12/26/12

HUKUM BERWUDHU DENGAN AIR BEKAS JILATAN ANJING


KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
Alhamdulillah, tidak ada sebuah kalimat yang pantas untuk dilantunkan dari lisan seorang hamba yang lemah ini melainkan kalimat puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya yang amat banyak kepada para hamba-Nya.
Shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada junjungan dan suri tauladan kita, yaitu Nabi Muhammad SAW, karena telah berjasa menegakkan panji Islam dipermukaan bumi ini, sehingga kita semua dapat merasakan manisnya dan nikmatnya beriman kepada Allah SWT.
Dengan ilmu dan kesabaran yang telah Allah SWT berikan kepada penulis, alhamdulillah karya tulis yang  ada dihadapan saudara ini telah terselesaikan guna memenuhi persyaratan mengikuti Ujian Akhir Pesantren, dan tidak lupa penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada:
1.      Orang tua penulis yang sangat penulis sayangi dan hormati, panjatan doa dan harapan yang selalu mereka panjatkan kepada Allah swt untuk penulis, agar penulis menjadi anak yang shaleh dan berguna.
2.      Ustadz luthfie Abdullah Ismail, selaku Mudir Pesantren PERSIS Bangil yang telah mengizinkan dan menerima penulis untuk belajar berbagai macam ilmu pengetahuan selama lebih kurang 6 tahun di Pesantren PERSIS Putra Bangil yang sangat penulis cintai.
3.      Ustadz Bambang Priyono, selaku Kepala MA PERSIS 1 Bangil, yang sering sekali memotivasi penulis serta teman-teman.
4.      Ustadz Hartoyo, selaku wali kelas 6 putra yang sudah berkenan untuk menasihati dan membimbing penulis beserta teman-teman.
5.      Seluruh asatidz yang telah mengajarkan ilmu yang mereka miliki selama penulis mengikuti kegiatan belajar mengajar di Pesantren PERSIS Putra Bangil.
6.      Teman-teman seperjuangan (kelas 6 putra), yang secara tidak langsung telah mengajarkan kepada penulis untuk menjadi pribadi yang baik.
Dengan keterbatasan kemampuan dan pengalaman, penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa karya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan karya tulis ini. Dan penulis juga berharap agar karya tulis yang ada dihadapan saudara ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan menjadi amal jariyah bagi penulis. Amiin.

Bangil, 01 mei 2012


                                                                                                                                       Insan Taris Aufar
BAB I
PENDAHULUAN
1.1             Latar Belakang Masalah
Mengetahui bahwa amal yang akan diperhitungkan pertama kali di hari kiamat adalah shalat, sebagaimana Rasulullah SAW telah bersabda:
عَنْ تَمِيمٍ الدَّارِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ((أَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَلَاتُهُ)) رواه ابن ماجة
Artinya:”Dari Tamim Ad-Dariyyi, dari Nabi SAW beliau bersabda: pertama kali yang akan diperhitungkan pada seorang hamba di hari kiamat adalah shalatnya”. (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah)[1]

Maka sudah  tentu  harus bagus nilai shalat yang kita kerjakan. Mulai dari mencontoh beliau SAW dalam gerakan shalat, hingga memenuhi syarat-syarat diterimanya ibadah shalat itu sendiri.
Diantara yang harus dipenuhi dari syarat-syarat diterimanya shalat adalah harus dalam keadaan suci (berwudhu). Sebagaimana Rasulullah SAW telah bersabda:

عَنْ أَبي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:))لَا تُقْبَلُ صَلَاةُ مَنْ أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ(( رواه البخاري
Artinya:”Dari Abi Hurairah, ia berkata: telah bersabda Rasulullah SAW: Tidak diterima shalat, bagi barang siapa yang berhadats hingga ia berwudhu”. (Diriwayatkan oleh Bukhari)[2]

Setelah kita mengetahui bahwa berwudhu itu merupakan syarat sahnya shalat, maka harus diperhatikan pula air apa saja yang boleh kita gunakan untuk berwudhu dan air apa saja yang tidak boleh kita gunakan untuk berwudhu.
Sehubungan dengan judul makalah yang dibebankan kepada penulis, yaitu Hukum Berwudhu dengan Air Bekas Jilatan Anjing, maka penulis akan menjelaskan dan membahas tentang masalah tersebut.

