pun mengutamakan pengalaman, hanya saja berbeda dengan empirisme inggris yang menerima pengalamam batiniah, dan subjektif sebagai sumber pengetahuan. Positivisme tidak menerima pengalaman batiniah tersebut. Ia hanyalah mengandalkan fakta-fakta belaka.
 
B. Tokoh Aliran Positivme
1.Augusto Comte
 
Bernama lengkap Isidore Marie Auguste Francois Xavier Comte[2], lahir di Montepellier, perancis, tahun 1798. Keluarganya beragama katolik yang berdarah bangsawan. Meski demikian, Auguste Comte tidak terlalu peduli dengan kebangsawanannya. Dia mendapat pendidikan di Ecole Polytechnique di paris dan lama hidup disana. Dikalangan teman-temannya Auguste Comte adalah mahasiswa yang keras kepala dan suka memberontak, yang meninggalkan ecole sesudah seorang mahasiswa yang memberontak dalam mendukung napoleon dipecat.
Auguste Comte memulai karir profesionalnya degan memberi les dalam bidang matematika. Walaupun demikian, perhatian yang sebenarnya adalah pada masalah-masalah kemanusiaan dan sosial.
Tahun 1844, dua tahun setelah dia menyelesaikan enam jilid karya besarnya yang berjudul course of positive Philosophy, comte bertemu dengan clothilde de Vaux, seorang ibu yang mengubah kehidupan comte. Dia berumur beberapa tahun lebih muda dari pada comte. Wanita tersebut sedang ditinggalkan suaminya ketika bertemu dengan komte pertama kalinya, comte langsung mengetahui bahwa peremuan itu bukan sekedar perempuan. Seyangnya clothilde de Vaux tidak terlalu meluap-luap seperti comte. Walaupun saling berkirim surat cinta beberapa kali, clothilde de Vaux menganggap hubungan itu adalah persaudaraan saja. Akhirnya, dalam suratnya, clothilde de Vaux menerima menjalin hubungan intim suami isteri. Wanita itu terdesak oleh keprihatinan akan kesehatan mental comte. Hubungan intim suami isteri rupanya tidak jadi terlaksana, tetapi perasaan mesra sering diteruskan lewat surat menyurat. Namun, romantika ini tidak berlangsung lama. clothilde de Vaux mengidap penyakit TBC dan hanya beberapa bulan sesudah bertemu dengan comte, dia meninggal. Kehidupan comte lalu bergoncang, dia bersumpah membaktikan hidupnya untuk mengenang “bidadarinya” itu.
Auguste Comte juga memiliki pemikiran Altruisme. Altruisme merupakan ajaran comte sebagai kelanjutan dari ajarannya tentang tiga zaman. Altruisme diartikan sebagai “menyerahkan diri kepada keseluruhan masyarakat”. Bahkan, bukan “salah satu masyarakat”, melainkan I’humanite “suku bangsa manusia” pada umumnya. Jadi, Altruisme bukan sekedar lawan “egoisme”. (juhaya S. Pradja, 2000 : 91).
Keteraturan masyarakat yang dicari dalam positivisme hanya dapat dicapai kalau semua orang dapat menerima altruisme sebagai prinsip dalam tindakan mereka. Sehubungan dengan altruisme ini, comte menganggap bangsa manusia menjadi semacam pengganti Tuhan. Kailahan baru dan positivisme ini disebut Le Grand Eire “Maha Makhluk”. Dalam hal ini comte mengusulkan untuk mengorganisasikan semacam kebaktian untuk If Grand Eire itu lengkap dengan imam-imam, santo-santo, pesta-pesta liturgi, dan lain-lain. Ini sebenarnya dapat dikatakan sebagai “Suatu agama Katholik tanpa agama masehi”. Dogma satu-satunya agama ini adalah cinta kasih sebagai prinsip, tata tertib sebagai dasar, kemajuan sebagai tujuan.[3]
Perlu diketahui bahwa ketiga tahap atau zaman tersebut diatas menurut Comte tidak hanya berlaku bagi perkembangan rohani seluruh umat manusia, tetapi juga berlaku bagi peroranga. Misalnya sebagai kanak-kanak seorang teolog, sebagai pemuda menjadi metafisis dan sebagai orang dewasa ia adalah seorang positivis.[4]
2.      John Stuart Mill
John Stuart Mill memberikan landasan psikoogis terhadap filsafat positivisme. Karena psikollogi merupakan pengetahuan dasar bagi filsafat. Seperti halnya dengan kaum positif, mill mengakui bahwa satu-satunya yang menjadi sumber pengetahuan ialah pengalaman. Karena itu induksi merupakan metode yang paling dipercaya dalam ilmu pengetahuan.
 
