Artikel ini disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Metodologi Studi Islam
Oleh :
AHMAD FATHULLAH
NIM. 20162550005
HAMZAH BAYA
NIM. 20162550028
SAIFUL HADI
NIM. 20162550033
AHMAD FATHULLAH
NIM. 20162550005
HAMZAH BAYA
NIM. 20162550028
SAIFUL HADI
NIM. 20162550033
Dosen Pembina,
M. Arfan Mu’ammar, M.Pd.I
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA 2016
METODOLOGI STUDI ISLAM
A. PENDAHULUAN
Pada awal tahun 1970-an berbicara mengenai penelitian agama dianggap tabu. Orang akan berkata : kenapa agama yang sudah begitu mapan mau diteliti ; agama adalah wahyu Allah. Sikap serupa terjadi di Barat. Dalam pendahuluan buku Seven Theories Of Religion dikatakan, dahulu orang Eropa menolak anggapan adanya kemungkinan meniliti agama. Sebab, antara ilmu dan nilai, antara ilmu dan agama ( kepercayaan ), tidak bisa disinkronkan.[1]
Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, Al Qur’an dan Hadist, tampak amat ideal dan agung. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan, anti-feodalistik, mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan bersikap positif lainnya.
Membahas tentang ilmu itu tidak akan ada habisnya, karena ilmu merupakan salah satu dari sifat utama Allah SWT dan satu-satunya kata yang dapat digunakan untuk menerangkan pengetahuan Allah SWT. Dalam membahas ilmu tersebut tidak terlepas dari yang namanya pendekatan, pengkajian, serta metodologi, ketiga kata-kata ini saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Setiap pembahasan dari suatu disiplin ilmu apalagi yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya sangat membutuhkan pengkajian, pendekatan ataupun metodologi sehingga ilmu tersebut dapat dipergunakan sesuai dengan fungsinya. Apalagi ilmu yang berhubungan dengan agama Islam, agama yang diridhai Allah dan agama yang menjadi rahmatan lil ‘alamin, hal ini sesuai dengan kelima ayat Alqur’an dari wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yakni surah Al-‘Alaq ayat 1-5 yang menjelaskan bahwa ajaran Islam sejak awal meletakkan semangat keilmuan pada posisi yang amat penting.
Sebagian ahli menerangkan bahwa perkembangan ilmu dalam Islam dengan melihat cara pendekatan yang ditempuh kaum muslimin terhadap wahyu dalam menghadapi suatu situasi dimana mereka hidup, menurut pendekatan ini hadirnya Nabi Muhammad SAW di tengah-tengah kaum muslimin pada generasi pertama sebagai pimpinan dan tokoh sentral menyebabkan semua situasi dan persoalan-persoalan yang muncul dipulangkan kepada dan diselesaikan oleh Nabi Muhammad[2]
Padahal, di sisi lain ilmu keislaman mengemban tugas penting, yakni bagaimana mengembangkan kualitas sumber daya manusia (SDM) agar umat Islam dapat berperan aktif dan tetap survive di era globalisasi. Dalam konteks ini Indonesia sering mendapat kritik, karena dianggap masih tertinggal dalam melakukan pengembangan kualitas manusianya. Padahal dari segi kuantitas Indonesia memiliki sumber daya manusia melimpah yang mayoritas beragama Islam.
B. DEFINISI
Menurut bahasa (etimologi), metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu meta (sepanjang), hodos (jalan). Jadi, metode adalah suatu ilmu tentang cara atau langkah-langkah yang di tempuh dalam suatu disiplin tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Metode berarti ilmu cara menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Metode juga disebut pengajaran atau penelitian.
Menurut istilah “metodologi” berasal dari bahasa yunani yakni metodhos dan logos, methodos berarti cara, kiat dan seluk beluk yang berkaitan dengan upaya menyelsaikan sesuatu, sementara logos berarti ilmu pengetahuan, cakrawala dan wawasan. Dengan demikian metodologi adalah metode atau cara-cara yang berlaku dalam kajian atau penelitian.[3]
Metodologi adalah masalah yang sangat penting dalam sejarah pertumbuhan ilmu, metode kognitif yang betul untuk mencari kebenaran adalah lebih penting dari filsafat, sains, atau hanya mempunyai bakat.[4]
Metodologi adalah pengetahuan tentang metode-metode, jadi metode penelitian adalah pengetahuan tentang berbagai metode yang digunakan dalam penelitian.[5] Louay safi mendefinisaikan metodologi sebagai bidang penelitian ilmiah yang berhubungan dengan pembahasan tentang metode-metode yang digunakan dalam mengkaji fenomena alam dan manusia atau dengan kata lain metodologi adalah bidang penelitian ilmiah yang membenarkan, mendeskripsikan dan menjelaskan aturan-aturan, prosedur-prosedur sebagai metode ilmiah.[6]
Ketika metode digabungkan dengan kata logos maknanya berubah. Logos berarti “studi tentang” atau “teori tentang”. Oleh karena itu, metodologi tidak lagi sekedar kumpulan cara yang sudah diterima (well received) tetapi berupa berupa kajian tentang metode. Dalam metodologi dibicarakan kajian tentang cara kerja ilmu pengetahuan. Pendek kata, bila dalam metode tidak ada perbedaan, refleksi dan kajian atas cara kerja ilmu pengetahuan, sebaliknya dalam metodologi terbuka luas untuk mengkaji, mendebat, dan merefleksi cara kerja suatu ilmu. Maka dari itu, metodologi menjadi menjadi bagian dari sistematika filsafat, sedangkan metode tidak.
Metodologi adalah ilmu cara- cara dan langkah- langkah yang tepat ( untuk menganalisa sesuatu) penjelasan serta menerapkan cara.
Istilah metodologi studi islam digunakan ketika seorang ingin membahas kajian- kajian seputar ragam metode yang biasa digunakan dalam studi islam. Sebut saja misalnya kajian atas metode normative, historis, filosofis, komparatif dan lain sebagainya. Metodologi studi islam mengenal metode- metode itu sebatas teoritis. Seseorang yang mempelajarinya juga belum menggunakannya dalam praktik. Ia masih dalam tahap mempelajari secara teoritis bukan praktis.
C. URGENSI
Pada saat ini umat islam sedang menghadapi tantangan dari kehidupan dunia dan budaya modern, studi keislaman menjadi sangat urgen. Studi islam dituntut untuk membuka diri terhadap masuknya dan digunakannya pendekatan- pendekatan yang bersifat objektif dan rasional. Dan secara bertahap meninggalkan pendekatan yang bersifat subjektif doktriner.[7] proses pengajaran islam hingga saat ini belum tersusun secara sistematis dan belum disampaikan menurut prinsip, pendekatan, dan metode yang direncanakan dengan baik. Namun untuk kepentingan akademis, membuat islam lebih responsive dan fungsional dalam memandu perjalanan umat islam, diperlukan metode yang dapat menghasilkan pemahaman islam yang utuh dan komprehensif.
Pada abad pertengahan, eropa dalam keadaan stagnasi dan masa bodoh dalam waktu seribu tahun.Tetapi stagnasi dan masa bodoh tersebut kemudian menjadi kebangkitan refolusioner yang multifaset dalam bidang sains, seni, dan kehidupan sosial.Revolusi yang mendadak dalam pemikiran manusia ini menghasilkan peradaban kebudayaan. Sekarang apa yang terjadi pada dirinya yang menyebabkan perubahan mendadak sehingga dalam waktu 300 tahun eropa menemukan kebenaran yang mereka peroleh dalam waktu seribu tahun yang lalu?
Seorang sarjana iran, ali syariati mengatakan bahwa factor utama yang menyebabkan kemandekan dan stagnasi dalam pemikiran peradaban kebudayaan di eropa tersebut adalah metode pemikiran analogi aristoteles. Pada saat melihat metode yang tepat masalah berubah, maka sains, masyarakat, dan juga dunia berubah.Inilah pentingnya metode sebagai fektor fundamental dalam renaisans.
Begitu pentingnya peranan metode pemahan ajaran islam dalam kemajuan dan kemunduran pertumbuhan ilmu. Mukti ali mengatakan bahwa yang menentukan dan membawa stagnasi adalah metode yang digunakan. Sebagai contoh abab ke 14- 16 M aristoteles lebih jenius bila dibanding francis bacon. Namun mengapa justru bacon menjadi orang yang menyebabkan kemajuan dalam sains sekalipun dia lebih rendah tingkat kejeniusannya disbanding aristoteles? Hal ini dijawab oleh mukti ali karena orang yang biasa- biasa saja seperti bacon dapat menemuka metode berpikir yang benar dan utuh.
Hal demikian, bukan bermaksud untuk merendahkan orang- orang jenius.Kejeniusan saja tidak cukup, namun harus dilengkapi dengan ketepatan memilih metode yang digunakan untuk kerjanya dalam bidang pengetahuan.Pada dasarnya metode digunakan untuk mencapai tujuan dalam mencari kebenaran ilmu dan menggali kebenaran pengetahuan.Kewajiban pertama bagi peneliti adalah memilih metode yang paling tepat untuk riset dan penelitiannya.Riset dan penelitian tidak dapat dipisahkan dengan metode agar tercapai suatu kelogisan secara ilmiah.
