BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Quran, kalamullah yang dijadikan sebagai pedoman dalam setiap aspek
kehidupan umat Islam, tentunya harus dipahami secara mendalam. Pemahaman Al-Quran
dapat diperoleh dengan mendalami atau menguasai ilmu-ilmu yang tercangkup dalam
ulumul quran. Dan menjadi salah satu bagian dari cabang keilmuan ulumul quran adalah ilmu yang
membahas tentang ayat Muhkam Mutasyabbih.
Sehubungan dengan persoalan ini, Ibn
Habib An-Naisabari pernah mengemukakan tiga pendapat mengenai kaitan ayat-ayat
Al-Qur’an terhadap muhkam-mutasyabih. Pertama, seluruh ayat Al-Qur’an adalah
muhkam berdasarkan firman Allah dalam QS. Hud : 1, sebagai berikut :
“Alif
laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta
dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha
Bijaksana lagi Maha Tahu”.
Kedua,
seluruh ayat Al-Qur’an adalah mutasyabih berdasarkan firman Allah dalam QS. Az-Zumar
: 23, sebagai berikut :
“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun”.
“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun”.
Ketiga, pendapat yang paling tepat,
ayat-ayat Al-Qur’an terbagi dalam dua bagian, yaitu muhkam dan mutasyabih
berdasarkan firman Allah dalam QS.‘Ali Imran:7, sebagai berikut :
“Dia-lah yang menurunkan Al Kitab
[Al Qur’an] kepada kamu. Di antara [isi]nya ada ayat-ayat yang muhkamaat.
itulah pokok-pokok isi Al Qur’an dan yang lain [ayat-ayat] mutasyaabihaat.
Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka
mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan
untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya
melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman
kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami."
Dan tidak dapat mengambil pelajaran [daripadanya] melainkan orang-orang yang
berakal”.
Muhkam Mutasyabbih ayat hendaknya
dapat dipahami secara mendalam. Hal ini dikarenakan, dua hal ini termasuk dalam
objek yang urgen dalam kajian/pemahaman Al-Quran. Jika kita tengok dalam Ilmu
Kalam, hal yang mempengaruhi adanya perbedaan pendapat antara firqoh satu
dengan yang lainnya, salah satunya adalah pemahaman tentang ayat muhkam dan mutasyabbih. Bahasa Al-Quran ada kalimat yang jelas (muhkam) dan yang belum jelas
(mitasyabih), hingga dalam penafsiran Al-Quran (tentang ayat muhkam
mutasyabih-red) terdapat perbedaan-perbedaan.
B. Rumusan
Masalah
1. Apakah
Pengertian Dari Muhkam dan Mutsyabih?
2. Macam Macam Ayat Mutasyabihat
3.Bagaimana Sikap Para Ulama Terhadap Ayat Muhkam dan
Mutasyabih?
4.Definisi-Definisi Para
Ulama Tidak Saling Kontradiksi
5.
Apa Sajakah
Hikmah Keberadaan Ayat-ayat Mutasyabihat Dalam Al-Qur’an?
C. Tujuan
Penulisan Makalah
Laporan ini disusun dengan tujuan
untuk memenuhi tugas makalah mata kuliah Studi Keislaman 1. Kami berharap
laporan ini juga dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan tentang bagaimana
ayat yang termasuk dalam Muhkam dan Mutasyabih. Dengan adanya makalah ini
semoga dapat membantu pembaca untuk memahami hal-hal sebagai berikut :
- Dapat mengetahui pengertian dari Muhkam dan Mutasyabih.