C.Perkembangan posotivisme
Menurut Comte, perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam 3 zaman, yaitu: zaman teologis, zaman metafisis, dan zaman ilmiah atau positif.[5]
1)      Zaman Teologis
Pada zaman teologis, manusia percaya bahwa dibelakang gejala-gejala alam terdapat kuasa-kuasa adikodrati yang mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala tersebut. Kuasa-kuasa ini dianggap sebagai makhluk yang memiliki rasio dan kehendak seperti manusia, tetapi orang percaya bahwa mereka berada pada tingkatan yang lebih tinggi dari pada makhluk-makhluk insani biasa. Zaman teologis dapat dibagi lagi menjadi tiga periode, yaitu :
a. Animisme : Tahap animesme merupakan tahap paling primitif, karena benda-benda dianggap mempunyai jiwa.
b. Politisme : Tahap politisme merupakan perkembangan dari tahap pertama. Pada hari ini, menusia percaya pada dewa yang masing-masing menguasai suatu lapangan tertentu ; dewa laut, dewa gunung, dewa halilintar, dan sebagainya
c. Monoteisme : tahap monoteisme ini lebih tinggi dari pada dua tahap sebelumnya, karena pada tahap ini, menusia hanya memandang satu tuhan sebagai penguasa.
2) Zaman Metafisis
Pada zaman ini, kuasa-kuasa adikodrati dengan konsep dan prinsip yang abstrak, seperti “kodrat” dan “penyadap”. Metafisika pada zaman ini dijunjung tinggi.
3) Zaman Positif
Zaman ini dianggap comte sebagai zaman tertinggi dari kehidupan manusia. Alasannya ialah pada zaman ini tidak lagi ada usaha manusia untuk mencari penyebab-penyebab yang terdapat di belakang fakta-fakta. Manusia kini telah membatasi diri dalam penyelidikannya pada fakta-fakta. Manusia kini telah membatasi diri dalam penyelidikannya pada fakta-fakta yang disajikan kepadanya. Atas dasar observasi dan dengan menggunakan rasionya, manusia berusaha menetapkan relasi atau hubungan persamaan dan urutan yang terdapat antara fakta-fakta. Pada zaman terakhir inilah dihasilkan ilmu pengetahuan dalam arti yang sebenarnya.
Hukum tiga zaman tidak saja berlaku pada manusia sebagai anak manusia berada pada zaman teologis, pada masa remaja, ia masuk zaman metafisis dan pada masa dewasa, ia memasuki zaman positif. Demikian pula, ilmu pengetahuan berkembang mengikuti tiga zaman tersebut yang akhirnya mencapai puncak kematangannya pada zaman positif.
 
D. Konsep Positivisme
       Bagi Comte untuk menciptakan masyarakat yang adil, diperlukan metode positif yang kepastiannya tidak dapat digugat. Metode positif ini mempunyai 4 ciri, yaitu :
1.    Metode ini diarahkan pada fakta-fakta.
2.    Metode ini diarahkan pada perbaikan terus menerus dari syarat-syarat hidup.
3.    Metode ini berusaha ke arah kepastian.
4.    Metode ini berusaha ke arah kecermatan.
 
E. Ciri-ciri Positivisme
1.      Objektif/bebas nilai. Dikotomi yang tegas antara fakta dan nilai mengharuskan subjek peneliti mengambil jarak dari realitas dengan bersikap bebas nilai. Hanya melalui fakta-fakta yang teramati dan terukur, maka pengetahuan kita tersusun dan menjadi cermin dari realitas (korespondensi) 
2.      Fenomenalisme, tesis bahwa realitas terdiri dari impresi-impresi. Ilmu pengetahuan hanya berbicara tentang realitas berupa impresi-impresi tersebut. Substansi metafisis yang diandaikan berada di belakang gejala-gejala penampakan ditolak (antimetafisika) 
3.      Nominalisme, bagi positivisme hanya konsep yang mewakili realitas partikularlah yang nyata 
4.      Reduksionisme, realitas direduksi menjadi fakta-fakta yang dapat diamati 
5.      Naturalisme, tesis tentang keteraturan peristiwa-peristiwa di alam semesta yang meniadakan penjelasan supranatural (adikodrati). Alam semesta memiliki strukturnya sendiri dan mengasalkan strukturnya sendiri 
6.      Mekanisme, tesis bahwa semua gejala dapat dijelaskan dengan prinsip-prinsip yang dapat digunakan untuk menjelaskan mesin-mesin (sistem-sistem mekanis). Alam semesta diibaratkan sebagai giant clock work. [6]
 
F. Kelebihan Positivisme
Diantara kelebihan positivisme adalah:
1. Positivisme lahir dari faham empirisme dan rasional, sehingga kadar dari faham ini jauh lebih tinggi dari pada kedua faham tersebut
2. Hasil dari rangkaian tahapan yang ada didalamnya, maka akan menghasilkan suatu pengetahuan yang mana manusia akan mempu menjelaskan realitas kehidupan tidak secara spekulatif, arbitrary, melainkan konkrit, pasti dan bisa jadi mutlak, teratur dan valid
3. Dengan kemajuan dan dengan semangat optimisme, orang akan didorong untuk bertindak aktif dan kreatif, dalam artian tidak hanya terbatas menghimpun fakta, tetapi juga meramalkan masa depannya
4. Positivisme telah mampu mendorong lajunya kemajuan disektor fisik dan teknologi
5.      Positivisme sangat menekankan aspek rasionali-ilmiah, baik pada epistemology ataupun keyakinan ontologik yang dipergunakan sebagai dasar pemikirannya[7]
 