1.2             Tujuan Penulisan
Karya tulis ini bertujuan untuk:
1.      Menjunjung tinggi syari’at Islam.
2.      Memenuhi persyaratan mengikuti Ujian Akhir Pesantren PERSIS Bangil.
3.      Menjelaskan kepada khalayak ramai tentang Hukum Berwudhu dengan Air Bekas Jilatan Anjing.

1.3             Metode Penulisan
Karya tulis ini disusun berdasarkan metode ilmiah, yaitu merujuk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah beserta buku-buku dan beberapa artikel yang berkaitan erat dengan masalah yang akan penulis bahas.

1.4             Sistematika Penulisan
Karya tulis ini disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut:
Bab I     :Merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II   :Merupakan pembahasan, dalam bab ini penulis akan menjelaskan tentang pengertian wudhu, air yang digunakan untuk bersuci (wudhu/mandi) dan status air liur anjing dalam pandangan Islam.
Bab III  :Merupakan penjelasan tentang Hukum Berwudhu dengan Air Bekas Jilatan Anjing.
Bab IV  :Merupakan kesimpulan penulis dari masalah yang telah dibahas di bab-bab sebelumnya.





BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Wudhu
Wudhu secara bahasa, berasal dari kata: وَضُؤَ- يَوْضُؤُ- وُضُوْءًا و وَضَاَءَةً[3] yang berarti: bersih. Secara istilah, wudhu adalah bersuci dengan air pada wajah, kedua tangan, kepala dan kedua kaki[4] (Sebagaimana yang telah Allah SWT jelaskan di Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 6).

2.2 Air yang digunakan untuk Bersuci (Wudhu/Mandi)
Pada asalnya air itu suci dan tidak dapat dinajiskan oleh sesuatu apapun, sebagaimana Rasululallah SAW telah bersabda:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: َقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((إِنَّ الْمَاءَ طَهُورٌ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ)) رواه الترمذي
Artinya:”Dari Abi Sa’id Al-Khudri, dia berkata: telah bersabda Rasulullah SAW: sesungguhnya air itu suci, tidak dapat sesuatu apapun menajiskannya”. (Diriwayatkan oleh Tirmidzi)[5]
Hadits diatas menunjukkan bahwa air banyak atau sedikit tidak menjadi najis walaupun bercampur atau dicampur dengan sesuatu yang najis. Contonya, seperti air pembersih yang ada di dalam bejana tidak akan bisa menjadi najis walaupun bercampur atau dicampur dengan sebanyak-banyak kencing atau tahi manusia. Hal tersebut tidak mungkin, sebab sesuatu itu apabila sifatnya telah berubah dari asalnya, maka berubah pula fungsinya. Air yang sudah berubah rasanya, baunya atau warnanya, maka air tersebut sudah berubah pula dari sifat asalnya. Perubahan ini dapat mengakibatkan berubah pula fungsinya. Air yang diantara salah satu fungsinya adalah sebagai pembersih, sebagaimana Allah SWT berfirman:

وَهُوَ الَّذِي أَرْسَلَ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُورًا. (الفرقان:48)
Artinya: Dia (Allah) yang mengirim angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat sebelum kedatangan rahmatNya (hujan), dan Kami turunkan dari langit, air (sebagai) pembersih”. (Q.S Al-Furqan:48)

Dan firmanNya juga:

وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لِيُطَهِّرَكُمْ بِهِ وَيُذْهِبَ عَنْكُمْ رِجْزَ الشَّيْطَانِ وَلِيَرْبِطَ عَلَى قُلُوبِكُمْ وَيُثَبِّتَ بِهِ الأقْدَام. (الاْنفال:11)

Artinya: “Dan (Allah) menurunkan kepadamu air (hujanَ) dari langit untuk membersihkan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan gangguan syaithan dan untuk menguatkan hatimu dan meneguhkan dengan sebab air itu kakimu (pendirianmu)”. (Q.S Al-Anfal: 11)

Maka air tersebut tidak berfungsi lagi apabila sifatnya sudah berubah dari asalnya. Yang dapat merubah sifat air itu apabila sudah bercampur dengan sesuatu yang najis. Penulis katakan demikian sebab Rasulullah SAW bersabda “air itu suci dan tidak dapat dinajiskan oleh sesuatu apapun”. Ini menunjukkan bahwa yang dapat mengubah air hanyalah sesuatu yang najis. Sebab apabila sifat air sudah dipengaruhi oleh najis, maka air tersebut menjadi najis. Perubahan yang dapat mempengaruhi sifat air itu adalah rasa/bau/warna. Jadi jika sifat najis tersebut lebih dominan dari pada sifat air, maka air tersebut menjadi najis.
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa najis itu harus kita jauhi, maka penulis menyimpulkan bahwa kita tidak boleh menggunakan air yang telah tercampur oleh najis sehingga sifat najis tersebut lebih dominan dari pada sifat air.

2.3 Status Air Liur Anjing dalam Pandangan Islam
Sebelum kita menetapkan tentang hukum berwudhu dengan air bekas jilatan anjing, alangkah pentingnya jika kita membahas terlebih dahulu tentang status air liur anjing dalam pandangan Islam. Karena yang namanya jilatan itu memang identik dengan  air liur.
Apakah  air liur anjing itu termasuk najis? Banyak sekali dikalangan masyarakat kita yang beranggapan bahwa air liur anjing itu najis. Tetapi ketika ditanyakan apakah ada dalil yang menyebutkan bahwa air liur anjing itu najis, maka mereka tidak dapat menunjukkannya.
Sepanjang pengetahuan yang penulis ketahui, memang tidak ada dalil yang menyebutkan bahwa air liur anjing itu najis. Alasan penulis berpandangan demikian adalah:

1)      Rasulullah SAW telah bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَال:َ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:((طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ)) رواه مسلم
Artinya:”Dari Abi Hurairah, dia berkata: telah bersabda Rasulullah SAW: bersihnya bejana salah seorang diantara kamu apabila anjing menjilat kedalamnya, agar mencucinya tujuh kali yang pertama dengan tanah”. (Diriwayatkan Oleh Muslim)[6]

Hadits Nabi SAW diatas menerangkan bahwa beliau memerintahkan mencuci bejana itu adalah apabila anjing menjilat (minum) dalam bejana. Soal air liur anjing tidak ada pembicaraannya dalam hadits Nabi SAW diatas. Yang sudah pasti bahwa perintah mencuci bejana itu adalah karena dijilat (diminum) isinya yang cair, bukan karena air liur anjing yang jatuh padanya.

2)      Ada sebuah riwayat yang bersumber dari seorang shahabat bernama Abdullah bin Umar, ia berkata:

