10/12/17

Nasikh Wal Manskh

BAB I
PENDAHULUAN
        Dalam rangka untuk meningkatkan berbagai macam pengetahuan terutama ilmu keislaman,  pada kesempatan ini kami melakukan pembahasan masalah Nasikh wal mansukh.  Materi ini di angkat sebagai bahan untuk menyelesaikan tugas Al Hadist, tugas ini sangat menarik sehingga dengan senang hati tugas ini kami kerjakan.
       Masalah Nasikh wal mansukh merupakan bab yang baru saya ketahui sehingga untuk menjelaskan banyak sekali kekurangan.
     Untuk itu saran dan perbaikan dalam makala ini sangat saya harapkan.

BAB II
Dalam penjelasan masalah Nasikh wal manskh  agar berurutan dan fokus pada masalah maka akan saya berikan rumusan masalah sebagai berikut : 
1. Apa Pengertian  Nasikh wal manskh
Bagaimana dasar dasar penetapan nasikh dan mansukh.
3.      Apa saja rukun dan syarat nasikh
4.      Cara Mengetahui Nasikh 
5.      Bentuk bentuk dan macam macam nasikh dan mansukh 

 BAB III
PEMBAHASAN
I.     Apa Pengertian  Nasikh wal mansukh
Nasikh secara etimologi yaitu menghapus /mengganti/memindahkan/mengutip. Sedangkan secara termologi nasikh berarti menghapus hukum syara’dengan dalil syara yang datang kemudian , dengan catatan kalau sekiranya tidak ada nasikh itu tentulah hukum yang pertama akan tetap berlaku [1].seperti terlihat dalam surat Al Baqoroh ayat 106.sebagai berikut:
106. Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu? [2].
Mansukh secara etimologi yaitu sesuatu yang diganti, sedangkan secara terminologi, mansukh berarti hukum syara’ yang menempati posisi awal, yang belum diubah dan diganti dengan hukum syara’ yang datang kemudian.
Arti nasikh mansukh dalam istilah fuqoho anatara lain :
1.      Membatalkan hukum yang telah diperoleh dari nas yang telah lalu dengan suatu nas yang baru datang seperti cegahan terhadap ziarah kubur oleh nabi lalu nabi membolehkannya.
2.      Mengangkat nas yang umum, atau membatasi kemutlakan nas seperti :
a. Surat Al Baqoroh ayat 228.
wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri ( menunggu ) tiga kali quru.[3]
b.      Surat Al-Ahzab ayat 49;

