Antara Tantangan dan Harapan
Kaderisasi adalah ruh organisasi. Tanpa kaderisasi yang hidup, organisasi perlahan akan menjadi tubuh besar yang rapuh, kehilangan jiwa, kehilangan arah, dan akhirnya tinggal sejarah. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak organisasi, termasuk organisasi kepemudaan Islam, sedang mengalami krisis kaderisasi. Kader sedikit, militansi menurun, loyalitas memudar, dan regenerasi tak berjalan baik.
Apa sebenarnya yang sedang terjadi? Dan bagaimana jalan keluarnya?
Fenomena Krisis Kaderisasi
Krisis kaderisasi bukan sekadar soal jumlah. Ini soal kualitas, orientasi, dan kejelasan arah. Beberapa tanda krisis kaderisasi yang umum terjadi antara lain:
1. Minimnya Kader Baru
Beberapa organisasi kesulitan merekrut anggota baru. Kegiatan pelatihan banyak yang sepi peminat. Ini menunjukkan bahwa kaderisasi belum menyentuh kebutuhan generasi muda saat ini.
2. Kader Tidak Loyal dan Tidak Bertahan Lama
Banyak kader yang aktif hanya ketika ikut pelatihan, lalu menghilang. Mereka tak merasa punya keterikatan emosional dan spiritual dengan organisasi.
3. Kader Tidak Tumbuh dan Berkembang
Kader ikut kegiatan, tapi tidak berkembang dalam ide, keahlian, atau kontribusi. Kegiatan lebih bersifat seremonial ketimbang edukatif dan transformatif.
4. Kaderisasi Gagal Mencetak Pemimpin
Akibatnya, ketika masa kepemimpinan berakhir, organisasi kelimpungan mencari pengganti. Tak ada stok kader yang siap mengambil tongkat estafet.
Mengapa Ini Terjadi?
Krisis kaderisasi tidak muncul begitu saja. Ada sejumlah penyebab utama:
🔹 Kaderisasi Tidak Menyentuh Hati
Kegiatan terlalu formal, terlalu berat, dan tidak menyentuh psikologis serta spiritual kader muda. Mereka butuh pengalaman, bukan sekadar ceramah.
🔹 Ketidaksesuaian dengan Dunia Nyata
Materi kaderisasi seringkali tidak relevan dengan tantangan zaman. Kader diajarkan hal-hal abstrak tapi tak dibekali kemampuan menghadapi realita sosial, digital, dan ekonomi.
🔹 Minimnya Pendampingan Pasca-Pelatihan
Banyak kader dibiarkan berjalan sendiri usai pelatihan. Tidak ada mentoring, penguatan komunitas, atau tindak lanjut yang membuat mereka merasa dihargai dan dibimbing.
🔹 Kurangnya Keteladanan dan Komunikasi Lintas Generasi
Kader muda sering merasa tidak dekat dengan senior atau pimpinan. Tidak ada jembatan yang membuat mereka merasa diterima dan dipercaya.
Solusi Strategis Menghidupkan Kembali Kaderisasi
Mengatasi krisis kaderisasi bukan tugas satu malam. Tapi dengan langkah strategis dan konsisten, hal ini sangat mungkin diperbaiki.
1. Bangun Hubungan Emosional, Bukan Sekadar Struktur
Kader muda tidak cukup diajak ke organisasi, mereka harus diajak merasakan makna perjuangan. Ceritakan sejarah, kisah tokoh-tokoh, dan nilai-nilai luhur yang menyentuh. Jadikan kaderisasi bukan sekadar formalitas, tapi pengalaman batin.
"Kader yang kuat bukan hanya punya ilmu, tapi punya jiwa yang menyala."
2. Revitalisasi Materi dan Metode Kaderisasi
Perbarui kurikulum kaderisasi. Tambahkan materi tentang:
-
Soft skill (komunikasi publik, manajemen konflik)
-
Teknologi dan media digital
-
Ekonomi kreatif dan wirausaha
-
Tantangan sosial lokal (kemiskinan, lingkungan, anak muda urban)
Gunakan metode partisipatif: roleplay, simulasi, studi kasus, proyek lapangan.
3. Mentoring dan Komunitas Pasca-Pelatihan
Bentuk sistem pendampingan kader pasca pelatihan:
-
Satu mentor untuk 3–5 kader
-
Pertemuan rutin informal (ngopi, diskusi, kegiatan sosial)
-
Grup diskusi online atau forum ide
Dengan begitu, kader merasa didampingi, dihargai, dan punya arah.
4. Buka Ruang Aktualisasi dan Kepemimpinan
Kader muda harus diberi amanah, bahkan jika mereka belum “sempurna”. Biarkan mereka belajar sambil memimpin. Tugas senior adalah membimbing, bukan menghakimi. Berikan mereka proyek kecil, beri kepercayaan, lalu evaluasi bersama.
5. Perkuat Kolaborasi Lintas Generasi
Jembatani senior-junior. Ciptakan forum pertemuan antar-generasi. Tampilkan tokoh senior sebagai role model, bukan hanya pejabat struktural. Libatkan alumni kaderisasi dalam kegiatan dan pembinaan kader baru.
Contoh Nyata: Harapan dari Semampir, Surabaya
Di Kecamatan Semampir, Surabaya, beberapa inisiatif telah berjalan sebagai solusi krisis kaderisasi:
-
PCPM mengadakan pelatihan dengan pendekatan komunitas: santai, inklusif, dan sesuai kebutuhan remaja lokal.
-
Kegiatan dakwah digital dan aksi sosial menjadi jembatan kaderisasi informal.
-
Kolaborasi antara panti asuhan, sekolah Muhammadiyah, dan komunitas pemuda menghidupkan atmosfer pembinaan kader sejak usia dini.
Langkah-langkah ini bukan sekadar mengundang massa, tapi membangun kualitas manusia dan semangat perjuangan.
Saatnya Membenahi, Bukan Menyalahkan
Kaderisasi yang efektif bukan soal banyaknya pelatihan, tapi seberapa dalam nilai tertanam dan seberapa jauh kader mampu bertumbuh. Krisis kaderisasi adalah alarm, bukan vonis. Kita bisa memperbaiki. Asalkan ada kemauan untuk mengevaluasi, membimbing, dan membangun model baru yang relevan.
"Organisasi besar bukan ditentukan oleh banyaknya anggota, tetapi oleh kualitas dan militansi kader-kadernya." – KH Ahmad Dahlan
📚 Referensi:
-
MPK PP Muhammadiyah. Manual Kaderisasi Muhammadiyah. 2020.
-
Habib, Muhammad Fikri. Psikologi Kader dan Perubahan Sosial. UAD Press, 2021.
-
Wawancara dan observasi kegiatan kaderisasi PCPM Semampir, 2024–2025.
-
Dosen & Aktivis Muhammadiyah, Refleksi dalam Forum Nasional Pemuda, 2023.
No comments:
Post a Comment