Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar dapat digolongkan ke dalam dua golongan yaitu faktor intern yang
bersumber pada diri siswa dan faktor ekstern yang bersumber dari luar diri
siswa:
a)
Faktor yang berasal dari diri sendiri
(Internal), terdiri dari faktor fisiologis, psikologis dan kematangan.
1.
Faktor jasmaniah (fisiologis) baik yang
bersifat bawaan maupun yang diperoleh (kesehatan).
Kondisi tubuh yang lemah dapat menurunkan kualitas
ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajari kurang dipahami. Untuk
mempertahankan jasmani yang sehat maka siswa dianjurkan untuk mengkonsumsi
makanan dan minuman yang bergizi. Selain itu siswa juga dianjurkan memilih pola
istirahat dan olahraga ringan yang berkesinambungan.
Tingkat kesehatan indera pendengar
dan indera penglihat juga mempengaruhi siswa dalam menyerap informasi dan
pengetahuan. Untuk mengatasi kemungkinan timbulnya masalah mata dan telinga,
maka sebaiknya guru bekerjasama dengan sekolah untuk memperoleh bantuan
pemeriksaan rutin dari dinas kesehatan. Kiat lain adalah menempatkan siswa yang
penglihatan dan pendengarannya kurang sempurna di deretan bangku terdepan
secara bijaksana.[1]
Kemampuan organ-organ khusus siswa, seperti
tingkat kesehatan indera pendengar dan indera penglihat, juga mempengaruhi
kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang
disajikan dikelas. Daya pendengaran dan penglihatan siswa yang rendah,
umpamanya akan menyulitkan sensory register dalam menyerap item-item
informasi yang bersifat echoic dan econic (gema dan citra).
Akibat negatife selanjutnya terhambatnya proses informasi yang dilakukan oleh
sistem memori siswa tersebut.[2]
2.
Faktor psikologis, (faktor yang bersifat rohani)
baik yang bersifat bawaan (kesehatan mental) maupun yan diperoleh (intelegensi,
perhatian, sikap siswa, bakat, minat, motivasi).
a.
Intelegensi Menurut William Stern, Intelegensi
adalah kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan
alat-alat berpikir yang sesuai dengan tujuannya.[3] Tingkat
intelegensi siswa sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Semakin
tinggi ke mampuan intelegensi siswa maka semakin besar peluangnya meraih
sukses, demikian pula sebaliknya. Siswa yang mempunyai IQ yang tinggi biasanya
memperlihatkan performa yang baik di sekolah, kita tidak boleh membuat
kesimpulan secara meyakinkan bahwa prestasi belajar mereka yang tinggi
disebabkan oleh intelegensinyasaja, intelegensi mungkin memainkan
peran penting terhadap prestasi sekolah, namun banyak faktor lain yang juga
turut terlibat yaitu motivasi, mutu pengajara, fasilitas dalam keluarga,
dukungan orang tua, harapan teman-teman sebaya dan sebagainya.[4]
b.
Perhatian. Gazali dalam slameto (1991)
menyatakan bahwa perhatian merupakan keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa
itupun semata-mata tertuju kepada suatu objek atau benda-benda atau sekumpulan
objek. Untuk memperoleh hasil belajar yang baik maka guru harus mengusahakan
bahan pelajaran yang menarik perhatian sesuai dengan hobi dan bakatnya. Proses
timbulnya perhatian ada dua cara, yaitu perhatian yang timbul dari keinginan
(volitional attention) dan bukan dari keinginan atau tanpa kesadaran kehendak
(nonvolitional attention).[5]
c.
Sikap. Sikap adalah gejala internal yang
berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan
cara yang relatife tetap terhadap objek orang, barang dan sebagainya baik
secara positif maupun negatife. Untuk mengantisipasi sikap negatife guru
dituntut untuk lebih menunjukkan sikap positif terhadap dirinya sendiri dan
mata pelajarannya.
d.
Bakat. Bakat adalah kemampuan potensial yang
dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.
Siswa yang tidak mengetahui bakatnya, sehingga memilih jurusan yang bukan
bakatnya akan berpengaruh buruk terhadap kinerja akademik atau prestasi
belajarnya.[6]
Sebagaimana telah diterangkan mengenai tingkah laku manusia, bahwa suatu karya
atau prestasi memerlukan adanya kemampuan atau bakat dan motivasi atau kemauan.