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya.
     Yang dimaksud dengan mut'ah di sini pemberian untuk menyenangkan hati isteri yang diceraikan sebelum dicampuri. Nas yang pertama umum; termasuk didalamnya istri yang sudah didukul(dicampuri) dan yang belum. Sedang nas yang kedua khusus tertuju pada istri yang belum didukhul.
II.  Bagaimana dasar dasar penetapan nasikh dan mansukh.
Dasar- Dasar Penetapan Nasikh dan Mansukh
1.      Melalui pentransmisian yang jelas (An-naql Al-sharih ) dari Nabi atau para sahabatnya, seperti hadis: 
Artinya:Aku dulu melarang kalian berziarah kubur, sekarang berziarahlah
2.      Melalui kesepakatan umat bahwa ayat ini nasikh dan ayat itu mansukh
3.      Melalui studi sejarah, mana ayat yang lebih belakang turun, sehingga disebut nasikh, dan mana yang duluan turun, sehingga disebut mansukh
4.      Al-Qaththan menambahkan bahwa nasikh tidak bisa ditetapkan melalui prosedur ijtihad, pendapat ahli tafsir, karena adanya kontradiksi antara beberapa dalil bila dilihat dari lahirnya, atau belakangnya keislaman salah seorang dari pembawa riwayat.
III.  Apa saja rukun dan syarat nasikh
Terjadinya Nasikh-Mansukh mengharuskan adanya syarat-syarat berikut :
1. Hukum yang mansukh adalah hukum syara:[4], (Titah Allah dan sunnah Rosulullah) yang berhubungan dengan perbuatan orang mukallaf, baik secara mewajibkan, melarang atau menyuruh memilih.bukan hukum lain,( seperti hukum akal atau hukum buatan manusia)
2.   Adanya dalil baru yang mengganti (nasikh) harus setelah ada tenggang waktu dari dalil hukum yang pertama (mansukh). ( Al-Qur’an, hadist, ijma, dan kias) Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (QS-.An-nisa’ 59).  Tidak boleh dalil berupa dalil akal.
3.   Antara dua dalil nasikh dan mansukh harus ada pertentangan yang nyata (kontradiktif).
4.   Dalil yang mengganti (nasikh) harus bersifat mutawatir.
IV.  Cara Mengetahui Nasihk
Ada tiga cara untuk mengetahui ketentuan dalil yang datang duluan atau kemudian, yaitu sebagai berikut:
1.      Dalam salah satu dalil nashnya harus ada yang menentukan datangnya belakangandari dalil yang lain Contohnya: (QS. Al-Mujadilah 13, dan QS. Al-Anfaal 66).
2.      Harus ada kesepakatan (Ijma’) para imam pada suatu masa dari sepanjang waktu yang menetapkan, bahwa salah satu dari dalil itu datang lebih dulu, maksudnya, jika ketentuan dalil itu dapat diketahui dali kalimat-kalimat dalil itu sendiri, maka harus ada Ijma’ para Ulama’yang menetapkan hal tersebut.dari dalil yang lain. Contohnya: (QS. Al-Mujadilah 13, dan QS. Al-Anfaal 66).
3.      Harus ada riwayat shohih dari salah seorang sahabat yang menentukan mana yang lebih dahulu dalil nash yang saling bertentangan tadi
V.    Bentuk bentuk dan macam macam nasikh dan mansukh.
1.      Pendapat Para Ulama’tentang Nasahk Dilingkungan para ulama’ dari berbagai agama, ada beberapa pendapat mengenai nasahk, di antaranya:
a.    Secara akal dapat terjadi dan secara sama’I telah terjadi. Pendapat ini merupakan Ijmak kaum mulimin, tidak ada perselisian diantara para ulama’ tentang di perbolehkannya nashk dalam Al-Qur’an dan hadist. Atas dasar firman Allah dalam QS. Al-Baqoroh 106)
Artinya: “Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?
b.   Menurut orang nasarani dan yahudi Tidak mungkin terjadi menurut akal maupun pandangan. pendapat ini dari seluruh orang Nasrani masa sekarang. Yang selalu menyerng Islam dengan dalih “nasahk” ini
Nasahk itu menurut akal mungkin terjadi tetapi menurut syara’ dilarang. pendapat ini merupakan pendirian golongm inaniyah dari kaum yahudi dan pendirian Abu Muslim Al-Asfihani. Mereka mengakui terjadnya nasahk itu menurut logika, tetapi mereka mengatkan nasahk dilarang dalam syara’. Dengan dalil QS. Fusilat: 42
Artinya: “Yang tidak datang kepadanya (Al Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.
Mereka menganggap (menafsirkan) ayat ini bahwa Al-Qur’an itu tidak batal/ tidak di hapus selamanya, padahal maksud ayat tersebut bahwa tidak ada kitab-kitab lain sebelumnya yang membatalkan, dan juga akan ada kitab setelah Al-Qur’an yang menghapuskan hukum-hukumnya
2.   Dalil-dalil yang Membolehkan Nasakh
Untuk berikut akan lebih jelasnya di terangkan dalil-dalil baik dalil sam’I maupun dalil aqli.
Dalam kitab-kitab banyak ayat-ayat yang memperbolehkan nasakh, antara lain.
1.      Dalam kitab taurot disebutkan : bahwa Allah membolehkan nabi adam mengawinkan anak laki-laki beliau dengan anak perempuan beliau tapi kemudian Allah mengharamkam kepada nabi-nabi yang lain.
2.      Dalam buku pertama kitab taurot disebutkan, bahwa Allah menghalalkan semua jenis binatang kepada Nabi Nuh a.s. dan anak cucunyaa, kemudian Allah mengharamkan berbagai binatang kepada ahli syari’at yang lain
Dalam Al-Qur’an juga terdapat ayat-ayat yang memperbolehkan nasahk, diantaranya adalah: Al-Baqoroh ayat 106, An-Nahl ayat 101,Ar-Ra’du 39