Kemampuan dalam menguasai materi keilmuan perlu diimbangi dengan kemampuan di bidang metode sehingga pengetahuan yang dimilki dapat dikembangkan secara maksimal.[8]
Dari segi tingkatan kebudayaan , agama merupakan universal cultural. Salah stu prinsip fungsional menyatakan bahwa segala sesuatu yang tidak berfungsi pasti akan lenyap dengan sendirinya. Karenanya agama islam dari dulu hingga sekarang dengan tangguh menyatakan eksistensinya. Hali ini berarti bahwa agama mempunyai dan memerankan sejumlah peran dan fungsinya di masyarakat. Oleh karena itu , study islam dituntut untuk membuka dirinya agar studi islam mampu berkembang dan beradaptasi dengan dunia modern serta menjawab tantangan kehidupan dunia dan mudaya modern.
Adapun urgensi studi islam dapat dipahami sebagai berikut.[9]
1. Umat islam saat ini berada dalam kondisi problematic
Umat islam pada saat ini berada pada masa yang lemah dalam segala aspek kehidupan social budaya yang mana harus berhadapan dengan dunia modern yang serba psraktis dan maju. Oleh karena itu, umat islam tidak boleh terjebak pada romantisme, artinya menyibukkan diri untuk membesar-besarkan kejayaan masa lalu yang terwujud dalam sejarah islam, sementara saat ini islam masih silau menghadapi masa depannya. umat islam memang berada dalam suasana problematic. Jika sekarang umat islam masih berpegang teguh pada ajaran-ajaran islam hasil penafsiran ulama terdahulu yang dianggap sebagai ajaran yang mapan dan sempurna serta paten , berarti mereka memiliki intelektual sebatas itu saja yang pada akhirnya menghadapi masa depan suram.
Oleh karena itu, disinilah pentingnya studi islam yang dapat mengarahkan dan bertujuan untuk mengadakan usaha-usaha pembaharuan dan pemikiran kembali ajaran-ajaran agama islam yang merupakan warisan ajaran yang turun temurun agar mampu beradaptasi dan menjawab tantangan serta tuntutan zaman dan dunia modern dengan tetap berpegang pada sumber ajaran islam yang murni dan asli, yaitu al-quran dan As sunnah. Studi islam juga dapat diharapkan mampu memberikan pedoman dan pegangan hidup bagi umat islam agar tetap menjadi seorang muslim sejati yang hidup dalam dan mampu menjawab tantangan serta tuntutan zaman modern maupun era global sekarang.
Rasulullah SAW bersabda:
Sesungguhnya bani Israil ( kaum yahudi dan nasrani )telah berpecah belah menjadi 72 golongan, dan umatku akan berpecah belah menjadi 73 golongan. Mereka semua akan masuk neraka kecuali satu aliran saja.Para sahabat bertanya,”Siapakah dia itu wahai Rosulullah?” Beliau menjawb, “siapa yang mengikuti jejakku dan para sahabatku.” ( HR.tirmidzi al-Hakim dan al-Aajurri,diharuskan oleh al-Albani)
Dari hadist di atas kita tahu bahwa sejak jauh-jauh hari rosulullah telah menginformasikan (mensinyalir) tentang adanya perpecahan umat hadist diatas bukanlah isapan jempol belaka.di Indonesia saja ,telah muncul beberapa aliran agama baru yang muncul dari suatu agama -- terutama islam -- sejak puluhan tahun yang lalu.pada umumnya, pelopor sekaligus pemimpinnya mengaku sebagai ”orang pilihan” yang diutus oleh Tuhan sebagai juru selamat atau penyempurna suatu agama bagi umat manusia.
Maraknya aliran-aliran baru tersebut mengindikasikan adanya kebutuhan besar terhadap agama yang benar-benar bisa memenuhi kebutuhan rohaniah perubahan masyarakat akibat modernisme, globalisme dan tahap era post industri yang menyebabkan krisis kemanusiaan serta kurangnya pengetahuan tentang agamalah yang menjadi pangkal pangkal utama munculnya berbagai macam aliran tersebut.
Penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak akan terjadi jika manusia khususnya umat islam memahami dan menguasai metodelogi studi agama, yang dalam hal ini adalah metodologi studi islam.
2. Umat islam dan peradabannya berada dalam suasana problematic
Perkembangan IPTEK telah membuka era baru dalam perkembangan budaya dan peradaban umat manusia. Dunia tampak sebagai suatu system yang saling memiliki ketergantungan Oleh karenanya, umat manusia tentunya membutuhkan aturan, norma serta pedoman dan pegangan hidup yang dapat diterima oleh semua bangsa.
Umat manusia dalam sejarah peradaban dan kebudayaannya telah berhsil menemukan aturan, nilai, norma sebagai pegangan dan pedoman yang berupa: agama, filsafat, ilmu pengetahuan dan teknologi. Umat manusia pada masa yang serba canggih semakin menjadikan manusia-manusia modern kehilangan identitas serta kemanusiaannya (sifat-sifat manusiawinya).
Islam, sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin, tentunya mempunyai konsep atau ajaran yang bersifat manusiawi dan universal, yang dapat menyelamatkan umat manusia dan alam semesta dari kehancurannya. Akan tetapi , umat islam sendiri saat ini berada dalam situasi yang serba problematic. Kondisi kehidupan social budaya dan peradaban umat islam dalam keadaaan lemah dan tidak berdaya berhadapan dengan budaya dan peradaban manusia dan dunia modern. Disinilh urgensinya studi islam, yaitu untuk menggali ajaran-ajaran islam yang asli dan murni, dan yang bersifat manusiawi. Dari situlah kemudian dididikkan dan ditransformasikan kepada generasi penerusnya yang bisa menawarkan alternative pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh umat manusia dalam dunia modern.
D. RUANG LINGKUP
Agama sebagai obyek studi minimal dapat dilihat dari segi sisi:
1. Sebagai doktrin dari Tuhan yang sebenarnya bagi para pemeluknya sudah final dalam arti absolute, dan diterima apa adanya.
2. Sebagai gejala budaya, yang berarti seluruh yang menjadi kreasi manusia dalam kaitannya dengan agama, termasuk pemahaman orang terhadap doktrin agamanya.
3. Sebagai interaksi social, yaitu realitas umat Islam.
Bila islam dilihat dari tiga sisi, maka ruang lingkup studi islam dapat dibatasi pada tiga sisi tersebut. Oleh karena sisi doktrin merupakan suatu keyakinan atas kebenaran teks wahyu, maka hal ini tidak memerlukan penelitian didalamnya.
Islam dipahami dari sisi ajaran, doktrin dan pemahaman masyarakat debngan asumsi dapat diketahui tradisi dan kekuatan masyarakat setempat. Setaelah itu pemahaman yang telah menjadi input bagi kaum orentalis diambil sebagai dasar kebijakan oleh penguasa colonial yang tentunya lebih menguntungkan mereka ketimbang rakyat banyak diwilayah jajahanya. Hasil studi ini sesungguhnya lebih menguntungkan kaum penjajah tatas dasar masukan ini para penjajah colonial dapat mengambil kebijakan didaerah koloni dengan mempertimbangkan budaya lokal. Atas masukkan ini, para penjajah mampu membuat kekuatan social, masyarakat terjajah sesuai dengan kepentingan dan keutunganya. Setelah mengalami keterpurukan, dunia islam mulai bangkit memalui para pembaru yang telah dicerahkan. Dari kelompok ini munculah gagasan agar umat islam mengejar ketertinggalanya dari umat lain.
Agama sebagai obyek studi minimal dapat dilihat dari segi sisi:
1. Agama Sebagai doktrin dari Tuhan
Agama Sebagai doktrin dari Tuhan yang sebenarnya bagi para pemeluknya sudah final dalam arti absolute, dan diterima apa adanya. Kata doktrin berasal dari bahasa inggris doctrine yang berarti ajaran. Dari kata doctrine itu kemudian dibentuk kata doktina;, yang berarti yang berkenaan dengan ajaran atau bersifat ajaran. Selain kata doctrine sebgaimana disebut diatas, terdapat kata doctrinaire yang berarti yang bersifat teoritis yang tidak praktis. Contoh dalam hal ini misalnya doctrainare ideas ini berrati gagasan yang tidak praktis.
Studi doktinal ini berarti studi yang berkenaan dengan ajaran atau studi tentang sesuatu yang bersifat teoritis dalam arti tidak praktis. Mengapa tidak praktis? Jawabannya adalah karena ajaran itu belum menjadi sesuatu bagi seseorang yang dijadikan dasar dalam berbuat atau mengerjakan sesuatu.
Uraian ini berkenaan dengan Islam sebagai sasaran atau obyek studi doctrinal tersebut. Ini berarti dalam studi doctrinal kali yang di maksud adalah studi tentang ajaran Islam atau studi Islam dari sisi teori-teori yang dikemukakan oleh Islam.
Islam di definisikan oleh sebagian ulama sebagai berikut: “al-Islamu wahyun ilahiyun unzila ila nabiyyi Muhammadin Sallahu`alaihi wasallam lisa`adati al-dunya wa al-akhirah” (Islam adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman untuk kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat)[10]
Berdasarkan pada definisi Islam sebagaimana di kemukakan di atas, maka inti dari Islam adalah wahyu. Sedangkan wahyu yang dimaksud di atas adalah al-Qur`an dan al-Sunnah. Al-Qur`an yang kita sekarang dalam bentuk mushaf yang terdiri tiga puluh juz, mulai dari surah al-Fatihah dan berakhir dengan surah al-Nas, yang jumlahnya 114 surah.
Sedangkan al-Sunnah telah terkodifikasi sejak tahun tiga ratus hijrah. Sekarang ini kalau kita ingin lihat al-Sunnah atau al-Hadist, kita dapat lihat di berbagai kitab hadist. Misalnya kitab hadist Muslim yang disusun oleh Imam Muslim, kitab hadist Shaleh Bukhari yang ditulis Imam al-Bukhari, dan lain-lain.