Sebagian dari bakat itu secara potensial sudah ada sejak lahir dan sebagian
lagi didapat atau muncul melalui pertumbuhan dan perkembangan. Bakat sebagai
suatu potensi memerlukan lingkungan dan kesempatan agar dapat berkembang
seoptimal mungkin melalui pengalaman dan pendidikan.[7]
e.
Minat. Minat adalah kecenderungan dan
kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Siswa yang
menaruh minat besar terhadap kesenian akan memusatkan perhatiannya lebih banyak
daripada yang lain. Pemusatan perhatian itu memungkinkan siswa untuk belajar
lebih giat dan mencapai prestasi yang diinginkan.[8] Tidak
adanya minat seorang anak terhadap suatu pelajaran akan timbul kesulitan
belajar. Belajar yang tidak ada minatnya mungkin tidak sesuai dengan bakatnya,
tidak sesuai dengan kebutuhanya, tidak sesuai dengan kecakapan dan akan
menimbulkan problema pada diri anak. Ada tidaknya minat terhadap suatu
pelajaran dapat dilihat dari cara anak mengikuti pelajaran, lengkap tidaknya
catatan dan aktif tidaknya dalam proses pembelajaran.[9]
f.
Motivasi. Motivasi belajar merupakan kekuatan,
daya pendorong, atau alat pembangun kesediaan dan keinginan yang kuat dalam
diri siswa untuk belajar secara aktif, kreatif, efektif, inovatif, dan
menyenangkan dalam rangka perubahan perilaku, baik dalam aspek kognitif,
afektif, maupun psikomotor. Motivasi ada dua jenis, intrinsik dan ekstrinsik.
Motivasi intrinsik adalah motivasi yang datang secara alamiah dari diri siswa
itu sendiri sebagai wujud adanya kesadaran diri dari lubuk hati paling dalam.
Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang datangnya disebabkan faktor-faktor di
luar diri peserta didik, seperti adanya pemberian nasihat dari gurunya, hadiah,
kompetisi sehat antarpeserta didik, hukuman dsb.[10]Motivasi
adalah suatu usaha untuk meningkatkan kegiatan dalam mencapai suatu tujuan
tertentu, termasuk didalamnya kegiatan belajar. Dalam arti apabila seseorang
menyebutkan motivasi belajar, yang dimaksud tentu segala yang ditunjukkan untuk
mendorong atau memberikan semangat kepada seseorang yang melakukan kegiatan
belajar agar menjadi lebih giat lagi dalam belajarnya untuk memperoleh prestasi
yang lebih baik lagi. [11]
g.
Faktor kesehatan mental. Dalam belajar tidak
hanya menyangkut segi intelek, tetapi juga menyangkut segi kesehatan mental dan
emosional. Hubungan kesehatan mental dengan belajar adalah timbal balik.
Kesehatan mental dan ketenangan emosi akan menimbulkan hasil belajar yang baik
demikian juga belajar yang selalu sukses akan membawa harga diri seseorang.
Bila harga diri tumbuh akan merupakan faktor adanya kesehatan mental. Individu
di dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan dan dorongan-dorongan,
seperti: memperoleh penghargaan, dapat kepercayaan, rasa aman, rasa kemesraan,
dan lain-lain. Apabila kebutuhan itu tidak terpenuhi akan membawa
masalah-masalah emosional dan akan menimbulkan kesulitan belajar.[12]
a.
Kematangan.
Kematangan merupakan suatu tingkatan atau fase
dalam pertumbuhan seseorang, dimana seluruh organ-organ biologisnya sudah siap
untuk melakukan kecakapan baru. Anak yang sudah siap (matang) belum dapat
melaksanakan kecakapannya sebelum belajar. Belajar akan lebih berhasil apabila
anak sudah siap (matang) untuk belajar. Dalam konteks proses pembelajaran kesiapan
untuk belajar sangat menentukan aktifitas belajar siswa.
b. Kesiapan
Kesiapan atau readiness merupakan kesediaan
untuk memberi respons atau bereaksi. Kesediaan itu datang dari dalam diri siswa
dan juga berhubungan dengan kematangan. Kesiapan amat perlu diperhatikan dalam
proses belajar, karena jika siswa belajar dengan kesiapan, maka hasil
belajarnya akan lebih baik.
c. Kelelahan
Kelelahan ada dua macam, yaitu kelelahan
jasmani (fisik) dan kelelahan rohani (psikis). Kelelahan jasmani terlihat
dengan lemah lunglainya tubuh dan muncul kecenderungan untuk membaringkan tubuh
(beristirahat). Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan
dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk berbuat sesuatu termasuk
belajar menjadi hilang.
b)
Faktor yang berasal dari luar (eksternal)
diantaranya:
a.