كَانَتْ الْكِلَابُ تَبُولُ وَتُقْبِلُ وَتُدْبِرُ فِي الْمَسْجِدِ فِي زَمَانِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يَكُونُوا يَرُشُّونَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ. رواه البخاري
Artinya:”Biasa anjing-anjing kencing, datang dan pergi dalam masjid (Nabi saw) di zaman Rasulullah SAW. Tetapi para shahabat tidak menyiramkan sedikitpun dari yang demikian itu”. (Diriwayatkan oleh Bukhari)[7]
Perkataan biasa datang dan pergi dalam masjid memberi arti bahwa sekali-sekali anjing-anjing itu menjilat apa-apa yang ada di dalam masjid Nabi SAW itu, dan sekali-sekali ada air liur anjing yang tertumpah di dalam masjid. Semua ini tidak disiram oleh para shahabat. Nabi SAW juga tahu masuk keluarnya anjing dalam masjid itu, dan beliau tidak memerintahkan apa-apa.
Perkataan biasa yang tersebut dalam riwayat di atas nyatalah bukan sekali atau dua kali, tetapi sering. Ini menunjukkan bahwa air liur anjing itu tidak najis. Kalau sekiranya air liur anjing itu najis, tentu ada peringatan dari Nabi SAW dan ada perhatian dari para shahabat terhadap anjing yang masuk keluar masjid.

3)      Dalam Al-Qur’an surah Al-Maidah: 4, Allah SWT berfirman:
فَكُلُوا مِمَّاأَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ   (المائدة:4)

Artinya: “Maka makanlah dari apa-apa (binatang)  yang mereka (anjing-anjing itu) tangkap untuk kamu”. (Q.S Al-Maidah:4)

Firman Allah SWT di atas berhubungan dengan pemburuan binatang dengan menggunakan anjing sebagai binatang pemburunya. Anjing menangkap binatang itu adalah dengan digigitnya. Terkadang setelah binatang buruan itu mati, anjing itu membawanya kepada pemburu sambil mengigit binatang tersebut. Dengan gigitan ini sudah tentu air liur anjing itu bercampur pada daging yang digigitnya. Daging bagian gigitan anjing itu tidak disuruh untuk dicuci, tidak disuruh buang. Bahkan Allah SWT berfirman: “makanlah”. Ini menunjukkan bahwa air liur anjing itu tidak najis.

4)      Ada sebuah hadits yang bersumber dari seorang shahabat bernama ‘Adi bin Hatim:

عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قُلْتُ :يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نُرْسِلُ الْكِلَابَ الْمُعَلَّمَةَ قَالَ:((كُلْ مَا أَمْسَكْنَ عَلَيْكَ)) قُلْتُ: وَإِنْ قَتَلْنَ قَالَ:((وَإِنْ قَتَلْنَ)) رواه البخاري       

Artinya: “Dari ‘Adi bin Hatim, dia berkata: Saya berkata: Ya Rasulullah! Sesungguhnya kami melepaskan anjing yang sudah dilatih. Jawab Nabi SAW:  makanlah apa yang anjing itu tangkap untuk kamu. Aku bertanya (lagi): sekalipun anjing itu membunuh (binatang itu)? Jawab Nabi SAW: sekalipun anjing itu membunuh”. (Diriwayatkan oleh Bukhari)[8]

Sabda Nabi SAW makanlah apa yang anjing itu tangkap dan sekalipun anjing itu membunuh (binatang itu) memberi arti bahwa air liur anjing itu tidak najis.
Dalam hadits lain, yang juga bersumber dari ‘Adi bin hatim, Rasulullah SAW bersabda:

عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:((مَا أَمْسَكَ عَلَيْكَ فَكُلْ فَإِنَّ أَخْذَ الْكَلْبِ ذَكَاةٌ)) رواه البخاري

Artinya:”Dari ‘Adi bin Hatim, dia berkata: telah bersabda Rasulullah SAW: apa-apa yang anjing itu tangkap untuk kamu maka makanlah karena tangkapan itu adalah sembelihannya”. (Diriwayatkan oleh Bukhari)[9]

Dari keempat alasan yang telah penulis jelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa air liur anjing itu tidak najis.