Dari kedua sumber itulah, al-Qur`an dan al-Sunnah, ajaran Islam diambil. Namun meski kita mempunyai dua sumber, sebagaimana disebut diatas, ternyata dalam realitasnya, ajaran Islam yang digali dari dua sumber tersebut memerlukan keterlibatan tersebut dalam bentuk ijtihad.
Dengan ijtihad ini, maka ajaran berkembang. Karena ajaran Islam yang ada di dalam dua sumber tersebut ada yang tidak terperinci, banyak yang diajarkan secara garis besar atau global. Masalah-masalah yang berkembang kemudian yang tidak secara terang disebut di dalam dua sumber itu di dapatkan dengan cara ijtihad.
Dengan demikian, maka ajaran Islam selain termaktub pula di dalam penjelasan atau tafsiran-tafsiran para ulama melalui ijtihad itu.
Hasil ijtihad selama tersebar dalam semua bidang, bidang yang lain. Semua itu dalam bentuk buku-buku atau kitab-kitab, ada kitab fiqih, itab ilmu kalam, kitab akhlaq, dan lain-lain.
Sampai disini jelaslah, bahwa ternyata ajaran Islam itu selain langsung diambil dari al-Qur`an dan al-Sunnah, ada yang diambil melalui ijtihad. Bahkan kalau persoalan hidup ini berkembang dan ijtihad terus dilakukan untuk mencari jawaban agama Islam terhadap persoalan hidup yang belum jelas jawabannya di dalam suatu sumber yang pertama itu. Maka ajaran yang diambil dari ijtihad ini semakin banyak.
Studi Islam dari sisi doctrinal itu kemudian menjadi sangat luas, yaitu studi tentang ajaran Islam baik yang ada di dalam al-Qur`an maupun yang ada di dalam al-Sunnah serta ada yang menjadi penjelasan kedua sember tersebut dengan melalui ijtihad.
Jadi sasaran studi Islam doctrinal ini sangat luas. Persoalannya adalah apa yang kemudian di pelajari dari sumber ajaran Islam itu.
2. Sebagai gejala budaya,
Seluruh yang menjadi kreasi manusia dalam kaitannya dengan agama, termasuk pemahaman orang terhadap doktrin agamanya. Pada awalnya ilmu hanya ada dua Suatu penemuan yang dihasilkan seseorang pada suaktu-waktu mengenai suatu gejala sifat alam.
Agama merupakan kenyataan yang dapat dihayati. Sebagai kenyataan, berbagai aspek perwujudan agama bermacam-macam, tergantung pada aspek yang dijadikan sasaran studi dan tujuan yang hendak dicapai oleh orang yang melakukan studi.
Cara-cara pendekatan dalam mempelajari agama dapat dibagi ke dalam dua golongan besar, yaitu model studi ilmu-ilmu social dan model studi budaya.
Tujuan mempelajari agama Islam juga dapat dikategorikan ke dalam dua macam, yang pertama, untuk mengetahui, memahami, menghayati dan mengamalkan. Kedua, untuk obyek penelitian. Artinya, kalau yang pertama berlaku khusus bagi umat Islam saja, baik yang masih awam, atau yang sudah sarjana. Akan tetapi yang kedua berlaku umum bagi siapa saja, termasuk sarjana-sarjana bukan Isalam, yaitu memahami. Akan tetapi realitasnya ada yang sekedar sebagai obyek penelitian saja.
Untuk memahami suatu agama, khususnya Islam memang harus melalui dua model, yaitu tekstual dan konstektual. Tekstual, artinya memahami Islam melalui wahyu yang berupa kitab suci. Sedangkan kontekstual berarti memahami Islam lewat realitas social, yang berupa perilaku masyarakat yang memeluk agama bersangkutan.
Studi budaya di selenggarakan dengan penggunaan cara-cara penelitian yang diatur oleh aturan-aturan kebudayaan yang bersangkutan.
Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan yang dipunyai oleh manusia sebagai mahkluk social yang isinya adalah perangkat-perangkat model-model pengetahuan yang secara selektif dapat digunakan untuk memahami dan menginterprestasi lingkungan yang di hadapi, dan untuk mendorong dan menciptakan tindakan-tindakan yang diperlukan.
Islam merupakan agama yang diwahyukan Allah SWT. Kepada Nabi Muhammad SAW.sebagai jalan hidup untuk meraih kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Agama islam disebut juga agama samawi . selain agama Islam, Yahudi dan Nasrani juga termasuk ke dalam kategori agama samawi. Sebab keduanya merupakan agama wahyu yang diterima Nabi Musa dab Nabi Isa sebagai utusan Allah yang menerima pewahyuan agama Yahudi dan Nasrani.
Agama wahyu bukan merupakan bagian dari kebudayaan. Demikian pendapat Endang Saifuddin Anshari yang mengatakan dalam suatu tulisannya bahwa:
“agama samawi dan kebudayaan tidak saling mencakup; pada prinsipnya yang satu tidak merupakan bagian dari yang lainnya; masing-masing berdiri sendiri. Antara keduanya tentu saja dapat saling hubungan dengan erat seperti kita saksikan dalam kehidupan dan penghidupan manusia sehari-hari. Sebagaimana pula terlihat dalam hubungan erat antara suami dan istri, yang dapat melahirkan putra, namun suami bukan merupakan bagian dari si istri, demikian pula sebaliknya.
Atas dasar pandangan di atas, maka agama Islam sebagai agama samawi bukan merupakan bagian dari kebudayaan (Islam), demikian pula sebaliknya kebudayaan Islam bukan merupakan bagian dari agama Islam. Masing-masing berdiri sendiri, namun terdapat kaitan erat antara keduanya. Menurut Faisal Ismail, hubungan erat itu adalah bahwa Islam merupakan dasar, asas pengendali, pemberi arah, dan sekaligus merupakan sumber nilai-nilai budaya dalam pengembangan dan perkembangan cultural. Agama (Islam)lah yang menjadi pengawal, pembimbing, dan pelestari seluruh rangsangan dan gerak budaya, sehingga ia menjadi kebudayaan yang bercorak dan beridentitas Islam.
Lebih jauh Faisal menjelaskan bahwa walaupun memiliki keterkaitan, Islam dan kebudayaan merupakan dua entitas yang berbeda, sehingga keduanya bisa dilihat dengan jelas dan tegas. Shalat misalnya adalah unsure (ajaran) agama, selain berfungsi untuk melestarikan hubungan manusia dengan Tuhan, juga dapat melestarikan hubungan manusia dengan manusia juga menjadi pendorong dan penggerak bagi terciptanya kebudayaan. Untuk tempat sholat orang membangun masjid dengan gaya arsitektur yang megah dan indah, membuat sajadah alas untuk bersujud dengan berbagai disain, membuat tutup kepala, pakaian, dan lain-lain. Itulah yang termasuk aspek kebudayaan.
Proses interaksi Islam dengan budaya dapat terjadi dalam dua kemungkinan. Pertama adalah Islam mewarnai, mengubah, mengolah, an memperbaharui budaya. Kedua, justru Islam yang diwarnai oleh kebudayaan. Masalahnya adalah tergantung dari kekuatan dari dua entitas kebudayaan atau entitas keislaman. Jika entitas kebudayaan yang kuat maka akan muncul muatan-muatan local dalam agama, seperti Islam Jawa. Sebaliknya, jika entitas Islam yang kuat mempengaruhi budaya maka akan muncul kebudayaan Islam.
Agama sebagai budaya, juga dapat diihat sebagai mekanisme control, karena agama adalah pranata social dan gejala social, yang berfungsi sebagai kontro, terhadap institus-institus yang ada.
Dalam kebudayaan dan peradaban dikenal umat Islam berpegang pada kaidah: Al-Muhafadhatu ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al jaded alashlah, artinya: memelihara pada produk budaya lama yang baik dan mengambil produk budaya baru yang lebih baik.
Oleh karena itu, dapat di simpulkan bahwa hasil pemikiran manusia yang berupa interprestasi terhadap teks suci itu disebut kebudayaan, maka sisitem pertahanan Islam, system keuangan Islam, dan sebagainya yang timbul sebagai hasil pemikiran manusia adalah kebudayaan pula. Kalaupun ada perbedaannya dengan kebudayaan biasa, maka perbedaan itu terletak pada keadaan institusi-institusi kemasyarakatan dalam Islam, yang disusun atas dasar prinsip-prinsip yang tersebut dalam al-Qur`an.
3. Sebagai interaksi social,
Realitas umat Islam. Bila islam dilihat dari tiga sisi, maka ruang lingkup studi islam dapat dibatasi pada tiga sisi tersebut. Oleh karena sisi doktrin merupakan suatu keyakinan atas kebenaran teks wahyu, maka hal ini tidak memerlukan penelitian didalamnya.
Melalui pendekatan antropologi hubungan agama dengan berbagai masalh kehidupan manusia, dan dengan itu pula agama terlihat akrab dan fungsional dan berbagai fenomena kehidupan manusia[11]
Islam sebagai sasaran studi social ini dimaksudkan sebagai studi tentang Islam sebagai gejala social. Hal ini menyangkut keadaan masyarakat penganut agama lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala social lainnya yang saling berkaitan.
Dengan demikian yang menjadi obyek dalam kaitan dengan Islam sebagai sasaran studi social adalah Islam yang telah menggejala atau yang sudah menjadi fenomena Islam. Yang menjadi fenomena adalah Islam yang sudah menjadi dasar dari sebuah perilaku dari para pemeluknya.