2. Mengetahui macam macam ayat Mutasyabihat
- Dapat mengetahui bagaimana sikap para ulama terhadap adanya ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih
- Definisi-definisi para ulama tidak saling Kontradiksi
- Dapat memahami hikmah dari adanya Muhkam dan Mutasyabih.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Muhkam dan Mutasyabih
Secara etimologi (bahasa), muhkam
artinya suatu ungkapan yang maksud makna lahirnya tidak mungkin diganti atau
diubah (ma ahkam Al-murad bib’an al-tabdil wa at-taghyir). Adapun
mutasyabih adalah ungkapan yang maksud makna lahirnya samar (makhafiya bi
nafs Al-lafzh).[1] Muhkam berasal dari kata
Ihkam, yang berati kekukuhan, kesempurnaan, keseksamaan, dan pencegahan.
Sedangkan secara terminologi, Muhkam berarti ayat-ayat yang jelas
maknanya, dan tidak memerlukan keterangan dari ayat-ayat lain. Kata Mutasyabih
berasal dari kata tasyabuh, yang secara bahasa berarti keserupaan dan
kesamaan yang biasanya membawa kepada kesamaran antara dua hal. Tasyabaha,
Isytabaha sama dengan Asybaha (mirip, serupa, sama) satu dengan yang
lain sehingga menjadi kabur, tercampur. Sedangkan secara terminoligi Mutasyabih
berarti ayat-ayat yang belum jelas maksudnya, dan mempunyai banyak kemungkinan
takwilnya, atau maknanya yang tersembunyi, dan memerlukan keterangan tertentu,
atau hanya Allah yang mengetahuinya
Menurut Dr.
Amir Aziz, Muhkam adalah ayat yang bisa dilihat pesannya dengan gamblang
atau dengan melalui ta’wil (mengandung pengertian lebih dari satu). Sedangkan Mutasyabihat
adalah ayat-ayat yang pengertiannya hanya diketahui oleh Allah. Misalnya saat
datangnya hari kiamat dan huruf tahajji (huruf yang terdapat pada awal
surat).
Menurut Ibnu
Abbas, Muhkam adalah ayat yang penakwilannya hanya mengandung satu makna.
Sedangkan Mutasyabihat adalah ayat yang mengandung pengertian
bermacam-macam.
Menurut Imam as
Suyuthi muhkam adalah suatu yang jelas artinya, sedangkan mutasyabih
adalah sebaliknya.
Menurut Manna’
Al Qaththan, Muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara
langsung tanpa memerlukan keterangan lain. Sedangkan Mutasyabih tidak
seperti itu, ia memerlukan penjelasan dengan menunjuk kepada ayat lain.
Orang bisa saja
mengatakan, bahwa semua ayat Al-Qur’an adalah Muhkamat apabila yang di
maksud adalah keindahan. Karena ayat Al-Qur’an itu indah dan tersusun rapi.
Allah berfirman:
كِتَبٌ
اُحْكِمَتْ ايتُهُ . . .
“(Inilah) suatu
kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi . . .”
Dan orang pun
bisa saja mengatakan bahwa semua ayat Al-Qur’an Mutasyabihat, jika yang
dimaksud adalah kesamaan tingkatan i’jaz (mu’jizat yang tidak tertandingi)
dalam kefasihan bahasa, sehingga sulit untuk ditangkap kelebihan antara satu
bagian dengan bagian lainnya.[2]
Dari
pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Muhkam
adalah ayat yang sudah jelas baik lafadz maupun maksudnya, sehingga tidak
menimbulkan keraguan dan kekeliruan bagi orang yang memahaminya. Sedangkan Mutasyabih
adalah merupakan kumpulan ayat-ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an yang masih
belum jelas maksudnya, hal itu dikarenakan ayat mutasyabih bersifat mujmal
(global) dia membutuhkan rincian lebih dalam dan pentakwilan. Termasuk kategori
ayat mutasyabihat adalah ayat-ayat yang mempunyai arti sifat seperti جَاءَ ,اِسْتَوَي , اليَدُّ,الوَجْهُ dan lain sebagainya.