G.Kelemahan Positivisme
Diantara kelemahan positivisme adalah:
1. Analisis biologik yang ditransformasikan ke dalam analisis sosial dinilai sebagai akar terpuruknya nilai-nilai spiritual dan bahkan nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini dikarenakan manusia tereduksi ke dalam pengertian fisik-biologik.
2. Akibat dari ketidakpercayaannya terhadap sesuatu yang tidak dapat diuji kebenarannya, maka faham ini akan mengakibatkan banyaknya manusia yang nantinya tidak percaya kepada Tuhan, Malaikat, Setan, surga dan neraka. Padahal yang demikian itu didalam ajaran Agama adalah benar kebenarannya dan keberadaannya. Hal ini ditandai pada saat paham positivisme berkembang pada abad ke 19, jumlah orang yang tidak percaya kepada agama semakin meningkat
3. Manusia akan kehilangan makna, seni atau keindahan, sehingga manusia tidak dapat merasa bahagia dan kesenangan itu tidak ada. Karena dalam positivisme semua hal itu dinafikan
4. Hanya berhenti pada sesuatu yang nampak dan empiris sehingga tidak dapat menemukan pengetahuan yang valid
5. Positivisme pada kenyataannya menitik beratkan pada sesuatu yang nampak yang dapat dijadikan obyek kajiaannya, di mana hal tersebut adalah bergantung kepada panca indra padahal perlu di ketahui bahwa pancaindra manusia adalah terbatas dan tidak sempurna.
 
BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
 
Berdasarkan penjelasan dalam pembahasan di atas, maka pemakalah dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1.      positivisme berarti  aliran filsafat yang beranggapan bahwa pengetahuan itu semata-mata berdasarkan pengalaman dan ilmu yang pasti. Sesuatu yang maya dan tidak jelas dikesampingkan, sehingga aliran ini menolak sesuatu seperti metafisik dan ilmu gaib dan tidak mengenal adanya spekulasi. Aliran ini berpandangan bahwa manusia tidak pernah mengetahui lebih dari fakta-fakta, atau apa yang nampak, manusia tidak pernah mengetahui sesuatu dibalik fakta-fakta.
2.      Tokoh aliran filsafat positivisme diantaranya adalah; Auguste Comte dan John Stuart Mill. Auguste Comte adalah orang yang paling terkenal dalam aliran ini.
3.      Perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam 3 zaman, yaitu: zaman teologis, zaman metafisis, dan zaman ilmiah atau positif.
4.      Ciri-ciri positivisme adalah; Objektif, Fenomenalisme, Nominalisme, Reduksionisme, Naturalisme, Mekanisme.
5.      Terdapat kelebihan dan kelemahan positivisme.
 
 
DAFTAR PUSTAKA
Ankersmit, F.R., Refleksi Tentang Sejarah : Pendapat-pendaat Modern tentang Filsafat Sejarah, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1987)
 
Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saibani, Filsafat Umum (Bandung: Pustaka Setia, 2008)
Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010)
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2 (Cet. IX; Yokyakarta: Penerbit Kanisius, 1999)
http//id.positivisme_files
http//id.logical-posivitisme-files
Waris, Filsafat Umum (Ponorogo: Stain Po Press, 2009)
 


[1] Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saibani, Filsafat Umum (Bandung: Pustaka Setia, 2008), 116
[2] Yunia nur ayni, Bapak Sosiologi Auguste Comte
[3] Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saibani, Filsafat Umum (Bandung: Pustaka Setia, 2008), 317
[4] Waris, Filsafat ..,55
[5]Yunia nur ayni, Bapak Sosiologi Auguste Comte://2011/01/21
[6]Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2 (Cet. IX; Yokyakarta: Penerbit Kanisius, 1999), 110
Harun hadiwijono,Sari sejarah filsafat barat 2 (cet IX Yogjakarta penerbit Kanisius,1999) 110.

6/22/17

AMTSAL AL - QURAN PERUMPAMAAN DALAM AL- QUR'AN

BAB II
Pembahasan
1.   Pengertian Amtsal al Qur’an
              Dalam mengimplementasikan fungsi hudan li al nas, Al-Qur’an mengandung pokok-pokok ajaran yang bermanfaat dan dibutuhkan  manusia yanga mencakup metode pengajaran dan penyampaian kedalam hati manusia secara mudah dan jelas. Di antara bentuk pengajarannya adalah dengan menerangkan berbagai perumpamaan. Perumpamaan itu digunakan oleh Allah swt, pada perkara yang sangat penting, seperti tauhid dan orang-orang yang konsisten dengannya, masalah syirik dan para pelakunya, dan berbagai perbuatan mulia dimata masyarakat umum.
              Bila kita kaji secara seksama amtsal/perumpamaan al-Qur’an yang mengandung penyerupaan ( tasybih ) sesuatu dengan hal serupa lainnya dan penyamaan antara keduanya dalam hukum, maka amtsal tersebut mencapai jumlah lebih dari 40 buah. Sebagaimana Allah swt. telah mengemukakan dalam kitabnya bahwa  Ia telah membuat sejumlah amtsal :
         Surat al-Hasyr ayat 21 :
وتلك الامثال نضربها للناس لعلهم يتفكرون { الحشر 21}
Artinya : Dan perumpamaan itu dibuatnya untuk manusia supaya mereka berfikir” 