M. Atho Mudzhar, menulis dalam bukunya, pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, bahwa ada lima bentuk gejala agama yang perlu diperhatikan dalam mempelajari atau menstudi suatu agama. Pertama, scripture atau naskah-naskah atau sumber ajaran dan symbol-simbol agama. Kedua, para penganut atau pemimpin atau pemuka agama, yaitu yang berkenaan dengan perilaku dan penghayatan para penganutnya. Ketiga, ritus-ritus, lembaga-lembaga dan ibadat-ibadat, seperti shalat, haji, puasa, perkawinan dan waris. Keempat, alat-alat, organisasi-organisasi keagamaan tempat penganut agama berkumpul, seperti NU dan lain-lain[12].
Masih menurut M. Atho Mudzhar, agama sebagai gejala social, pada dasarnya bertumpu pada konsep sosiologi agama. Sosiologi agama mempelajari hubungan timbal balik antara agama dan masyarakat. Masyarakat mempengaruhi agam, dan agama mempengaruhi masyarakat. Tetapi menurutnya, sosiologi sekarang ini mempelajari bukan masalah timbale balik itu, melainkan lebih kepada pengaruh agama terhadap tingkah laku masyarakat. Bagaimana agama sebagai system nlai mempengaruhi masyarakat.
Meskipun kecenderungan sosiologi agama. Beliau member contoh teologi yang dibangun oleh orang-orang syi`ah, orang-orang khawarij, orang-orang ahli al-Sunnah wa al-jannah dan lain-lain. Teologi-teologi yang dibangun oleh para penganut masing-masing itu tidak lepas dari pengaruh pergeseran perkembangan masyarakat terhadap agama.
Persoalan berikutnya adalah bagaimana lita melihat masalah Islam sebagai sasaran studi social. Dalam menjawab persoalan ini tentu kita berangkat dari penggunaan ilmu yang dekat dengan ilmu kealaman, karena sesungguhnya peristiwa-peristiwa yang terjadi mengalami keterulangan yang hampir sama atau dekat dengan ilmu kealaman, oleh karena itu dapat diuji.
Jadi dengan demikian metodologi studi Islam dengan mengadakan penelitian social. Penelitian social berada diantara ilmu budaya mencoba memahami gejala-gejala yang tidak berulang tetapi dengan cara memahami keterulangan.
Sedangkan ilmu kealaman itu sendiri paradigmanya positivism. Paragdima positivism dalam ilmu ini adalah sesuatu itu baru dianggap sebagai ilmu kalau dapat dimati (observable), dapat diukur (measurable), dan dapat dibuktikan (verifiable). Sedangkan ilmu budaya hanya dapat diamati. Kadang-kadang tidak dapat diukur atau diverifikasi. Sedangkan ilmu social yang diangap dekat dengan ilmu kealaman berarti juga dapat diamati, diukur, dan diverifikasi.
Melihat uraian di atas, maka jika Islam dijadikan sebagai sasaran studi social, maka harus mengikuti paragdima positivism itu, yaitu dapat diamati gejalanya, dapat diukur, dan dapat diverifikasi.
Hanya saja sekarang ini juga berkembang penelitian kualitatif yang tidak menggunakan paragdima positivisme. Ini berarti ilmu social itu dianggap tidak dekat kepada ilmu kealaman. Jika halnya demikian, maka berarti dekat kepada ilmu budaya ini berarti sifatnya unik.
Lima hal sebagai gejala agama yang telah disebut di atas kemudian dapat dijadikan obyek dari kajian Islam dengan menggunakan pendekatan ilmu social sebagaimana juga telah dungkap diatas.
Masalahnya tokoh agama Islam, penganut agama Islam, interaksi antar umat beragama, dan lain-lain dapat diangkat menjadi sasaran studi Islam.
E. TUJUAN
Muhaimin dalam bukunyab mengemukakan bahwa arah dan tujuan studi islam dapat dirumuskan sebagai berikut:[13]
1. Untuk mempelajari secara mendalam apa sebenarnya (hakikat) agam islam
Allah menurunkun agam sebagai alat untuk membimbing dan mengarahkan seta menyempurnakan pertumbuhan dan perkembangan agama-agama dan budaya umat manusia dimuka bumi. Allah juga menurunkan ajaran islam sebgai fase awal dari pertumbuhan dan perkembangan akal dan budi daya manusia. Denngan demikian dapat dikatakan bahwa ajaran agam islam telah tumbuh dan berkembang sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan akal fikiran dan budi daya serat agama.
2. Untuk mempelajari secara mendalam pokok-pokok isi ajaran agama islam yang asli dan operasionalisasinya dalam pertumbuhan dan perkembangan budaya dan peradaban Islam
Sepanjang sejarahnya Agama islam adalah agama fitrah sehingga pokok-pokok isi ajaran agama islam tentunya sesuai dengan fitrah manusia. Fitrah adalah potensi manusia. Potensi fitrah inilah yang membuat manusia hidup, tumbuh dan berkembang. Sebagi agam fitrah , pokok-pokok ajaran agama islam tersebut akan tumbuh dan berkembang secara operasional dan serasi bersam dengan pertumbuhan dan perkembangan fitrah manusia tersebut.
3. Untuk mempelajari secara mendalam sumber dasar ajaran agam islam yang tetap abadi dan dinamis.
Agam islam sebagai agama samawi terkhir membawa ajaran-ajaran yang berifat final dan mampu memecahkan masalah-maslah kehidupan manusia, menjawab tantangan dan tuntutannya sepanjang zaman. Permasalahan dan tantangan dan tuntutan hidup manusiapun bertumbuh-kembang menjadi kompleks dan menimbulkan pertumbuhan dan perkembangan system kehidupan budaya dan peradaban manusia yang semakin maju dan modern.
4. Untuk mempelajari secara mendalam prinsip-prinsip dan nilai –nilai dasar ajaran agam islam , dan bagaiman membimbing dan mengarahkan serta mengontrol perklembangan budaya dan peradaban manusia pada zaman modern.
Nilai dan prinsip dasar ajaran agama islam diharapkan menjadi alternative yang mampu mengarahkan, mengontrol, dan mengendalikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern serta factor dinamika lainnya dari system budaya dan peradaban manusia menuju terwujudnya kondisi kehidupan yang adil dan makmur.
F. KESIMPULAN
Kesimpulan dari artikel yang bertemakan Metode Studi Islam adalah sebagai berikut:
1. Metodologi adalah ilmu cara- cara dan langkah-langkah yang tepat (untuk menganalisa sesuatu) penjelasan serta menerapkan cara.
Istilah metodologi studi islam digunakan ketika seorang ingin membahas kajian- kajian seputar ragam metode yang biasa digunakan dalam studi islam. Sebut saja misalnya kajian atas metode normative, historis, filosofis, komparatif dan lain sebagainya. Metodologi studi islam mengenal metode- metode itu sebatas teoritis. Seseorang yang mempelajarinya juga belum menggunakannya dalam praktik. Ia masih dalam tahap mempelajari secara teoritis bukan praktis
2. Urgensi studi islam dapat dipahami sebagai berikut: (1) Umat islam saat ini berada dalam kondisi problematic, (2) Umat islam dan peradabannya berada dalam suasana problematic
3. Ruang lingkup metodologi studi islam: (1) Sebagai doktrin dari Tuhan yang sebenarnya bagi para pemeluknya sudah final dalam arti absolute, dan diterima apa adanya. (2) Sebagai gejala budaya, yang berarti seluruh yang menjadi kreasi manusia dalam kaitannya dengan agama, termasuk pemahaman orang terhadap doktrin agamanya. (3) Sebagai interaksi social, yaitu realitas umat Islam.
4. Tujuan studi islam dapat dirumuskan sebagai berikut: (1) Untuk mempelajari secara mendalam apa sebenarnya (hakikat) agam islam. (2) Untuk mempelajari secara mendalam pokok-pokok isi ajaran agama islam yang asli dan operasionalisasinya dalam pertumbuhan dan perkembangan budaya dan peradaban Islam. (3) Untuk mempelajari secara mendalam sumber dasar ajaran agam islam yang tetap abadi dan dinamis. (4) Untuk mempelajari secara mendalam prinsip-prinsip dan nilai –nilai dasar ajaran agam Islam, dan bagamaina membimbing dan mengarahkan serta mengontrol perkembangan budaya dan peradaban manusia pada zaman modern.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Anwar, DKK, Rosihon, Pengantar Study Islam,(Bandung: Pustaka Setia, 2009)
Ø Djaelani, M, Ensklopedi Islam, (Yogyakarta: Panji Pustaka, 2007), cet. I
Ø Mudzhar, Atho, Pendekatan Studi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007)
Ø Muhaimin, kawasan dan wawasan studi islam, ( Jakarta:kencana,2007) cet 2
Ø Mukti, Ali, Metode Memahami Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991)
Ø Nata, Abuddin, Metodologi studi islam (Jakarta: Rajawali pres, 2012)
Ø Rozak, Abdul, Metodologi Studi Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008)
Ø Yatimin, Abdullah, studi islam kontemporer, (Jakarta: pustaka sinar harapan, 2009)
[1] Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 11
[2] M. Djaelani, Ensklopedi Islam, (Yogyakarta: Panji Pustaka, 2007), cet. I, 146.