Lingkungan Sekolah
Lingkungan
social sekolah meliputi guru, para staf administrasi, dan teman-teman sekelas
dapat mempengaruhi semangat belajar siswa. Guru yang menunjukkan sikap dan
perilaku yang simpatik dan memperlihatkan suri tauladan yang baik dan rajin
khususnya dalam hal belajar, dapat menjadi daya dorong yang positif bagi
kegiatan belajar siswa.
Di sekolah anak berinteraksi dengan guru-guru
(pengajar) beserta bahan-bahan pendidikan dan pengajaran, teman-teman peserta
didik lainnya, serta pegawai tata usaha, dari interaksi tersebut siswa akan
memperoleh pendidikan formal (terprogram dan terjabarkan dengan tetap) di
sekolah berupa pembentukan nilai-nilai pengetahuan, ketrampilan, dan sikap
terhadap bidang study mata pelajaran. [15]
b.
Lingkungan masyarakat
Lingkungan masyarakat adalah tetangga dan
teman-teman sepermainan disekitar perkampungan siswa. Kondisi masyarakat di
lingkungan kumuh yang serba kekurangan dan banyak pengangguran akan
mempengaruhi aktivitas belajar siswa. Paling tidak siswa akan kesulitan ketika
memerlukan teman belajar atau berdiskusi atau meminjam alat-alat belajar yang
kebetulan belum dimilikinya.
Proses sosial pada masyarakat pada dasarnya
akan mengarahkan juga pada masalah proses sosialisasi pada siswa. Hal ini cukup
beralasan karena siswa merupakan bagian dari masyarakat dan sebagai obyek
penting dalam proses sosialisasi. Sebagai bagian dari masyarakat siswa dituntut
dapat hidup bermasyarakat secara baik, dan sebagai proses sosialisasi, siswa
merupakan individu yang perlu mendapatkan proses belajar bermasyarakat.[16]
c.
Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan pusat pendidikan yang utama
dan pertama. Yang termasuk faktor ini antara lain:
1) Perhatian
orang tua. Dalam lingkungan keluarga setiap individu atau siswa memerlukan
perhatian orang tua dalam mencapai prestasi belajarnya. Karena perhatian orang
tua ini akan menentukan seseorang siswa dapat mencapai prestasi belajar yang
tinggi. Perhatian orang tua diwujudkan dalam hal kasih sayang, memberi
nasihat-nasihat dan sebagainya.
2) Keadaan
ekonomi orang tua. Keadaan ekonomi keluarga juga mempengaruhi prestasi belajar
siswa, kadang kala siswa merasa kurang percaya diri dengan keadaan ekonomi
keluarganya. Akan tetapi ada juga siswa yang keadaan ekonominya baik, tetapi
prestasi-prestasi belajarnya rendah atau sebaliknya siswa yang keadaan
ekonominya rendah malah mendapat prestasi belajar yang tinggi.
3) Hubungan
antara anggota keluarga. Dalam keluarga harus terjadi hubungan yang harmonis
antar personil yang ada. Dengan adanya hubungan yang harmonis antara anggota
keluarga akan mendapat kedamaian, ketenangan dan ketentraman. Hal ini dapat
menciptakan kondisi belajar yang baik, sehingga prestasi belajar siswa dapat tercapai
dengan baik pula.[17]
2.Factor
Non social
Factor-faktor yang termasuk lingkungan non
social adalah gedung sekolah, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan
letak-letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca, dan waktu belajar yang
digunakan siswa. Factor-faktor ini dipandang turut menentukan tingkat
keberhasilan siswa.[18]
Factor-faktor
yang mempengaruhi belajar[19]
Ragam Faktor dan Elemennya
|
||
Internal Siswa
|
Eksternal Siswa
|
Pendekatan Belajar Siswa
|
1.