Surat al-Ankabut ayat 43 :

وتلك الامثال نضربها للناس وما يعلقها الا العالمون { العنكبوت }

Artinya : “Dan perumpamaan-perumpamaan itu kami buat untuk mansia dan tidak ada yang memahami kecuali orang-orang yang berilmu”.[1]

              Oleh karena itu, tamtsil (membuat permisalan, perumpamaan) merupakan kerangka yang dapat menampilkan makna-makna dalam bentuk yang hidup dan mantap dalam pikiran, dengan cara menyerupakan sesuatu yang gaib dengan yang nyata, yang abstrak dengan yang konkrit, dan dengan menganalogikan sesuatu dengan hal yang serupa. Betapa banyak makna yang baik, dijadikan lebih indah, menarik, dan mempesona oleh tamtsil. Dengan demikian tamtsil adalah salah satu uslub al-Qur’an dalam mengungkapkan  berbagai penjelasan dan segi-segi kemukjizatanya.
              Secara etimologi,  الامثال   adalah bentuk jamak dari  مثل  ,  kata المثَل    ,   المثل      dan  المثيل  adalah sama dengan           الشبه,     الشبه   dan    الشيبه  baik lafadh maupun maknanya, yang artinya adalah perumpamaan.[2]
              Sedangkan menurut istilah ada beberapa pendapat yang mendefinisikan amtsal yaitu :
1.      Menurut ulama ahli adab, amtsal adalah ucapan yang banyak menyamakan keadaan sesuatu yang diceritakan sesuatu yang dituju, maksudnya merupakan sesuatu (seseorang, keadaan) dengan apa yang terkandung dengan perkataan itu. Contoh :                                        

رب رمية من غير رام

“Betapa banyak lemparan panah yag mengena tanpa sengaja”.
2.      Menurut istilah ulama ahli bayan, amtsal adalah ungkapan majaz yang disamakan dengan asalnya karena اخرى adanya persamaan, yang dalam ilmu balaghoh disebut tasybih. Contoh :         
مالى راك تقدم رجلا وتؤخر
“Mengapa aku lihat engkau melangkahkan satu kaki dan mengundurkan kaki yang lain”.

3.      Menurut ulama ahli tafsir, amtsal adalah menampakan pengertian yang abstrak dalam ungkapan yang indah, singkat dan menarik yang mengena dalam jiwa, baik dengan bentuk tasybih maupun majaz mursal.[3]
              Amtsal al-Qur’an tidak dapat diartikan dengan arti etimologi, al-syabih dan al-nadhir, juga tidak dapat diartikan dengan pengertian yang lain seperti kitab-kitab kebahasaan yang dipakai oleh para pennggubah matsal-matsal, sebab amtsal al-Qur’an bukanlah perkataan-perkataan yang dipergunakan untuk menyerupakan sesuatu dengan isi perkataan itu. Juga tidak tepat diartikan dengan arti matsal menurut ulama bayan, karena diantara amtsal al-Qur’an ada yang bukan isti’arah dan pengggunaannya pun tidak begitu populer.
              Adapun Ibnu al-Qoyyim mendefinisikan amtsal al-Qur’an, sebagai yaitu :menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hal hukumnya,dan mendekatkan sesuatu  yang abstrak (ma’qul) dengan sesuatu hal yang inderawi (mahsus), atau mendekatkan dari dua mahsus dengan yang lain dan menganggap salah satunya itu sebagai yang lain. Ia mengemukakan contoh sebagai berikut :

         a.  Sebagaian besar berupa penggunaan tasybih sharih, seperti firman Allah swt. dalam surat Yunus ayat 24 :
إِنَّمَا مَثَلُ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا كَمَآءٍ أَنزَلۡنَٰهُ مِنَ ٱلسَّمَآء……
Artinya : “Sesungguhnya perumpamaan kehidupan dunai itu adalah sepereti air (hujan) yang kami turunkan dari langit”.

         b. Sebagian lagi berupa tasybih dhimni (penyerupaan secara tidak langsung, tidak tegas) seperti pada surat al-Hujurat,  ayat 12 :


يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱجۡتَنِبُواْ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَ ٱلظَّنِّ إِثۡمٞۖ وَ لَا تَجَسَّسُواْ وَلَا يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًاۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمۡ أَن يَأۡكُلَ لَحۡمَ أَخِيهِ مَيۡتٗا فَكَرِهۡتُمُوهُۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٞ رَّحِيمٞ ١٢

Artinya : “Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain, sukakah kamu sebagian salah seorang dari kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati ?, maka kamu tentunya merasa jijik kepadanya”.