[3] Abdul Rozak, Metodologi Studi Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), 68
[4] Mukti Ali, Metode Memahami Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), 27
[5] Abdul Rozak, Metodologi Studi Islam……….., 68
[6] Ibid,
[7] Muhaimin, kawasan dan wawasan studi islam, ( Jakarta:kencana,2007) cet 2, 3
[8] yatimin Abdullah, studi islam kontemporer, (Jakarta: pustaka sinar harapan, 2009), 149
[9] Rosihon Anwar, M.Ag.,DKK, Pengantar Study Islam,(Bandung: Pustaka Setia, 2009), 28-31
[10] Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam…………,19
[11] Abuddin nata, Metodologi studi islam (Jakarta: Rajawali pres, 2012), 38
[12] Atho mudzhar, Pendekatan Studi Islam…………,13-14
[13] Rosihon Anwar, DKK, Pengantar Study Islam……….., 32-36
Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, Al Qur’an dan Hadist, tampak amat ideal dan agung. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan, anti-feodalistik, mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan bersikap positif lainnya.
Membahas tentang ilmu itu tidak akan ada habisnya, karena ilmu merupakan salah satu dari sifat utama Allah SWT dan satu-satunya kata yang dapat digunakan untuk menerangkan pengetahuan Allah SWT. Dalam membahas ilmu tersebut tidak terlepas dari yang namanya pendekatan, pengkajian, serta metodologi, ketiga kata-kata ini saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Setiap pembahasan dari suatu disiplin ilmu apalagi yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya sangat membutuhkan pengkajian, pendekatan ataupun metodologi sehingga ilmu tersebut dapat dipergunakan sesuai dengan fungsinya. Apalagi ilmu yang berhubungan dengan agama Islam, agama yang diridhai Allah dan agama yang menjadi rahmatan lil ‘alamin, hal ini sesuai dengan kelima ayat Alqur’an dari wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yakni surah Al-‘Alaq ayat 1-5 yang menjelaskan bahwa ajaran Islam sejak awal meletakkan semangat keilmuan pada posisi yang amat penting.
Sebagian ahli menerangkan bahwa perkembangan ilmu dalam Islam dengan melihat cara pendekatan yang ditempuh kaum muslimin terhadap wahyu dalam menghadapi suatu situasi dimana mereka hidup, menurut pendekatan ini hadirnya Nabi Muhammad SAW di tengah-tengah kaum muslimin pada generasi pertama sebagai pimpinan dan tokoh sentral menyebabkan semua situasi dan persoalan-persoalan yang muncul dipulangkan kepada dan diselesaikan oleh Nabi Muhammad[2]
Padahal, di sisi lain ilmu keislaman mengemban tugas penting, yakni bagaimana mengembangkan kualitas sumber daya manusia (SDM) agar umat Islam dapat berperan aktif dan tetap survive di era globalisasi. Dalam konteks ini Indonesia sering mendapat kritik, karena dianggap masih tertinggal dalam melakukan pengembangan kualitas manusianya. Padahal dari segi kuantitas Indonesia memiliki sumber daya manusia melimpah yang mayoritas beragama Islam.
B. DEFINISI
Menurut bahasa (etimologi), metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu meta (sepanjang), hodos (jalan). Jadi, metode adalah suatu ilmu tentang cara atau langkah-langkah yang di tempuh dalam suatu disiplin tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Metode berarti ilmu cara menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Metode juga disebut pengajaran atau penelitian.
Menurut istilah “metodologi” berasal dari bahasa yunani yakni metodhos dan logos, methodos berarti cara, kiat dan seluk beluk yang berkaitan dengan upaya menyelsaikan sesuatu, sementara logos berarti ilmu pengetahuan, cakrawala dan wawasan. Dengan demikian metodologi adalah metode atau cara-cara yang berlaku dalam kajian atau penelitian.[3]
Metodologi adalah masalah yang sangat penting dalam sejarah pertumbuhan ilmu, metode kognitif yang betul untuk mencari kebenaran adalah lebih penting dari filsafat, sains, atau hanya mempunyai bakat.[4]
Metodologi adalah pengetahuan tentang metode-metode, jadi metode penelitian adalah pengetahuan tentang berbagai metode yang digunakan dalam penelitian.[5] Louay safi mendefinisaikan metodologi sebagai bidang penelitian ilmiah yang berhubungan dengan pembahasan tentang metode-metode yang digunakan dalam mengkaji fenomena alam dan manusia atau dengan kata lain metodologi adalah bidang penelitian ilmiah yang membenarkan, mendeskripsikan dan menjelaskan aturan-aturan, prosedur-prosedur sebagai metode ilmiah.[6]
Ketika metode digabungkan dengan kata logos maknanya berubah. Logos berarti “studi tentang” atau “teori tentang”. Oleh karena itu, metodologi tidak lagi sekedar kumpulan cara yang sudah diterima (well received) tetapi berupa berupa kajian tentang metode. Dalam metodologi dibicarakan kajian tentang cara kerja ilmu pengetahuan. Pendek kata, bila dalam metode tidak ada perbedaan, refleksi dan kajian atas cara kerja ilmu pengetahuan, sebaliknya dalam metodologi terbuka luas untuk mengkaji, mendebat, dan merefleksi cara kerja suatu ilmu. Maka dari itu, metodologi menjadi menjadi bagian dari sistematika filsafat, sedangkan metode tidak.
Metodologi adalah ilmu cara- cara dan langkah- langkah yang tepat ( untuk menganalisa sesuatu) penjelasan serta menerapkan cara.
Istilah metodologi studi islam digunakan ketika seorang ingin membahas kajian- kajian seputar ragam metode yang biasa digunakan dalam studi islam. Sebut saja misalnya kajian atas metode normative, historis, filosofis, komparatif dan lain sebagainya. Metodologi studi islam mengenal metode- metode itu sebatas teoritis. Seseorang yang mempelajarinya juga belum menggunakannya dalam praktik. Ia masih dalam tahap mempelajari secara teoritis bukan praktis.
C. URGENSI
Pada saat ini umat islam sedang menghadapi tantangan dari kehidupan dunia dan budaya modern, studi keislaman menjadi sangat urgen. Studi islam dituntut untuk membuka diri terhadap masuknya dan digunakannya pendekatan- pendekatan yang bersifat objektif dan rasional. Dan secara bertahap meninggalkan pendekatan yang bersifat subjektif doktriner.[7] proses pengajaran islam hingga saat ini belum tersusun secara sistematis dan belum disampaikan menurut prinsip, pendekatan, dan metode yang direncanakan dengan baik. Namun untuk kepentingan akademis, membuat islam lebih responsive dan fungsional dalam memandu perjalanan umat islam, diperlukan metode yang dapat menghasilkan pemahaman islam yang utuh dan komprehensif.
Pada abad pertengahan, eropa dalam keadaan stagnasi dan masa bodoh dalam waktu seribu tahun.Tetapi stagnasi dan masa bodoh tersebut kemudian menjadi kebangkitan refolusioner yang multifaset dalam bidang sains, seni, dan kehidupan sosial.Revolusi yang mendadak dalam pemikiran manusia ini menghasilkan peradaban kebudayaan. Sekarang apa yang terjadi pada dirinya yang menyebabkan perubahan mendadak sehingga dalam waktu 300 tahun eropa menemukan kebenaran yang mereka peroleh dalam waktu seribu tahun yang lalu?
Seorang sarjana iran, ali syariati mengatakan bahwa factor utama yang menyebabkan kemandekan dan stagnasi dalam pemikiran peradaban kebudayaan di eropa tersebut adalah metode pemikiran analogi aristoteles. Pada saat melihat metode yang tepat masalah berubah, maka sains, masyarakat, dan juga dunia berubah.Inilah pentingnya metode sebagai fektor fundamental dalam renaisans.
Begitu pentingnya peranan metode pemahan ajaran islam dalam kemajuan dan kemunduran pertumbuhan ilmu. Mukti ali mengatakan bahwa yang menentukan dan membawa stagnasi adalah metode yang digunakan. Sebagai contoh abab ke 14- 16 M aristoteles lebih jenius bila dibanding francis bacon. Namun mengapa justru bacon menjadi orang yang menyebabkan kemajuan dalam sains sekalipun dia lebih rendah tingkat kejeniusannya disbanding aristoteles? Hal ini dijawab oleh mukti ali karena orang yang biasa- biasa saja seperti bacon dapat menemuka metode berpikir yang benar dan utuh.
Hal demikian, bukan bermaksud untuk merendahkan orang- orang jenius.Kejeniusan saja tidak cukup, namun harus dilengkapi dengan ketepatan memilih metode yang digunakan untuk kerjanya dalam bidang pengetahuan.Pada dasarnya metode digunakan untuk mencapai tujuan dalam mencari kebenaran ilmu dan menggali kebenaran pengetahuan.Kewajiban pertama bagi peneliti adalah memilih metode yang paling tepat untuk riset dan penelitiannya.Riset dan penelitian tidak dapat dipisahkan dengan metode agar tercapai suatu kelogisan secara ilmiah.
Kemampuan dalam menguasai materi keilmuan perlu diimbangi dengan kemampuan di bidang metode sehingga pengetahuan yang dimilki dapat dikembangkan secara maksimal.[8]
Dari segi tingkatan kebudayaan , agama merupakan universal cultural. Salah stu prinsip fungsional menyatakan bahwa segala sesuatu yang tidak berfungsi pasti akan lenyap dengan sendirinya. Karenanya agama islam dari dulu hingga sekarang dengan tangguh menyatakan eksistensinya. Hali ini berarti bahwa agama mempunyai dan memerankan sejumlah peran dan fungsinya di masyarakat. Oleh karena itu , study islam dituntut untuk membuka dirinya agar studi islam mampu berkembang dan beradaptasi dengan dunia modern serta menjawab tantangan kehidupan dunia dan mudaya modern.