Pendekatan Sisiologis:
Ø
Tonus Jasmani
Ø
Mata dan Telinga
2.
Aspek Psikologis:
Ø
Intelegensi
Ø
Sikap
Ø
Perhatian
Ø
Minat
Ø
Bakat
Ø
Motivasi.
|
1.
Lingkungan Sosial:
Ø
Keluarga
Ø
Guru dan Staff
Ø
Masyarakat
Ø
Teman
2.
Lingkungan Nonsosial:
Ø
Rumah
Ø
Sekolah
Ø
Peralatan
Ø
Alam
|
1.
Pendekatan Tinggi:
Ø
Speculative
Ø
Achieving
2.
Pendekatan Sedang:
Ø
Analytic
Ø
Deep
3.
Pendekatan Rendah:
Ø
Reproductive
Ø
Surface.
|
Selain cara belajar ada factor-faktor lain yang
mempengaruhi belajar, antara lain:
1) Kurangnya
minat dan motivasi dalam belajar.
Siswa kadang mengalami situasi ingin terus santai,
malas-malasan dan tidak mempunyai gairah untuk belajar. Semua ini mengakibatkan
menumpuknya materi pelajaran yang belum dikuasai sehingga menambah rasa malas
untuk belajar dan keputusasaan yangakhirnya akan menjerumuskan siswa dalam
kegagalan atau setidaknya tidak berprestasi.
2) Sulit
memahami materi pelajaran.
Sebagian siswa mengalami kesulitan dalam
memahami sebagian materi pelajaran. Ada yang disebabkan oleh sulitnya materi
dan ada pula karena ketidakmampuan guru dalam menyampaikan materi kepada siswa
dengan gaya bahasa yang mudah dan sederhana. Selanjutnya bisa juga karena
rendahnya kadar kecerdasan siswa atau kebencian siswa terhadap suatu mata
pelajaran.
3) Kondisi
fisik orang yang belajar.
Orang yang belajar tidak terlepas dari kondisi
fisiknya.
4) Kondisi
psikis anak.
Selain kondisi fisik kondisi psikis harus pula
diperhatikan. Keadaan psikis yang kurang baik banyak sebabnya, mungkin
ditimbulkan oleh keadaan fisik yang tidak baik, sakit, cacat, mungkin gangguan
atau keadaan lingkungan, situasi rumah, keadaan keluarga, ekonomi, dll.
5) Kemauan
Belajar.
Kemauan ini memegang peranan yang penting
didalam belajar. Adanya kemauan dapat mendorong belajar dan sebaliknya tidak
adanya kemauan dapat memperlemah belajar.
6) Hubungan
kurang baik dengan guru.
Terkadang hubungan siswa dengan guru menjadi
buruk karena beraneka ragamnya masalah yang mengakibatkan situasi tidak akrab
antara keduanya. Situasi ini memuncak jika siswa tidak menghadiri proses
belajar mengajar atau tidak mampu memahami pelajaran yang mungkin karena
perlakuan keras sang guru pada siswanya, ketika membentak siswa tersebut
dihadapan teman-temannya.[20]
7) Jenuh
dalam belajar.
Jenuh adalah padat atau penuh sehingga tidak
mampu lagi memuat apapun dan jemu atau bosan. Seorang siswa yang mengalami
kejenuhan belajar merasa seakan-akan pengetahuan dan kecakapan yang
diperolehnya dari hasil belajar tidak ada kemajuan. Upaya mengatasi atau
menghilangkan kejenuhan adalah dengan terlebih dahulu mencari penyebab
timbulnya kejenuhan, barulah selanjutnya memberikan solusi terhadap kejenuhan
itu.[21]
8) Malas
Belajar.
Menurut Sarwono S.W, factor-faktor yang
menyebabkan anak malas belajar adalah tidak mempunyai kebiasaan belajar yang
teratur, tidak mempunyai catatan pelajaran yang lengkap, tidak membuat PR,
sering membolos sekolah maupun les, sering mengharap soal bocoran ujian dan
menyontek untuk mendapatkan nilai yang bagus.[22]
9) Peristiwa
lupa dalam Belajar.