Dengan kata
lain, muhkam adalah ayat yang maknanya rasioanal, artinya dapat memahami
pengertian ayat dengan akal, sedangkan mutasyabihat adalah ayat yang
maknanya tidak dapat diirasionalkan, artinya tidak dapat diterima atau dipahami
pengertian ayat dengan akal. Misalnya, bilangan raka’at dalam shalat lima waktu. Demikian
juga penetapan syaum yang dijatuhkan pada bulan Ramadlan, bukan bulan
Sya’ban atau Muharram.[3]
Kita dapat
mengatakan, semua ayat Al-Qur’an adalah muhkam (kuat, kokoh, rapi, indah
susunannya dan sama sekali tidak mengandung kelemahan baik dalam hal lafaz,
rangkaian kalimat maupun maknanya). Berdasarkan makna itulah Allah berfirman:
“Kitab yang
ayat-ayatnya tersusun rapi”(Hud:1)
Dan juga kita
dapat mengatakan, semua ayat Al-Qur’an Mutasyabih (kesamaan)
ayat-ayatnya dalam hal balaghah dan i’jaz serta dalam hal kesukaran
membedakan yang afdhal. Berdasarkan itulah Allah berfirman:
“Allah telah
menurunkan tutur kata (berupa) kitab (Al-Qur’an) yang serupa (mutu
ayat-ayat-Nya), lagi berulang-ulang” (az-Zumar: 23)
Dengan demikian
muhkam (jelas), yang termasuk ayat Muhkam ialah ayat yang terang
makna serta lafaznya yang diletakkan untuk suatu makna yang kuat dan cepat di
pahami. Sedangkan Mutasyabih (tidak jelas), ialah ayat-ayat yang
bersifat mujmal (global), yang mu’awwal (memerlukan ta’wil) dan
yang musykil (sukar dipahami). Sebab, ayat-ayat yang mujmal membutuhkan
rincian, ayat-ayat yang mu’awwal baru diketahui maknanya setelah di
ta’wilkan, dan ayat-ayat yang musykil samar maknanya dan sulit dimengerti.[4]
Dari penjelasan di atas, sudah dapat
disimpulkan bahwa inti pengertian dari ayat-ayat muhkam adalah ayat-ayat yang
maknanya sudah jelas, tidak samar lagi dan tidak menimbulkan pertanyaan jika
disebutkan. Yang
termasuk dalam kategori ayat-ayat muhkam itu nash (kata yang menunjukkan
sesuatu yang dimaksud dengan terang dan tegas) dan zhahir (makna lahir). Adapun
pengertian dari ayat-ayat mutasyabih adalah ayat-ayat yang maknanya belum
jelas. Yang termasuk dalam kategori ayat-ayat mutasyabih adalah mujmal (global), mu’awwal
(harus ditakwil), musykil, dan mubham (ambigius).
B. Macam Macam Ayat Mutasyabihat
Menurut Abdul Jalal, macam-macam ayat Mutasyabihat ada tiga
macam:[5]
1) Ayat-ayat Mutasyabihat yang tidak
dapat diketahui oleh seluruh umat manusia, kecuali Allah SWT. Contoh:
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا
يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci
semua yang ghaib, tak ada yang mengetahuinya, kecuali Dia sendiri” (QS. al-An’am : 59)
2) Ayat-ayat yang Mutasyabihat yang
dapat diketahui oleh semua orang dengan jalan pembahasan dan pengkajian yang
mendalam. Contoh: pencirian mujmal, menentukan mutasyarak, mengqayyidkan yang
mutlak, menertibkan yang kurang tertib.
3) Ayat-ayat Mutasyabihat yang hanya
dapat diketahui oleh para pakar ilmu dan sains, bukan oleh semua orang, apa
lagi orang awam. Hal ini termasuk urusan-urusan yang hanya diketahui Allah SWT
dan orang-orang yang rosikh (mendalam) ilmu pengetahuan.