              Dikatakan dhimni karena dalam ayat ini tidak terdapat tasybih sharih.[4] Karena Allah mengungkapkan ayat-ayat itu secara langsung, tanpa sumber yang mendahuluinya maka ayat-ayat yang berisi penggambaran keadaan sesuatu hal dengan keadaan hal lain, maka penggambaran itu dengan cara isti’aroh maupun tasybih sharih (penyerupaan yang jelas) ayat-ayat yang menunjukan makna yang menarik dengan redaksi ringkas dan padat.
2.   Macam-Macam Amtsal
   Amtsal (perumpamaan) dalam al-Qur’an ada tiga m acam,[5] yaitu  :
1.  Amtsal mushorrohah,
Yaitu amtsal yang penjelasannya menggunakan lafadh mitsl atau sesuatu yang menunjukan tasybih. Amtsal ini banyak ditemukan dalam al-Qur’an seperti :
a.    Firman Allah swt. mengenai orang-orang munafiq yaitu :
Nßgè=sVtB È@sVyJx. Ï%©!$# ys%öqtGó$# #Y$tR !$£Jn=sù ôNuä!$|Êr& $tB ¼ã&s!öqym |=ydsŒ ª!$# öNÏdÍqãZÎ/ öNßgx.ts?ur Îû ;M»yJè=àß žw tbrçŽÅÇö6ムÇÊÐÈ BL༠íNõ3ç/ ÒôJãã öNßgsù Ÿw tbqãèÅ_ötƒ ÇÊÑÈ ÷rr& 5=ÍhŠ|Áx. z`ÏiB Ïä!$yJ¡¡9$# ÏmŠÏù ×M»uKè=àß Óôãuur ×-öt/ur tbqè=yèøgs ÷LàiyèÎ6»|¹r& þÎû NÍkÍX#sŒ#uä z`ÏiB È,Ïãºuq¢Á9$# uxtn ÏNöqyJø9$# 4 ª!$#ur 8ÝŠÏtèC tûï̍Ïÿ»s3ø9$$Î/ ÇÊÒÈ ßŠ%s3tƒ ä-÷Žy9ø9$# ß#sÜøƒs öNèdt»|Áö/r& ( !$yJ¯=ä. uä!$|Êr& Nßgs9 (#öqt±¨B ÏmŠÏù !#sŒÎ)ur zNn=øßr& öNÍköŽn=tæ (#qãB$s% 4 öqs9ur uä!$x© ª!$# |=yds%s! öNÎgÏèôJ|¡Î/ öNÏd̍»|Áö/r&ur 4 žcÎ) ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« ֍ƒÏs% ÇËÉÈ

Artinya : “perumpamaan (matsal) mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah swt. menghilangkan cahaya (yang menyinari) mereka dan membiarkan mereka dalam kegelapan, dan tidak dapat melihat. Mereka tuli dan buta, tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar) atau seperti (oang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat... ... –sampai dengan- sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu (al-Baqarah ayat 17-20).

Dalam ayat ini Allah membuat dua perumpamaan (matsal) bagi orang munafiq, matsal yang berkenaan dengan api, karena di dalam api terdapat unsur cahaya,  dan matsal yang berkenaan dengan air atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit, karena di dalam air terdapat unsur kehidupan. Dan wahyu yang turun dari langitpun bermaksud untuk menerangi hati dan kehidupannya. Allah swt. menyebutkan juga keadaan dan fasilitas orang-orang munafiq dalam dua keadaan.


Disatu sisi mereka bagaikan orang-orang yang menyalakan api untuk penerangan dan kemanfaatan mengingat mereka memperoleh kemanfaatan materi dengan sebab masuk Islam. Namun disisi lain Islam tidak memberikan pengaruh “nur-Nya” terhadap h ati mereka. Karena Allah swt menghilangkan cahaya (yang menyinari mereka) dan membiarkan unsur membakar yang ada padanya. Inilah perumpamaan mereka yang berkenaan dengan api. Mengenai matsal mereka yang berkenaan dengan air , Allah swt. menyerupakan mereka dengan keadaan orang yang ditimpa hujan lebat yang disertai gelap gulita, guruh dan kilat, sehingga terkoyaklah kekuatan orang itu dan ia meletakan jarinya untuk menutup telinga dan memejamkan mata karena takut petir menimpanya. Inilah mengingat bahwa al-Qur’an dengan segala peringatan, larangan. Dan kitabnya mereka tidak ubahnya dengan petir yang sambar-menyambar.
b.    Allah menyebutkan pula dua macam matsal, al-ma’ dan al-nar dalam surat al-Rad ayat 17 bagi yang haq dan batil,[6] yaitu :
AtRr& šÆÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB ôMs9$|¡sù 8ptƒÏŠ÷rr& $ydÍys)Î/ Ÿ@yJtGôm$$sù ã@ø¡¡9$# #Yt/y $\ŠÎ/#§ 4 $£JÏBur tbrßÏ%qムÏmøn=tã Îû Í$¨Z9$# uä!$tóÏGö/$# >puù=Ïm ÷rr& 8ì»tFtB Ót/y ¼ã&é#÷WÏiB 4 y7Ï9ºxx. Ü>ÎŽôØo ª!$# ¨,ysø9$# Ÿ@ÏÜ»t7ø9$#ur 4 $¨Br'sù ßt/¨9$# Ü=ydõuŠsù [ä!$xÿã_ ( $¨Br&ur $tB ßìxÿZtƒ }¨$¨Z9$# ß]ä3ôJusù Îû ÇÚöF{$# 4 y7Ï9ºxx. Ü>ÎŽôØo ª!$# tA$sWøBF{$# ÇÊÐÈ

Artinya : “Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air dilembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengambang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dari dalam api untuk  membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah swt. membuat perumpamaan(mitsal) bagi yang haq dan batil. Adapun buih itu akan hilang sebagai sesuatu yang tidaak ada harganya. Adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah swt. membuat perumpamaan tersebut”.