Adapun urgensi studi islam dapat dipahami sebagai berikut.[9]
1. Umat islam saat ini berada dalam kondisi problematic
Umat islam pada saat ini berada pada masa yang lemah dalam segala aspek kehidupan social budaya yang mana harus berhadapan dengan dunia modern yang serba psraktis dan maju. Oleh karena itu, umat islam tidak boleh terjebak pada romantisme, artinya menyibukkan diri untuk membesar-besarkan kejayaan masa lalu yang terwujud dalam sejarah islam, sementara saat ini islam masih silau menghadapi masa depannya. umat islam memang berada dalam suasana problematic. Jika sekarang umat islam masih berpegang teguh pada ajaran-ajaran islam hasil penafsiran ulama terdahulu yang dianggap sebagai ajaran yang mapan dan sempurna serta paten , berarti mereka memiliki intelektual sebatas itu saja yang pada akhirnya menghadapi masa depan suram.
Oleh karena itu, disinilah pentingnya studi islam yang dapat mengarahkan dan bertujuan untuk mengadakan usaha-usaha pembaharuan dan pemikiran kembali ajaran-ajaran agama islam yang merupakan warisan ajaran yang turun temurun agar mampu beradaptasi dan menjawab tantangan serta tuntutan zaman dan dunia modern dengan tetap berpegang pada sumber ajaran islam yang murni dan asli, yaitu al-quran dan As sunnah. Studi islam juga dapat diharapkan mampu memberikan pedoman dan pegangan hidup bagi umat islam agar tetap menjadi seorang muslim sejati yang hidup dalam dan mampu menjawab tantangan serta tuntutan zaman modern maupun era global sekarang.
Rasulullah SAW bersabda:
Sesungguhnya bani Israil ( kaum yahudi dan nasrani )telah berpecah belah menjadi 72 golongan, dan umatku akan berpecah belah menjadi 73 golongan. Mereka semua akan masuk neraka kecuali satu aliran saja.Para sahabat bertanya,”Siapakah dia itu wahai Rosulullah?” Beliau menjawb, “siapa yang mengikuti jejakku dan para sahabatku.” ( HR.tirmidzi al-Hakim dan al-Aajurri,diharuskan oleh al-Albani)
Dari hadist di atas kita tahu bahwa sejak jauh-jauh hari rosulullah telah menginformasikan (mensinyalir) tentang adanya perpecahan umat hadist diatas bukanlah isapan jempol belaka.di Indonesia saja ,telah muncul beberapa aliran agama baru yang muncul dari suatu agama -- terutama islam -- sejak puluhan tahun yang lalu.pada umumnya, pelopor sekaligus pemimpinnya mengaku sebagai ”orang pilihan” yang diutus oleh Tuhan sebagai juru selamat atau penyempurna suatu agama bagi umat manusia.
Maraknya aliran-aliran baru tersebut mengindikasikan adanya kebutuhan besar terhadap agama yang benar-benar bisa memenuhi kebutuhan rohaniah perubahan masyarakat akibat modernisme, globalisme dan tahap era post industri yang menyebabkan krisis kemanusiaan serta kurangnya pengetahuan tentang agamalah yang menjadi pangkal pangkal utama munculnya berbagai macam aliran tersebut.
Penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak akan terjadi jika manusia khususnya umat islam memahami dan menguasai metodelogi studi agama, yang dalam hal ini adalah metodologi studi islam.
2. Umat islam dan peradabannya berada dalam suasana problematic
Perkembangan IPTEK telah membuka era baru dalam perkembangan budaya dan peradaban umat manusia. Dunia tampak sebagai suatu system yang saling memiliki ketergantungan Oleh karenanya, umat manusia tentunya membutuhkan aturan, norma serta pedoman dan pegangan hidup yang dapat diterima oleh semua bangsa.
Umat manusia dalam sejarah peradaban dan kebudayaannya telah berhsil menemukan aturan, nilai, norma sebagai pegangan dan pedoman yang berupa: agama, filsafat, ilmu pengetahuan dan teknologi. Umat manusia pada masa yang serba canggih semakin menjadikan manusia-manusia modern kehilangan identitas serta kemanusiaannya (sifat-sifat manusiawinya).
Islam, sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin, tentunya mempunyai konsep atau ajaran yang bersifat manusiawi dan universal, yang dapat menyelamatkan umat manusia dan alam semesta dari kehancurannya. Akan tetapi , umat islam sendiri saat ini berada dalam situasi yang serba problematic. Kondisi kehidupan social budaya dan peradaban umat islam dalam keadaaan lemah dan tidak berdaya berhadapan dengan budaya dan peradaban manusia dan dunia modern. Disinilh urgensinya studi islam, yaitu untuk menggali ajaran-ajaran islam yang asli dan murni, dan yang bersifat manusiawi. Dari situlah kemudian dididikkan dan ditransformasikan kepada generasi penerusnya yang bisa menawarkan alternative pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh umat manusia dalam dunia modern.
D. RUANG LINGKUP
Agama sebagai obyek studi minimal dapat dilihat dari segi sisi:
1. Sebagai doktrin dari Tuhan yang sebenarnya bagi para pemeluknya sudah final dalam arti absolute, dan diterima apa adanya.
2. Sebagai gejala budaya, yang berarti seluruh yang menjadi kreasi manusia dalam kaitannya dengan agama, termasuk pemahaman orang terhadap doktrin agamanya.
3. Sebagai interaksi social, yaitu realitas umat Islam.
Bila islam dilihat dari tiga sisi, maka ruang lingkup studi islam dapat dibatasi pada tiga sisi tersebut. Oleh karena sisi doktrin merupakan suatu keyakinan atas kebenaran teks wahyu, maka hal ini tidak memerlukan penelitian didalamnya.
Islam dipahami dari sisi ajaran, doktrin dan pemahaman masyarakat debngan asumsi dapat diketahui tradisi dan kekuatan masyarakat setempat. Setaelah itu pemahaman yang telah menjadi input bagi kaum orentalis diambil sebagai dasar kebijakan oleh penguasa colonial yang tentunya lebih menguntungkan mereka ketimbang rakyat banyak diwilayah jajahanya. Hasil studi ini sesungguhnya lebih menguntungkan kaum penjajah tatas dasar masukan ini para penjajah colonial dapat mengambil kebijakan didaerah koloni dengan mempertimbangkan budaya lokal. Atas masukkan ini, para penjajah mampu membuat kekuatan social, masyarakat terjajah sesuai dengan kepentingan dan keutunganya. Setelah mengalami keterpurukan, dunia islam mulai bangkit memalui para pembaru yang telah dicerahkan. Dari kelompok ini munculah gagasan agar umat islam mengejar ketertinggalanya dari umat lain.
Agama sebagai obyek studi minimal dapat dilihat dari segi sisi:
1. Agama Sebagai doktrin dari Tuhan
Agama Sebagai doktrin dari Tuhan yang sebenarnya bagi para pemeluknya sudah final dalam arti absolute, dan diterima apa adanya. Kata doktrin berasal dari bahasa inggris doctrine yang berarti ajaran. Dari kata doctrine itu kemudian dibentuk kata doktina;, yang berarti yang berkenaan dengan ajaran atau bersifat ajaran. Selain kata doctrine sebgaimana disebut diatas, terdapat kata doctrinaire yang berarti yang bersifat teoritis yang tidak praktis. Contoh dalam hal ini misalnya doctrainare ideas ini berrati gagasan yang tidak praktis.
Studi doktinal ini berarti studi yang berkenaan dengan ajaran atau studi tentang sesuatu yang bersifat teoritis dalam arti tidak praktis. Mengapa tidak praktis? Jawabannya adalah karena ajaran itu belum menjadi sesuatu bagi seseorang yang dijadikan dasar dalam berbuat atau mengerjakan sesuatu.
Uraian ini berkenaan dengan Islam sebagai sasaran atau obyek studi doctrinal tersebut. Ini berarti dalam studi doctrinal kali yang di maksud adalah studi tentang ajaran Islam atau studi Islam dari sisi teori-teori yang dikemukakan oleh Islam.
Islam di definisikan oleh sebagian ulama sebagai berikut: “al-Islamu wahyun ilahiyun unzila ila nabiyyi Muhammadin Sallahu`alaihi wasallam lisa`adati al-dunya wa al-akhirah” (Islam adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman untuk kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat)[10]
Berdasarkan pada definisi Islam sebagaimana di kemukakan di atas, maka inti dari Islam adalah wahyu. Sedangkan wahyu yang dimaksud di atas adalah al-Qur`an dan al-Sunnah. Al-Qur`an yang kita sekarang dalam bentuk mushaf yang terdiri tiga puluh juz, mulai dari surah al-Fatihah dan berakhir dengan surah al-Nas, yang jumlahnya 114 surah.
Sedangkan al-Sunnah telah terkodifikasi sejak tahun tiga ratus hijrah. Sekarang ini kalau kita ingin lihat al-Sunnah atau al-Hadist, kita dapat lihat di berbagai kitab hadist. Misalnya kitab hadist Muslim yang disusun oleh Imam Muslim, kitab hadist Shaleh Bukhari yang ditulis Imam al-Bukhari, dan lain-lain.
Dari kedua sumber itulah, al-Qur`an dan al-Sunnah, ajaran Islam diambil. Namun meski kita mempunyai dua sumber, sebagaimana disebut diatas, ternyata dalam realitasnya, ajaran Islam yang digali dari dua sumber tersebut memerlukan keterlibatan tersebut dalam bentuk ijtihad.
Dengan ijtihad ini, maka ajaran berkembang. Karena ajaran Islam yang ada di dalam dua sumber tersebut ada yang tidak terperinci, banyak yang diajarkan secara garis besar atau global. Masalah-masalah yang berkembang kemudian yang tidak secara terang disebut di dalam dua sumber itu di dapatkan dengan cara ijtihad.