C. Sikap Para Ulama Terhadap Ayat Muhkam dan Mutasyabih
Para ulama juga berlainan paham
mengenai kemuhkaman Al-Qur’an dan kemutasyabihatannya. Sebab dalam Al-Quran ada
ayat-ayat yang menerangkan bahwa semua Al-Quran itu muhkam, seperti surah Hud
ayat 1, dan ada pula ayat-ayat yang menjelaskan bahwa semuanya mutasyabih,
seperti ayat 23 surah
Az-Zumar. Sebagaimana ada juga ayat-ayat
yang menjelaskan ada sebagian Al-Quran yang muhkam dan sebagian lain
mutasyabih, seperti ayat 7 surah Ali Imran. Ada tiga pendapat para ulama
mengenai masalah tersebut, sebagai berikut:
- Pendapat pertama berpendirian, bahwa semua Al-Qur’an itu muhkam, berdasarkan ayat 1 surah Hud: كِتبٌ أُحْكِمَتْ آيتُهُ (suatu Kitab yang ayat-ayatnya tersusun rapih).
- Pendapat kedua mengatakan, bahwa Al-Qur’an itu seluruhnya mutasyabihat, dalam arti yang saling bersesuaian yang sebagian dengan bagian yang lain. Hal ini berdasarkan ayat 23 surah Az-Zumar:
اَللهُ نَزَّلَ اَحْسَنَ الْحَدِيْثِ
كِتَابًامُتَشَابِهًامَثَانِيَ تَقْشَعِرًّ مِنْهُ جُلُوْدُ الَّذِيْنَ يَخْشَوْنَ
رَبَّهُمْ
Artinya: “Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik
(yaitu) Al-Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang ulang. Gemetar
karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya.”
- Pendapat ketiga mengatakan, bahwa Al-Qur’an itu terdiri dari dua bagian, yakni muhkam dan mutasyabih. Pendapat ini berdasarkan ayat 7 surah Ali Imran.
Jika dilihat sepintas, seolah-olah
hanya pendapat ketiga yang benar dan sesuai dengan kenyataan yang ada dalam Al-Qur’an.
Tetapi jika diamati secara seksama, sebenarnya semua pendapat itu benar dan
sesuai dengan kenyataan yang ada dalam Al-Qur’an itu. Sebab ketiga itu ada
dalilnya dalam Al-Qur’an, dan semuanya juga benar cara istidhal masing-masing.
Yang berbeda hanya orientasi pendapat masing-masing.
Berdasarkan sumber lain menyebutkan,
para ulama berbeda pendapat tentang apakah arti ayat-ayat mutasyabih dapat
diketahui oleh manusia, atau hanya Allah saja yang mengetahuinya. Terdapat dua
pendapat berbeda, yang bersumber pada QS. ‘Ali Imran : 7.
Pendapat Pertama mengatakan bahwa
ayat mutasyabih dapat diketahui oleh orang-orang yang mendalami ilmunya. Itu
artinya manusia pun dapat memahami arti dari ayat mutasyabihat jika memang
menguasai ilmunya. Hanya sedikit ulama yang berpihak kepada pendapat pertama
ini. Salah satu ulama, Imam An-Nawawi dalam Syarah Muslim menyetujui pendapat
ini dan mengatakan bahwa pendapat inilah yang paling shahih karena tidak
mungkin Allah memberikan ketentuan kepada hamba-Nya dengan uraian yang tidak
ada jalan untuk mengetahuinya.
Pendapat Kedua mengatakan bahwa ayat
mutasyabih hanya diketahui oleh Allah, sementara orang-orang yang mempelajari
ilmunya hanya mengimaninya. Sebagian besar sahabat, tabi’in, generasi
sesudahnya, terutama Ahlussunnah berpihak kepada pendapat kedua ini, seperti
sebuah riwayat yang dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim yang bersumber dari
Aisyah yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda ketika mengomentari
QS. ‘Ali Imron ayat 7 : “Jika engkau menyaksikan orang-orang yang mengikuti
ayat-ayat mutasyabih untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya,
orang itulah yang dicela Allah, maka berhati-hatilah menghadapi mereka.”