2.  Amtsal kaminah,
yaitu amtsal yang didalamnya tidak disebutkan kata tamsil, tetapi menunjukan makna yang tercakup dan rungkas, contohnya :
a.  Ayat-ayat yang senada dengan perkataan,           (sebaik-baik urusan adalah pertengahannya). Yaitu seperti dalam firman Allah, diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Surat al-Baqarah ayatb68 tentang sapi betina.
qä9$s% äí÷Š$# $uZs9 y7­/u ûÎiüt7ム$uZ©9 $tB }Ïd 4 tA$s% ¼çm¯RÎ) ãAqà)tƒ $pk¨XÎ) ×ots)t/ žw ÖÚÍ$sù Ÿwur íõ3Î/ 8b#uqtã šú÷üt/ y7Ï9ºsŒ ( (#qè=yèøù$$sù $tB šcrãtB÷sè? ÇÏÑÈ

Artinya :”Sapi betina yang tidak tua dan tidak muda, pertengahan antara itu “.

2) Surat al-Furqan ayat 67 tentang nafkah.
tûïÏ%©!$#ur !#sŒÎ) (#qà)xÿRr& öNs9 (#qèù̍ó¡ç öNs9ur (#rçŽäIø)tƒ tb%Ÿ2ur šú÷üt/ šÏ9ºsŒ $YB#uqs% ÇÏÐÈ

Artinya : “Dan mereka yang apabila membelanjakan (harta) mereka tidak lebih-lebihan dan tidak pula kikir dan pembelanjaan itu ditengah-tengah antara yang demikian itu”.

b.  Ayat-ayat yang senada dengan perkataan.
Seperti : (khabar itu tidak sama dengan menyaksikan sendiri ), misal firman Allah swt. tentang Ibrahim dalam surat al-Baqarah ayat 260.

øŒÎ)ur tA$s% ÞO¿Ïdºtö/Î) Éb>u ÏRÍr& y#øŸ2 Çósè? 4tAöqyJø9$# ( tA$s% öNs9urr& `ÏB÷sè? ( tA$s% 4n?t/ `Å3»s9ur £`ͳyJôÜuŠÏj9 ÓÉ<ù=s% ( ...
Artinya : ”Allah berfirman, apakah kamu belum percaya ?Ibrahim menjawab ; saya telah percaya, akan tetapi agar bertambah teguh hati saya.

c.    Ayat yang senada dengan perkataan                               
     (sebagaiman kamu menghutangkan, maka kamu akan dibayar), seperti firman Allah dalam surat an-Nisa ayat 123.
3 `tB ö@yJ÷ètƒ #[äþqß tøgä ¾ÏmÎ/ Ÿwur ôÅgs ¼ç ms9 ...
Artinya :  “Barang siapa mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu.



3.    Amtsal Mursalah
Yaitu, kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan lafadh tasybih secara jelas.   Tetapi kalimat-kalimat itu berlaku secara matsal, seperti firman Allah swt. yaitu ;
a.  Surat Yusuf ayat 51.
tA$s% $tB £`ä3ç7ôÜyz øŒÎ) ¨ûòŠurºu y#ßqム`tã ¾ÏmÅ¡øÿ¯R 4 šÆù=è% |·»ym ¬! $tB $uZôJÎ=tæ Ïmøn=tã `ÏB &äþqß 4 ÏMs9$s% ßNr&tøB$# ̓Íyèø9$# z`»t«ø9$# }ÈysóÁym ,ysø9$# O$tRr& ¼çm?Šurºu `tã ¾ÏmÅ¡øÿ¯R ¼çm¯RÎ)ur z`ÏJs9 šúüÏ%Ï»¢Á9$# ÇÎÊÈ

             Artinya : “Sekarang ini jelaslah kebenaran itu “.
b.  Surat al-Najm ayat 58
}§øŠs9 $ygs9 `ÏB Èbrߊ «!$# îpxÿÏ©%x. ÇÎÑÈ
Artinya : “Tidak ada yang akan menyatakan terjadinya hari itu selain dari Allah”.                          
c.  Surat Yusuf ayat  41.
ÄÓt<Ås9|Á»tƒ Ç`ôfÅb¡9$# !$¨Br& $yJä.ßtnr& Å+ó¡uŠsù ¼çm­/u #\ôJyz ( $¨Br&ur ãyzFy$# Ü=n=óÁãŠsù ã@à2ù'tFsù çŽö©Ü9$# `ÏB ¾ÏmÅù&§ 4 zÓÅÓè% ãøBF{$# Ï%©!$# ÏmŠÏù Èb$uÏGøÿtGó¡n@ ÇÍÊÈ
Artinya : “ Telah diputuskan perkara yang kamu berdua menanyakannya kepadaku”.[7]

3          Faedah- faedah Amtsal dalam alqur’an
1.    Pengungkapan pengertian yang abstrak dengan bentuk yang konkrit yang dapat ditangkap dengan indera manusia, misal dalam firman Allah swt. dalam surat al-Baqarah ayat 264 ;
( ¼ã&é#sVyJsù È@sVyJx. Ab#uqøÿ|¹ Ïmøn=tã Ò>#tè? ¼çmt/$|¹r'sù ×@Î/#ur ¼çmŸ2uŽtIsù #V$ù#|¹ ( žw šcrâÏø)tƒ 4n?tã &äóÓx« $£JÏiB (#qç7|¡Ÿ2 3 ….