Lupa adalah hilangnya kemampuan untuk menyebut
atau memproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya telah dipelajari. Factor-faktor
penyebab lupa adalah:
a. Adanya
gangguan konflik antara item-item informasi atau materi yang ada dalam sistem
memori siswa, misalnya materi lama yang sudah tersimpan di akal mengganggu
masuknya materi pelajaran baru.
b. Adanya
tekanan terhadap item yang telah ada baik sengaja atau tidak, misalnya
informasi kurang menyenangkan sehingga dengan sengaja menekannya hingga ke alam
bawah sadar.
c. Perubahan
lingkungan antara waktu belajar dan waktu mengingat kembali.
d. Adanya
perubahan sikap dan minat siswa terhadap proses dan situasi belajar tertentu.
e. Materi
yang telah dikuasai tidak pernah digunakan atau dihafalkan siswa.
Pada prinsipnya apabila materi pelajaran yang
disajikan kepada siswa dapat diserap, diproses dan disimpan dengan baik oleh sistem
memori mereka, maka peristiwa lupa mungkin tidak terjadi. Kiat terbaik untuk
mengurangi lupa adalah dengan cara meningkatkan daya ingat akal siswa.
10) Kesulitan
Belajar
Fenomena kesulitan belajar seorang siswa
biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi
belajarnya. Faktor faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri dari:
1.
Faktor intern yaitu hal-hal atau
keadaan-keadaan yang muncul dari dalam diri siswa sendiri. Meliputi gangguan
atau kekurangmampuan psiko-fisik siswa, yaitu:
a.
Yang bersifat kognitif seperti rendahnya
kapasitas intelegensi
Siswa.
b.
Yang bersifat afektif seperti labilnya emosi
dan sikap.
c.
Yang bersifat psikomotor seperti terganggunya
alat indera penglihat dan pendengar.
2.
Factor ekstern yaitu segala keadaan yang datang
dari luar diri siswa. Meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar
yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa, yaitu:
a.
Lingkungan
keluarga, contohnya ketidakharmonisan orangtua dan rendahnya kehidupan
ekonomi keluarga.
b.
Lingkungan masyarakat, contohnya lingkungan
kumuh (slum area), dan teman sepermainan (peer group), yang nakal.
c.
Lingkungan sekolah, contohnya letak sekolah
yang dekat dengan Pasar, kondisi guru serta alat-alat belajar yang berkualitas
rendah.[23]
[1]
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), 145-146
[2]
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan (Bandung:Remaja Rosdakarya Offset,
2010), 130
[3] Ngalim
Purwanto, Psikologi Pendidikan
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 52
[4] Jeanne
Ellies Ormrod, Psikologi Pendidikan, membantu siswa tumbuh dan berkembang, (Jakarta:Erlnagga,
2008), 219
[5]
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam Berbasis Integrasi Dan Kompetensi (Jakarta, Raja Grafindo
Persada, 2005), 129-130
[6]
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, 150
[7]Ahmad
Fauzi, Psikologi Umum, 161
[8] E.
Mulyasa, ImplementasiKurikulum 2004 Panduan Pembelajaran KBK (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2004), 194
[9]http://jalurilmu.blogspot.com/2011/10/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.htmlDiakses
pada Tanggal 20 Februari 2014
[10] Nanang
Hanafiah, dkk, Konsep Strategi Pembelajaran (Bandung: Refika Aditama,
2009), 26-27
[11]Purwa
Atmaja Perwira, Psikologi Pendidikan dalam Prespektif Baru (Yogyakarta:
Ar-Ruz Media, 2012), 320
[12]http://jalurilmu.blogspot.com/2011/10/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.htmlDiakses
pada Tanggal 20 Februari 2014
[13]
Tohirin, Psikologi Pembelajaran, 135-137
[14]
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, 152-153
[15]Muhammad
Rifa’I, Sosiologi Pendidikan: Struktur dan Interaksi Sosial didalam
Institusi Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2011), 91
[16]Abdullah
Idi, Sosiologi Pendidikan, Individu, Masyarakat, Dan Pendidikan, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2011), 104
[17]http://jalurilmu.blogspot.com/2011/10/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.htmlDiakses
pada Tanggal 20 Februari 2014
[18]
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar,
153-155
[19]
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, 137
[20]
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, 169-172
[21]
Tohirin, Psikologi Pembelajaran, 140-142
[22] Nanang
Hanafiah, dkk, Konsep Strategi Pembelajaran, 10-11
[23]
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, 170-171
No comments:
Post a Comment