Dengan demikian, maka ajaran Islam selain termaktub pula di dalam penjelasan atau tafsiran-tafsiran para ulama melalui ijtihad itu.
Hasil ijtihad selama tersebar dalam semua bidang, bidang yang lain. Semua itu dalam bentuk buku-buku atau kitab-kitab, ada kitab fiqih, itab ilmu kalam, kitab akhlaq, dan lain-lain.
Sampai disini jelaslah, bahwa ternyata ajaran Islam itu selain langsung diambil dari al-Qur`an dan al-Sunnah, ada yang diambil melalui ijtihad. Bahkan kalau persoalan hidup ini berkembang dan ijtihad terus dilakukan untuk mencari jawaban agama Islam terhadap persoalan hidup yang belum jelas jawabannya di dalam suatu sumber yang pertama itu. Maka ajaran yang diambil dari ijtihad ini semakin banyak.
Studi Islam dari sisi doctrinal itu kemudian menjadi sangat luas, yaitu studi tentang ajaran Islam baik yang ada di dalam al-Qur`an maupun yang ada di dalam al-Sunnah serta ada yang menjadi penjelasan kedua sember tersebut dengan melalui ijtihad.
Jadi sasaran studi Islam doctrinal ini sangat luas. Persoalannya adalah apa yang kemudian di pelajari dari sumber ajaran Islam itu.
2. Sebagai gejala budaya,
Seluruh yang menjadi kreasi manusia dalam kaitannya dengan agama, termasuk pemahaman orang terhadap doktrin agamanya. Pada awalnya ilmu hanya ada dua Suatu penemuan yang dihasilkan seseorang pada suaktu-waktu mengenai suatu gejala sifat alam.
Agama merupakan kenyataan yang dapat dihayati. Sebagai kenyataan, berbagai aspek perwujudan agama bermacam-macam, tergantung pada aspek yang dijadikan sasaran studi dan tujuan yang hendak dicapai oleh orang yang melakukan studi.
Cara-cara pendekatan dalam mempelajari agama dapat dibagi ke dalam dua golongan besar, yaitu model studi ilmu-ilmu social dan model studi budaya.
Tujuan mempelajari agama Islam juga dapat dikategorikan ke dalam dua macam, yang pertama, untuk mengetahui, memahami, menghayati dan mengamalkan. Kedua, untuk obyek penelitian. Artinya, kalau yang pertama berlaku khusus bagi umat Islam saja, baik yang masih awam, atau yang sudah sarjana. Akan tetapi yang kedua berlaku umum bagi siapa saja, termasuk sarjana-sarjana bukan Isalam, yaitu memahami. Akan tetapi realitasnya ada yang sekedar sebagai obyek penelitian saja.
Untuk memahami suatu agama, khususnya Islam memang harus melalui dua model, yaitu tekstual dan konstektual. Tekstual, artinya memahami Islam melalui wahyu yang berupa kitab suci. Sedangkan kontekstual berarti memahami Islam lewat realitas social, yang berupa perilaku masyarakat yang memeluk agama bersangkutan.
Studi budaya di selenggarakan dengan penggunaan cara-cara penelitian yang diatur oleh aturan-aturan kebudayaan yang bersangkutan.
Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan yang dipunyai oleh manusia sebagai mahkluk social yang isinya adalah perangkat-perangkat model-model pengetahuan yang secara selektif dapat digunakan untuk memahami dan menginterprestasi lingkungan yang di hadapi, dan untuk mendorong dan menciptakan tindakan-tindakan yang diperlukan.
Islam merupakan agama yang diwahyukan Allah SWT. Kepada Nabi Muhammad SAW.sebagai jalan hidup untuk meraih kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Agama islam disebut juga agama samawi . selain agama Islam, Yahudi dan Nasrani juga termasuk ke dalam kategori agama samawi. Sebab keduanya merupakan agama wahyu yang diterima Nabi Musa dab Nabi Isa sebagai utusan Allah yang menerima pewahyuan agama Yahudi dan Nasrani.
Agama wahyu bukan merupakan bagian dari kebudayaan. Demikian pendapat Endang Saifuddin Anshari yang mengatakan dalam suatu tulisannya bahwa:
“agama samawi dan kebudayaan tidak saling mencakup; pada prinsipnya yang satu tidak merupakan bagian dari yang lainnya; masing-masing berdiri sendiri. Antara keduanya tentu saja dapat saling hubungan dengan erat seperti kita saksikan dalam kehidupan dan penghidupan manusia sehari-hari. Sebagaimana pula terlihat dalam hubungan erat antara suami dan istri, yang dapat melahirkan putra, namun suami bukan merupakan bagian dari si istri, demikian pula sebaliknya.
Atas dasar pandangan di atas, maka agama Islam sebagai agama samawi bukan merupakan bagian dari kebudayaan (Islam), demikian pula sebaliknya kebudayaan Islam bukan merupakan bagian dari agama Islam. Masing-masing berdiri sendiri, namun terdapat kaitan erat antara keduanya. Menurut Faisal Ismail, hubungan erat itu adalah bahwa Islam merupakan dasar, asas pengendali, pemberi arah, dan sekaligus merupakan sumber nilai-nilai budaya dalam pengembangan dan perkembangan cultural. Agama (Islam)lah yang menjadi pengawal, pembimbing, dan pelestari seluruh rangsangan dan gerak budaya, sehingga ia menjadi kebudayaan yang bercorak dan beridentitas Islam.
Lebih jauh Faisal menjelaskan bahwa walaupun memiliki keterkaitan, Islam dan kebudayaan merupakan dua entitas yang berbeda, sehingga keduanya bisa dilihat dengan jelas dan tegas. Shalat misalnya adalah unsure (ajaran) agama, selain berfungsi untuk melestarikan hubungan manusia dengan Tuhan, juga dapat melestarikan hubungan manusia dengan manusia juga menjadi pendorong dan penggerak bagi terciptanya kebudayaan. Untuk tempat sholat orang membangun masjid dengan gaya arsitektur yang megah dan indah, membuat sajadah alas untuk bersujud dengan berbagai disain, membuat tutup kepala, pakaian, dan lain-lain. Itulah yang termasuk aspek kebudayaan.
Proses interaksi Islam dengan budaya dapat terjadi dalam dua kemungkinan. Pertama adalah Islam mewarnai, mengubah, mengolah, an memperbaharui budaya. Kedua, justru Islam yang diwarnai oleh kebudayaan. Masalahnya adalah tergantung dari kekuatan dari dua entitas kebudayaan atau entitas keislaman. Jika entitas kebudayaan yang kuat maka akan muncul muatan-muatan local dalam agama, seperti Islam Jawa. Sebaliknya, jika entitas Islam yang kuat mempengaruhi budaya maka akan muncul kebudayaan Islam.
Agama sebagai budaya, juga dapat diihat sebagai mekanisme control, karena agama adalah pranata social dan gejala social, yang berfungsi sebagai kontro, terhadap institus-institus yang ada.
Dalam kebudayaan dan peradaban dikenal umat Islam berpegang pada kaidah: Al-Muhafadhatu ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al jaded alashlah, artinya: memelihara pada produk budaya lama yang baik dan mengambil produk budaya baru yang lebih baik.
Oleh karena itu, dapat di simpulkan bahwa hasil pemikiran manusia yang berupa interprestasi terhadap teks suci itu disebut kebudayaan, maka sisitem pertahanan Islam, system keuangan Islam, dan sebagainya yang timbul sebagai hasil pemikiran manusia adalah kebudayaan pula. Kalaupun ada perbedaannya dengan kebudayaan biasa, maka perbedaan itu terletak pada keadaan institusi-institusi kemasyarakatan dalam Islam, yang disusun atas dasar prinsip-prinsip yang tersebut dalam al-Qur`an.
3. Sebagai interaksi social,
Realitas umat Islam. Bila islam dilihat dari tiga sisi, maka ruang lingkup studi islam dapat dibatasi pada tiga sisi tersebut. Oleh karena sisi doktrin merupakan suatu keyakinan atas kebenaran teks wahyu, maka hal ini tidak memerlukan penelitian didalamnya.
Melalui pendekatan antropologi hubungan agama dengan berbagai masalh kehidupan manusia, dan dengan itu pula agama terlihat akrab dan fungsional dan berbagai fenomena kehidupan manusia[11]
Islam sebagai sasaran studi social ini dimaksudkan sebagai studi tentang Islam sebagai gejala social. Hal ini menyangkut keadaan masyarakat penganut agama lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala social lainnya yang saling berkaitan.
Dengan demikian yang menjadi obyek dalam kaitan dengan Islam sebagai sasaran studi social adalah Islam yang telah menggejala atau yang sudah menjadi fenomena Islam. Yang menjadi fenomena adalah Islam yang sudah menjadi dasar dari sebuah perilaku dari para pemeluknya.
M. Atho Mudzhar, menulis dalam bukunya, pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, bahwa ada lima bentuk gejala agama yang perlu diperhatikan dalam mempelajari atau menstudi suatu agama. Pertama, scripture atau naskah-naskah atau sumber ajaran dan symbol-simbol agama. Kedua, para penganut atau pemimpin atau pemuka agama, yaitu yang berkenaan dengan perilaku dan penghayatan para penganutnya. Ketiga, ritus-ritus, lembaga-lembaga dan ibadat-ibadat, seperti shalat, haji, puasa, perkawinan dan waris. Keempat, alat-alat, organisasi-organisasi keagamaan tempat penganut agama berkumpul, seperti NU dan lain-lain[12].