BAB III
HUKUM BERWUDHU DENGAN AIR BEKAS JILATAN ANJING
Setelah kita mengetahui bahwa air liur anjing itu bukanlah termasuk sesuatu yang najis, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pada asalnya air pembersih yang kejatuhan air liur anjing adalah boleh dipakai.
Tetapi sebagaimana Rasulullah SAW telah memerintahkan kepada kita untuk membuang sisa air yang anjing menjilat (minum) di bejana, maka dapat difaham bahwa tidak boleh berwudhu menggunakan air bekas jilatan (minum) anjing di bejana. Sebagaimana Rasulullah SAW telah bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:((إِذَا وَلَغَ الْكَلْبُ فِي إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيُرِقْهُ ثُمَّ لِيَغْسِلْهُ سَبْعَ مِرَارٍ)) رواه مسلم
Artinya:”Dari Abi Hurairah, dia berkata: telah bersabda Rasulullah SAW: apabila anjing menjilat (isi) bejana salah seorang diantara kamu, maka hendaklah buang (isi) bejananya. Kemudian cucilah bejana tersebut tujuh kali”. (Diwirayatkan oleh Muslim)[10]

Hadits di atas menerangkan bahwa air sisa jilatan (minum) anjing di bejana, diperintah agar dibuang. Ini menunjukkan bahwa air atau benda cair tersebut tidak boleh digunakan untuk berwudhu. Tidak bolehnya kita berwudhu dengan air tersebut adalah karena ketaatan kita kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW yang menyuruh untuk membuang sisa air bekas jilatan anjing tersebut.
Namun, apabila anjing menjilat (minum) pada selain bejana maka boleh-boleh saja kita gunakan sisa air jilatan tersebut untuk berwudhu,  karena tidak ada perintah untuk membuangnya.


BAB IV
PENUTUP
4.1 kesimpulan
Maka dengan ini penulis mengambil beberapa kesimpulan, yaitu :

1.      Mubah berwudhu dengan air bekas jilatan (minum) anjing di selain bejana.
2.      Haram berwudhu dengan air bekas jilatan (minum) anjing di bejana.





DAFTAR PUSTAKA
·         Depag RI.2005.Al-Qur’anul Karim dan Terjemahannya.Bandung:Syaamil Cipta Media.
·         Al-Bukhari,Muhammad bin Ismail.1981.Shahih Bukhari.Darul Fikr.
·         An-Naisaburi,Muslim bin Hajjaj.Al-Jaamiush Shahih.Beirut:Darul Fikr.
·         At-Tirmidzi,Muhammad bin Isa.Sunan Tirmidzi.Indonesia:Maktabah Dahlan.
·         Al-Qazwiinii,Muhammad bin Yazid.Sunan Ibnu Majah.Indonesia:Maktabah Dahlan.
·         Sayyid Saabiq.1981.Fiqhus Sunnah.Beirut:Darul Fikr.
·         Munawwir,Ahmad Warson.1997.Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap.Surabaya:Pustaka Progressif.





[1] Sunan Ibnu Majah juz 1 hal.458 no.hadits 1426 bab maa jaa-a fii awwali maa yuhaasabu bihil ‘abdu ash-shalaah.
[2] Shahih Bukhari jilid 1 hal.43 bab laa tuqbalu shalaatu bighairi thuhuur.
[3] Kamus Al-Munawwir hal.1564.
[4] Fiqhus Sunnah jilid 1 hal.36
[5] Al-Jaamiush Shahih jilid 1 hal.45 no.hadits 66 bab maa jaa-a annal maa-a laa yunajjisuhu syay-u.
[6] Al-Jaamiush Shahih jilid 1 hal.162 bab hukmu wuluughil kalbi.
[7] Shahih Bukhari jilid 1 hal.51 bab idzaa syaribal kalbu fii inaa-i ahadikum falyaghsilhu sab’an..
[8] Shahih Bukhari jilid 3 hal.218 bab maa ashaabal mi’raadhu bi’ardhihi.
[9] Shahih Bukhari jilid 3 hal.218 bab at-tasmiyyatu ‘alash shaydi.
[10] Al-jaamiush Shahih jilid 1 hal.161 bab hukmu wuluughil kalbi


TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA<><><><><>Semoga Kehadiran Kami Bermanfaat Bagi Kita Bersama
banner