Artinya : “Maka perumpamaan itu seperti batu licin yang diatasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpakan hujan lebat, lalu menjadilah ia bersih atau tidak bertanah, mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan”.

2.    Dapat mengungkapan kenyataan dan mengkonkritkan hal yang abstrak, seperti dalam firman Allah swt. dalam surat al-Baqarah
Artinya : “Meraka yang memakan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syetan lantaran (tekanan) penyakit gila”.

3.    Dapat mengungkapkan makna yang menarik lagi indah dalam ungkapan yang singkat dan padat. Seperti pada amtsal kaminah dan amtsal mursalah dalam ayat-ayat diatas.
4.    Dapat mendorong giat beramal, melakukan hal-hal yang menarik dalam al-Qur’an, seperti firman Allah swt. pada surat al-Baqarah ayat 261
1.    ;ã@sW¨B tûïÏ%©!$# tbqà)ÏÿZムóOßgs9ºuqøBr& Îû È@Î6y «!$# È@sVyJx. >p¬6ym ôMtFu;/Rr& yìö7y Ÿ@Î/$uZy Îû Èe@ä. 7's#ç7/Yß èps($ÏiB 7p¬6ym 3 ª!$#ur ß#Ï軟Òム`yJÏ9 âä!$t±o 3 ª!$#ur ììźur íOŠÎ=tæ ÇËÏÊÈ
Artinya : “ Perumpamaan (nafkah yang keluarkan) oleh orang-orang yang menafkahkan harta mereka dijalan Allah swt. adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah melipatgandakan pahala bagi siapa yang dikehendaki. Dan Allah maha luas karunia-Nya lagi maha mengetahui”.


5.     Menghindarkan diri dari perbuatan tercela,
misal firman Allah tentang larangan untuk tidak bergunjing,firman Allah dalam surat Al hujurat ayat 12
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qç7Ï^tGô_$# #ZŽÏWx. z`ÏiB Çd`©à9$# žcÎ) uÙ÷èt/ Çd`©à9$# ÒOøOÎ) ( Ÿwur (#qÝ¡¡¡pgrB Ÿwur =tGøótƒ Nä3àÒ÷è­/ $³Ò÷èt/ 4 =Ïtär& óOà2ßtnr& br& Ÿ@à2ù'tƒ zNóss9 ÏmŠÅzr& $\GøŠtB çnqßJçF÷d̍s3sù 4
Artinya : “Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain, sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati ? maka tentunya kamu merasa jijik”.

4. Analisa      
            Setelah mengetahui seluk beluk amtsal Al-Qur’an dari aspek pengertian, jenis-jenis, pembagian serta faedahnya, penulis dapat menemukan hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan amtsal Al-Qur’an. Secara alamiyah bisa kita pahami bahwa missi Islam dimuka bumi ini adalah menjaga harkat, martabat serta jiwa manusia. Manusia bermacam-macam bentuk dan karakternya, ada yang kuat ada yang lemah, ada yang suka kebaikan dan juga keburukan, pendendam dan lain sebagainya. Pendek kata manusia itu bermacam-macam. Semua bentuk karakter manusia oleh Al-Qur’an telah disebutkan di dalamnya.
            Manusia yang beriman yang telah sampai kepadanya ajaran-ajaran Tuhan tetap berpegang teguh pada aqidahnya serta beriman kepada-Nya, juga meyakininya dengan berketetapan hati untuk memahami ayat-ayat Tuhan. Sikap dan jiwa manusia yang demikian itu telah dididik oleh Al-Quir’an secara khusus untuk mencapai sebuah kebahagiaan hidup baik didunia maupun di akherat kelak yang jauh dari kegelapan dan kesesatan.
            Dari sinilah penulis dapat mengatakan bahwa amtsal Al-Qur’an adalah merupakan salah satu dari bentuk hidayah  yang bersifat ilahiyah yang menuntun manusia menuju jalan kebaikan, atau dapat mencegah manusia dari perbuatan dosa untuk menuju sebuah kemuliaan, atau juga mencegah dari kekurangan-kekurangan yang secara alamiyah dimiliki oleh manusia.
            Demikian juga amtsal al-Qur’an dalam memberikan bimbingan manusia lebih menitik beratkan kepada dua hal (keadaan) yang saling berlawanan dari pesan yang disampaikan, misalnya perumpamaan iman dan kufur, orang-orang yang mendustakan agama (al-mukazdzdibun) dan orang-orang yang membenarkan agama (al-mushaddiqun), air dan api, yang haq dan yang batil, yang buruk (al-khabits) dan yang baik (al-Thayyib), mukmin dan kafir dan lain sebagainya.
            Di dalam matsal seperti halnya dalam tasybih, penulis dapatmenggaris bawahi adanya beberapa unsur yang harus terkumpul sebagai berikut ;
1.   Harus ada yang diserupakan (al-musyabbah ), yaitu sesuatu yang akan dicerirtakan.
2.   Harus ada asal cerita (al-musyabbah bih ), yaitu sesuatu yang dijadikan tempat menyamakan.
3.   Harus ada segi persamaannya (wajhul musyabbah), yaitu arah persamaan antara kedua hal yang disamakan tersebut.
            Jika penulis perhatikan beberapa amtsal al-Qur’an yang disebutkan oleh para pengarang ulumul Qur’an, ternyata merangkum ayat-ayat al-Qur’an yang mempersamakan keadaan sesuatu dengan sesuatu yang lain, baik yang berbentuk isti’arah, tasybih, ataupun yang berbentuk majaz  mursal, yang tidak ada kaitannya dengan asal cerita. Jadi, beberapa amtsal di dalam al-Qur’an, tidak selalu ada asal ceritanya  (musyabbah bih) nya, tidak seperti apa yang terdapat di dalam al-Qur’an, tidak selalu ada asal ceritanya (muyabbah bih) nya, tidak seperti apa yang terdapat pada amtsal dari para ahli bahasa, para ahli bayan dan sebagainya.
            Para ahli bahasa Arab mensyaratkan sahnya amtsal harus memenuhi empat syarat, sebagai berikut :
a.  Bentuk kalimatnya harus ringkas
b.  Isi maknanya harus mengena dengan tepat
c.  Perumpamaannya harus baik.