D. Definisi-Definisi Para Ulama
Tidak Saling Kontradiksi
Setelah menyebutkan beberapa
pendapat tentang muhkam dan mutasyabih, Syaikh al-Zarqani
mengatakan bahwa tidak ada kontradiksi dalam pendapat-pendapat yang bahkan
masing-masing pendapat saling mendekati satu sama lain dan terlihat mirip.[6]
Saat diketahui bahwa al-Qur’an dari
satu sisi, muhkam seluruhnya dan mutasyabih seluruhnya, disisi
lain al-Qur’an muhkam sebagian dan mutasyabih sebagian, maka
lahirlah pengelompokan muhkam dan mutasyabih kepada dua kelompok,
muhkam dan mutasyabih ‘am dan muhkam dan mutasyabih
khash.
Tidak ada perbedaan pandangan ulama
mengenai muhkam dan mutasyabih ‘am, sedang pada muhkam dan
mutasyabih khash ada beberapa perbedaan defenisi baik secara redaksi
maupun makna. Misalkan, muhkam adalah nasikh dan mutasyabih
adalah mansukh, yang lain mengatakan bahwa ayat-ayat muhkam
maksudnya adalah ayat-ayat yang diamalkan, seperti ayat yang me-nasakh
atau ayat yang menetapkan sebuah hukum, sedang mutasyabihat adalah
ayat-ayat al-Qur’an yang tidak diamalkan yang ayat-ayat yang di-nasakh.
Melihat kenyataan ini, perlu
diberikan wadah-wadah khusus untuk masing-masing definisi hingga tercapai apa
yang diisyaratkan oleh al-Zurqani.
Dari definisi-definisi yang telah
disebutkan, muhkam adalah lawan dari mutasyabih, hingga terlihat
senantiasa berpasangan, kecuali pada beberapa definisi, ketidak berpasangan
lebih terlihat jelas pada definisi yang dibawakan oleh Ibnu al-Jauzi, delapan
definisi untuk muhkam dan tujuh untuk mutasyabih. Ini adalah
salah satu kendala yang mungkin mempersulit pengkompromian berbagai definisi.
E. Hikmah Keberadaan Ayat-ayat Muhkamat
dan ayat ayat Mutasyabihat Dalam Al-Qur’an
Dalam pembahasan ini perlu dijelaskan hikmah ayat-ayat
muhkam lebih dahulu sebelum menerangkan hikmah ayat-ayat mutasyabihat.[7]
Hikmah Ayat-Ayat Muhkamat
a.
Menjadi
rahmat bagi manusia, khususnya orang kemampuan bahasa Arabnya lemah. Dengan
adanya ayat-ayat muhkam yang sudah jelas arti maksudnya, sangat besar arti dan
faedahnya bagi mereka.
b. Memudahkan bagi manusia mengetahui
arti dan maksudnya. Juga memudahkan bagi mereka dalam menghayati makna
maksudnya agar mudah mengamalkan pelaksanaan ajaran-ajarannya.
c.
Mendorong
umat untuk giat memahami, menghayati, dan mengamalkan isi kandungan Al-Quran,
karena lafal ayat-ayatnya telah mudah diketahui, gampang dipahami, dan jelas
pula untuk diamalkan.
d. Menghilangkan kesulitan dan
kebingungan umat dalam mempelajari isi ajarannya, karena lafal ayat-ayat dengan
sendirinya sudah dapat menjelaskan arti maksudnya, tidak harus menuggu
penafsiran atau penjelasan dari lafal ayat atau surah yang lain.