Artinya: “Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh).
3.      Nasahk juga di benarkan oleh akal pikiran manusia, menurut akal manusia nasahk itu tidak terlarang, karena akal tidak menganggap mustahil terjadinya nasakh. Sebab nasahk itu atas dasar kebijaksanaan Allah SWT. Yang maha mengetahui kemaslahatan hambanya pada sewaktu-waktu.
Macam-Macam Nasahk dan jenisnya.
4.      Adapun jenis-jenis Nasakh ada empat, yaitu:
a.    Nasakh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an (Naskhul Qur’aani bil Qur’aani). Jenis Nasakh ini telah dipakai oleh orang yang menyetujui Nasakh mengenai kebolehan terjadinya Nasakh
b.   Nasakh Al-Qur’an dengan Sunnah (Naskhul Qur’aani bis Sunnah). Nasakh Al-Qur’an dengan sunnah ini boleh baik ahad maupun mutawatir. Namun jumhur ulama’ tidak memperbolehkan Nasakh menggunakan Hadist ahad karena Al-Qur’an diturunkan secara mutawatir dan memberi faedah yang meyakinkan. Sedangkan Hadist ahad memberi faedah yang dzanni (dugaan)
c.    Nasakh Sunnah dengan Al-Qur’an (Naskhul Sunnah bil Qur’aani). Nasakh ini menghapuskan hukum yang ditetapkan berdasarkan dengan Al-Qur’an. Nasakh jenis lni diperbolehkan oleh jumhur ulama’.
d.   Nasakh Sunnah dengan Sunnah ((Naskhul Sunnah bis Sunnah), yaitu hukum yang ditetapkan berdasarkan dalil sunnah di Nasakh dengan dalil sunnah pula
5.   Urgensi Mempelajari Nasikh dan Mansukh
      Ilmu nasikh-mansukh dalam penggalian ajaran dan hukum Islam dalam al-Quran sangat penting untuk mengetahui proses tshri’ (penetapan dan penerapan hukum) Islam sejalan dengan dinamika kebutuhan masyarakatnya yang selalu berubah, sejauhmana elastisitas ajaran dan hukumnya, serta tersebut sejauhmana perubahan hukum itu berlaku. Disamping itu untuk menelusuri tujuan ajaran, dan illat hukum (alasan ditetapkannya suatu hukum), sehingga suatu hukum dan ajarannya boleh diberlakukan secara longgar dan ketat sebagaimana hukum asalnya sesuai kondisi yang mengitarinya atas dasar tujuan ajaran dan illat hukum.















BAB III
PENUTUP

A.     Simpulan

     Nasikh yaitu menghapus suatu hukum syara’ dengan dalil syara’ yang datang kemudian. Sedangkan mansukh yaitu hukum syara’ yang menempati posisi awal, yang belum diubah dan belum diganti dengan hukum syara’ yang datang kemudian.
     Ada dua pendapat para ulama tentang teori nasikh-mansukh yaitu ada yang mendukung atau setuju dan ada yang menolak atau tidak setuju jika terdapat nasikh dan mansukh didalam al-Quran.
     Urgensi mempelajari nasikh dan mansukh adalah  untuk mengetahui proses tashri’ (penetapan dan penerapan hukum) Islam dan untuk menelusuri tujuan ajaran, serta illat hukum (alasan ditetapkannya suatu hukum).
B.      Saran    
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan makalah berikutnya.



DAFTAR PUSTAKA

Abdul HA, Djalal, H. Prof., Dr. 2000. Ulumul Qur’an (Edisi Lengkap). Surabaya : Dunia Ilmu.
AL-Khattan, Manna’ Khalil. 2006. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa
Ash-Shiddieqy, Teungku M. Hasbi. 2000. Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an dan Tafsir. Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra
Chirzin, Muhammad. 1998. Al-Qur’an Dan Ulumul Qur’an. Jakarta : Dana Bhakti Prima Yasa.
DEPAG. 2002. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta
Denffer, Ahmad. 1988. Ilmu Al-Qur’an. Jakarta : Rajawali.
Syaikh Muhammad Bin Sholel al Utsaimin. 2004. Pengantar Ilmu Tafsir. Jakarta : Darus Sunnah Press.
Tim Penyusun MKD. 2011. Studi Al-Qur’an. Surabaya: IAIN Sunan Ampel


[1]Tim Penyusun MKD , Studi Al Qur’an, (Surabaya , IAIN Sunan Ampel,211, hal , 134.
[2], DEPAG,Al-Qur’an dan Tarjamahnya, Jakarta, 2002, Hal.20
[3]. Quru’ dapat di artikan suci atau haid.
[4].AL-Khattan, Manna’ Khalil, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa,     2006), hlm. 327

1 comment:

Anonymous said...

Izin share pak


TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA<><><><><>Semoga Kehadiran Kami Bermanfaat Bagi Kita Bersama
banner