Masih menurut M. Atho Mudzhar, agama sebagai gejala social, pada dasarnya bertumpu pada konsep sosiologi agama. Sosiologi agama mempelajari hubungan timbal balik antara agama dan masyarakat. Masyarakat mempengaruhi agam, dan agama mempengaruhi masyarakat. Tetapi menurutnya, sosiologi sekarang ini mempelajari bukan masalah timbale balik itu, melainkan lebih kepada pengaruh agama terhadap tingkah laku masyarakat. Bagaimana agama sebagai system nlai mempengaruhi masyarakat.
Meskipun kecenderungan sosiologi agama. Beliau member contoh teologi yang dibangun oleh orang-orang syi`ah, orang-orang khawarij, orang-orang ahli al-Sunnah wa al-jannah dan lain-lain. Teologi-teologi yang dibangun oleh para penganut masing-masing itu tidak lepas dari pengaruh pergeseran perkembangan masyarakat terhadap agama.
Persoalan berikutnya adalah bagaimana lita melihat masalah Islam sebagai sasaran studi social. Dalam menjawab persoalan ini tentu kita berangkat dari penggunaan ilmu yang dekat dengan ilmu kealaman, karena sesungguhnya peristiwa-peristiwa yang terjadi mengalami keterulangan yang hampir sama atau dekat dengan ilmu kealaman, oleh karena itu dapat diuji.
Jadi dengan demikian metodologi studi Islam dengan mengadakan penelitian social. Penelitian social berada diantara ilmu budaya mencoba memahami gejala-gejala yang tidak berulang tetapi dengan cara memahami keterulangan.
Sedangkan ilmu kealaman itu sendiri paradigmanya positivism. Paragdima positivism dalam ilmu ini adalah sesuatu itu baru dianggap sebagai ilmu kalau dapat dimati (observable), dapat diukur (measurable), dan dapat dibuktikan (verifiable). Sedangkan ilmu budaya hanya dapat diamati. Kadang-kadang tidak dapat diukur atau diverifikasi. Sedangkan ilmu social yang diangap dekat dengan ilmu kealaman berarti juga dapat diamati, diukur, dan diverifikasi.
Melihat uraian di atas, maka jika Islam dijadikan sebagai sasaran studi social, maka harus mengikuti paragdima positivism itu, yaitu dapat diamati gejalanya, dapat diukur, dan dapat diverifikasi.
Hanya saja sekarang ini juga berkembang penelitian kualitatif yang tidak menggunakan paragdima positivisme. Ini berarti ilmu social itu dianggap tidak dekat kepada ilmu kealaman. Jika halnya demikian, maka berarti dekat kepada ilmu budaya ini berarti sifatnya unik.
Lima hal sebagai gejala agama yang telah disebut di atas kemudian dapat dijadikan obyek dari kajian Islam dengan menggunakan pendekatan ilmu social sebagaimana juga telah dungkap diatas.
Masalahnya tokoh agama Islam, penganut agama Islam, interaksi antar umat beragama, dan lain-lain dapat diangkat menjadi sasaran studi Islam.
E. TUJUAN
Muhaimin dalam bukunyab mengemukakan bahwa arah dan tujuan studi islam dapat dirumuskan sebagai berikut:[13]
1. Untuk mempelajari secara mendalam apa sebenarnya (hakikat) agam islam
Allah menurunkun agam sebagai alat untuk membimbing dan mengarahkan seta menyempurnakan pertumbuhan dan perkembangan agama-agama dan budaya umat manusia dimuka bumi. Allah juga menurunkan ajaran islam sebgai fase awal dari pertumbuhan dan perkembangan akal dan budi daya manusia. Denngan demikian dapat dikatakan bahwa ajaran agam islam telah tumbuh dan berkembang sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan akal fikiran dan budi daya serat agama.
2. Untuk mempelajari secara mendalam pokok-pokok isi ajaran agama islam yang asli dan operasionalisasinya dalam pertumbuhan dan perkembangan budaya dan peradaban Islam
Sepanjang sejarahnya Agama islam adalah agama fitrah sehingga pokok-pokok isi ajaran agama islam tentunya sesuai dengan fitrah manusia. Fitrah adalah potensi manusia. Potensi fitrah inilah yang membuat manusia hidup, tumbuh dan berkembang. Sebagi agam fitrah , pokok-pokok ajaran agama islam tersebut akan tumbuh dan berkembang secara operasional dan serasi bersam dengan pertumbuhan dan perkembangan fitrah manusia tersebut.
3. Untuk mempelajari secara mendalam sumber dasar ajaran agam islam yang tetap abadi dan dinamis.
Agam islam sebagai agama samawi terkhir membawa ajaran-ajaran yang berifat final dan mampu memecahkan masalah-maslah kehidupan manusia, menjawab tantangan dan tuntutannya sepanjang zaman. Permasalahan dan tantangan dan tuntutan hidup manusiapun bertumbuh-kembang menjadi kompleks dan menimbulkan pertumbuhan dan perkembangan system kehidupan budaya dan peradaban manusia yang semakin maju dan modern.
4. Untuk mempelajari secara mendalam prinsip-prinsip dan nilai –nilai dasar ajaran agam islam , dan bagaiman membimbing dan mengarahkan serta mengontrol perklembangan budaya dan peradaban manusia pada zaman modern.
Nilai dan prinsip dasar ajaran agama islam diharapkan menjadi alternative yang mampu mengarahkan, mengontrol, dan mengendalikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern serta factor dinamika lainnya dari system budaya dan peradaban manusia menuju terwujudnya kondisi kehidupan yang adil dan makmur.
F. KESIMPULAN
Kesimpulan dari artikel yang bertemakan Metode Studi Islam adalah sebagai berikut:
1. Metodologi adalah ilmu cara- cara dan langkah-langkah yang tepat (untuk menganalisa sesuatu) penjelasan serta menerapkan cara.
Istilah metodologi studi islam digunakan ketika seorang ingin membahas kajian- kajian seputar ragam metode yang biasa digunakan dalam studi islam. Sebut saja misalnya kajian atas metode normative, historis, filosofis, komparatif dan lain sebagainya. Metodologi studi islam mengenal metode- metode itu sebatas teoritis. Seseorang yang mempelajarinya juga belum menggunakannya dalam praktik. Ia masih dalam tahap mempelajari secara teoritis bukan praktis
2. Urgensi studi islam dapat dipahami sebagai berikut: (1) Umat islam saat ini berada dalam kondisi problematic, (2) Umat islam dan peradabannya berada dalam suasana problematic
3. Ruang lingkup metodologi studi islam: (1) Sebagai doktrin dari Tuhan yang sebenarnya bagi para pemeluknya sudah final dalam arti absolute, dan diterima apa adanya. (2) Sebagai gejala budaya, yang berarti seluruh yang menjadi kreasi manusia dalam kaitannya dengan agama, termasuk pemahaman orang terhadap doktrin agamanya. (3) Sebagai interaksi social, yaitu realitas umat Islam.
4. Tujuan studi islam dapat dirumuskan sebagai berikut: (1) Untuk mempelajari secara mendalam apa sebenarnya (hakikat) agam islam. (2) Untuk mempelajari secara mendalam pokok-pokok isi ajaran agama islam yang asli dan operasionalisasinya dalam pertumbuhan dan perkembangan budaya dan peradaban Islam. (3) Untuk mempelajari secara mendalam sumber dasar ajaran agam islam yang tetap abadi dan dinamis. (4) Untuk mempelajari secara mendalam prinsip-prinsip dan nilai –nilai dasar ajaran agam Islam, dan bagamaina membimbing dan mengarahkan serta mengontrol perkembangan budaya dan peradaban manusia pada zaman modern.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Anwar, DKK, Rosihon, Pengantar Study Islam,(Bandung: Pustaka Setia, 2009)
Ø Djaelani, M, Ensklopedi Islam, (Yogyakarta: Panji Pustaka, 2007), cet. I
Ø Mudzhar, Atho, Pendekatan Studi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007)
Ø Muhaimin, kawasan dan wawasan studi islam, ( Jakarta:kencana,2007) cet 2
Ø Mukti, Ali, Metode Memahami Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991)
Ø Nata, Abuddin, Metodologi studi islam (Jakarta: Rajawali pres, 2012)
Ø Rozak, Abdul, Metodologi Studi Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008)
Ø Yatimin, Abdullah, studi islam kontemporer, (Jakarta: pustaka sinar harapan, 2009)
[1] Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 11
[2] M. Djaelani, Ensklopedi Islam, (Yogyakarta: Panji Pustaka, 2007), cet. I, 146.
[3] Abdul Rozak, Metodologi Studi Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), 68
[4] Mukti Ali, Metode Memahami Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), 27
[5] Abdul Rozak, Metodologi Studi Islam……….., 68
[6] Ibid,
[7] Muhaimin, kawasan dan wawasan studi islam, ( Jakarta:kencana,2007) cet 2, 3
[8] yatimin Abdullah, studi islam kontemporer, (Jakarta: pustaka sinar harapan, 2009), 149
[9] Rosihon Anwar, M.Ag.,DKK, Pengantar Study Islam,(Bandung: Pustaka Setia, 2009), 28-31
[10] Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam…………,19
[11] Abuddin nata, Metodologi studi islam (Jakarta: Rajawali pres, 2012), 38
[12] Atho mudzhar, Pendekatan Studi Islam…………,13-14
[13] Rosihon Anwar, DKK, Pengantar Study Islam……….., 32-36
1 comment:
trimakasih..... izin share pak..
Post a Comment