Bab III
Kesimpulan
            Dari uraian tersebut di atas, mengenai amtsal al-Qur’an dapat ditarik kesimpulan bahwa itu, tamtsil (membuat parmisalan, perumpamaan) merupakan kerangka yang dapat menampilkan makna-makna dalam bentuk yang hidup dan mantap dalam pikiran, dengan cara menyerupakan sesuatu yang gaib dengan yang nyata, yang abstrak dengan yang konkrit, dan dengan menganalogikan sesuatu dengan hal yang serupa. Betapa banyak makna yang baik, dijadikan lebih indah, menarik, dan mempesona oleh tamsil. Karena itulah maka tamsil lebih dapat mendorong  jiwa untuk menerima makna yang dimaksudkan dan membuat akal merasa puas dengannya. Dan tamsil adalah salah satu uslub al-Qur’an dalam mengungkapkan berbagai penjelasan dan segi-segi kemukjizatan.
  Disamping itu tamtsil/amtsal al-Qur’an banyak mengandung pelajaran dan hikmah yang dapat kita petik sebagai bahan perenungan dalam menghayati arti hidup menuju kebahagiaan dunia dan akherat. Tentang difinisi amtsal al-Qur’an, para ulama berbeda pendapat dalam memberikan pengertian serta membaginya dalam tiga macam seperti yang telah dipaparkan di atas.






DAFTAR  PUSTAKA

Manna Khalil al-Qaththan, terj. Drs.Mudzakir, MA.  Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Lentera Antar Nusa, Jakarta, 2000
Syadzali Ahmad, MA-Rofi’i Ahmad, Ulumul Qur’an I, Cv. Pustaka Setia, Bandung, 1997.
Manna’ al-Qaththan, Mabahits Fi Ulumil Qur’an, Beirut. Lebanon, 1976.
Prof. Dr. H. Abdul Djalal H A, Ulumul Qur’an, Dunia Ilmu, Surabaya, 1998.
Mahmud Bin Syarif,  Al-Amtsal Fil Qur’an , Dar al-Ma’arif, Makkah, tth.
Dr. Muhammad Alawy al-Hasany, Al-Itqan fi ‘Ulumil Qur’an, Jeddah, Shorco, tth,
Nor Ichwan, Memahami Bahasa al Qur’an, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002, hlm.xi.


[1] Manna khalil Al-Qaththan, terj. Drs. Mudzakir, MA. Studi Ilmu-ilmuQur’an, Lentera Antar Nusa, Jakarta, Cet. V hlm. 400-401
[2] Manna al-Qaththan, Mabahits fi Ulumil Qur’an, Beirut, Libanon, hlm. 282
[3]Drs. H. Ahmad Syadzali, MA. Dan Drs. H. Ahmad Rofi’i, Ulumu  l Qur’an I, Pustaka setia, Bandung,,Cet. I, hlm. 35
[4] Manna al-Qaththan, Op. Cit, hlm. 283.
[5] Dr. Muhammad Alawy al-Hasany, Al-Itqan fi ‘Ulumil Qur’an, Jeddah, Shorco, tth, hlm. 129-132

[6] Mahmud Bin Syarif,  Al-Amtsl Fil Qur’an , Dar al-Ma’arif, Makkah, tth. Hlm. 63-64
[7] Manna al-Qaththan, Ibid, hlm. 284-286

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA<><><><><>Semoga Kehadiran Kami Bermanfaat Bagi Kita Bersama
banner