Hikmah Ayat-Ayat Mutasyabihat
a)
Memperlihatkan
kelemahan akal manusia. Akal sedang dicoba untuk meyakini keberadaan ayat-ayat
mutasyabih sebagaimana Allah memberi cobaan pada badan untuk beribadah. Seandainya
akal yang merupakan anggota badan paling mulia itu tidak diuji, tentunya
seseorang yang berpengetahuan tinggi akan menyombongkan keilmuannya sehingga
enggan tunduk kepada naluri kehambaannya. Ayat-ayat mutasyabih merupakan sarana
bagi penundukan akal terhadap Allah karena kesadaraannya akan ketidakmampuan
akalnya untuk mengungkap ayat-ayat mutasyabih itu.
b) Teguran bagi orang-orang yang
mengutak-atik ayat-ayat mutasybih. Sebagaimana Allah menyebutkan wa ma
yadzdzakkaru ila ulu al-albab sebagai cercaan terhadap orang-orang yang
mengutak-atik ayat-ayat mutasyabih. Sebaliknya Allah memberikan pujian bagi
orang-orang yang mendalami ilmunya, yakni orang-orang yang tidak mengikuti hawa
nafsunya untuk mengotak-atik ayat-ayat mutasyabih sehingga mereka berkata
rabbana la tuzighqulubana. Mereka menyadari keterbatasan akalnya dan
mengharapkan ilmu ladunni.
c)
Membuktikan
kelemahan dan kebodohan manusia. Sebesar apapun usaha dan persiapan manusia,
masih ada kekurangan dan kelemahannya. Hal tersebut menunjukkan betapa besar
kekuasaan Allah SWT, dan kekuasaan ilmu-Nya yang Maha Mengetahui segala
sesuatu.
d) Memperlihatkan kemukjizatan
Al-Quran, ketinggian mutu sastra dan balaghahnya, agar manusia menyadari
sepenuhnya bahwa kitab itu bukanlah buatan manusia biasa, melainkan wahyu
ciptaan Allah SWT.
e)
Mendorong
kegiatan mempelajari disiplin ilmu pengetahuan yang bermacam-macam
BAB III
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Muhkam adalah ayat yang memberikan
makna yang jelas dan dapat dijangkau oleh pemahaman akal. Sedangkan mutasyabih
adalah ayat yang memberikan makna yang tidak jelas, tidak dapat berdiri sendiri
dan membutuhkan keterangan yang lain.
Maka
adanya ayat-ayat muhkamat, dapat memudahkan bagi manusia mengetahui arti dan
maksudnya. Juga memudahkan bagi mereka dalam menghayati makna maksudnya agar
mudah mengamalkan pelaksanaan ajaran-ajarannya. Serta mendorong umat untuk giat
memahami, menghayati, dan mengamalkan isi kandungan Al-Quran, karena lafal
ayat-ayatnya telah mudah diketahui, gampang dipahami, dan jelas pula untuk
diamalkan
Para ulama berbeda terhadap adanya
ayat-ayat muhkam dan mutasyabih. Sebagian ulama berpendapat bahwa ayat
mutasyabih tidak dapat diketahui kecuali hanya oleh Allah. Mereka mencoba
mengembalikan ayat mutasyabih kepada ayat muhkam.
Hikmah adanya ayat-ayat mutasyabihat
adalah dengan adanya ayat-ayat mutasyabihat, membuktikan kelemahan dan
kebodohan manusia. Sebesar apapun usaha dan persiapan manusia, masih ada
kekurangan dan kelemahannya. Hal tersebut menunjukkan betapa besar kekuasaan
Allah SWT, dan kekuasaan ilmu-Nya yang Maha Mengetahui segala sesuatu.
DAFTAR PUSTAKA
Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an, cet. 3, (Bandung:
Pustaka Setia, 2012)
Kamaluddin Marzuki, Ulumul Qur’an, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 1992),
Dr. Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur’an,
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996)
Abdul Jalal, Ulumul Quran, (Surabaya: Dunia
Ilmu, 2008)
Zainal
Abidin S, Seluk Beluk Al-Qur’an, (Jakarta: Penerbit Renika Cipta, 1992),