Oleh : Ahmad Fathullah
A. Pendahuluan
Sepeninggal
Nabi Muhammad SAW, beliau tidak meninggalkan wasiat tentang yang akan
menggantikan posisi beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau
wafat. Tampaknya Nabi Muhammad SAW menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum Muslimin
itu sendiri untuk menentukannya. Karena beliau sendiri tidak pemah menunjuk di
antara sahabatnya yang akan menggantikannya sebagai pemimpin umat Islam, bahkan
tidak pula membentuk suatu dewan yang dapat menentukan siapa penggantinya.
Karena
itulah, tidak lama setelah beliau wafat bahkan jenazahnya belum dimakamkan,
sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul di Balai Kota Bani Saidah Madinah
untuk memusyawarahkan siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin. Dalam
musyawarah tersebut cukup berjalan alot, karena dari masing-masing pihak, baik
dari Muhajirin maupun Anshar sama-sama merasa berhak menjadi pemimpin umat
Islam.
Namun
dengan semangat ukhuwah Islamiyyah yang tinggi, akhirnya Abu Bakar secara
demokratis terpilih menjadi pemimpin umat Islam menggantikan setelah Nabi
Muhammad SAW wafat. Rasa semangat ukhuwah Islamiyah yang dijiwai sikap
demokratis tersebut dapat dibuktikan adanya masing-masing pihak menerima dan
mau membaiat Abu Bakar sebagai pemimpin umat Islam setelah Nabi Muhammad SAW.
Untuk membatasi
dalam pembahasan makalah ini akan dijelaskan tentang biografi Abu Bakar, peran
Abu Bakar pada periode Makkah dan Madinah, proses pengangkatan Abu Bakar
sebagai khalifah, Jasa dan peninggalan Abu Bakar, kemajuan-kemajuan masa
pemerintahan Abu Bakar.
B. Biografi
Abu Bakar
Abu
Bakar As Siddiq lahir pada tahun 568 M atau 55 tahun sebelum hijrah. Dia
merupakan khalifah pertama dari Al-Khulafa'ur Rasyidin , sahabat Nabi Muhammad
SAW yang terdekat dan termasuk di antara orang-orang yang pertama masuk Islam
(as-sabiqun al-awwalun). Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Abi Kuhafah
at-Tamini.
Pada
masa kecilnya Abu Bakar bernama Abdul Ka'bah. Nama ini diberikan kepadanya
sebagai realisasi nazar ibunya sewaktu mengandungnya. Kemudian nama itu ditukar
oleh Nabi Muhammad SAW menjadi Abdullah bin Kuhafah at-Tamimi. Gelar Abu Bakar
diberikan Rasulullah SAW karena ia seorang yang paling cepat masuk Islam,
sedang gelar as-Siddiq yang berarti 'amat membenarkan' adalah gelar yang
diberikan kepadanya karena ia amat segera memberiarkan Rasulullah SAW dalam
berbagai macam peristiwa, terutama peristiwa "Isra Mikraj".
Ayahnya
bernama Usman (juga disebut Abi Kuhafah) bin Amir bin Amr bin Saad bin Taim bin
Murra bin Kaab bin Luayy bin Talib bin Fihr bin Nadr bin Malik. Ibunya bernama
Ummu Khair Salma binti Sakhr. Garis keturunan ayah dan ibunya bertemu pada
neneknya bernama Kaab bin Sa'd bin Taim bin Muarra. Kedua orang tuanya berasal
dari suku Taim, suku yang melahirkan banyak tokoh terhormat.[1]
Sejak
kecil ia dikenal sebagai anak yang baik dan sabar, jujur, dan lemah lembut, dia
merupakan lambang kesucian dan ketulusan hati. Sifat-sifat yang mulia itu
membuat ia disenangi oleh masyarakat. la menjadi sahabat Nabi Muhammad SAW
semenjak keduanya masih remaja. Setelah dewasa ia mencari nafkah dengan jalan
berdagang dan ia dikenal sebagai pedagang yang jujur, berhati suci dan sangat
dermawan, dan ia dikenal sebagai pedagang yang sukses.
Keberhasilannya
dalam perdagangan itu disebabkan oleh pribadinya dan wataknya, berperawakan
kurus, putih, dengan sepasang bahu yang kecil dan muka lancip dengan mata yang
cekung disertai dahi yang agak menonjol dan urat-urat tangannya yang tampak
jelas, begitulah dilukiskan oleh putrinya Aisyah Ummulmukminin. Begitu damai
perangnya, sangat lemah lembut dan sikapnya yang tenang sekali. Tak mudah ia
terdorong oleh hawa nafsu. Ia memiliki pandangan yang jernih serta pikiran yang
tajam dan juga cara bicaranya sedap dan pandai bergaul.
Selain
itu, Abu Bakar adalah seorang pemikir Makkah yang memandang penyembahan berhala
itu suatu kebodohan dan kepalsuan belaka, ia adalah orang yang menerima dakwah
tanpa ragu dan ia adalah orang pertama yang memperkuat agama Islam serta
menyiarkannya. Di samping itu ia suka melindungi golongan lemah dengan hartanya
sendiri dan kelembutan hatinya.
Di
samping itu, Abu Bakar dikenal mahir dalam ilmu nasab (pengetahuan mengenai
silsilah keturunan). la menguasai dengan baik berbagai nasab kabilah dan
suku-suku arab, bahkan ia juga dapat mengetahui ketinggian dan kerendahan
masing-masing dalam bangsa arab.
Dalam
usia muda itu ia menikah dengan Qutailah binti Abdul Uzza. Dan perkawinannya
ini lahir dua orang putra bernama Abdur Rahman dan Aisyah. Kemudian setelah di
Madinah ia menikah dengan Habibah binti Kharijah, setelah itu menikah dengan
Asma' binti Umais yang melahirkan Muhammad.[2]
C. Peran
Abu Bakar di Makkah dan Madinah
Abu
Bakar masuk Islam pada hari-hari pertama Islam didakwahkan. Tidak sulit baginya
meyakini ajaran-ajaran yang disampaikan Nabi Muhammad SAW, karena sejak usia muda
ia sudah kenal betul akan keagungan Nabi Muhammad SAW. Setelah masuk Islam, ia
menumpahkan seluruh perhatiannya untuk pengembangan Islam.[3] Sebagai
orang yang disegani di kalangan bangsawan Arab, keislaman Abu Bakar membuat
banyak orang tertarik masuk Islam, seperti Usman bin Affan, Abdur Rahman bin
Aufdan Zubair bin Awwam.
Perjuangan
Abu Bakar dan darmabaktinya bagi pertumbuhan dan perkembangan Islam banyak
sekali yang dapat disebutkan. Di antaranya ia sangat menaruh perhatian kepada
penderitaan yang dialami kaum yang lemah, khususnya para budak yang menerima
dakwah Nabi Muhammad SAW. Sejumlah budak yang disiksa oleh tuannya karena
mereka memeluk Islam ditebus oleh Abu Bakar dengan hartanya kemudian
dimerdekakan. Salah satu dari budak yang dimerdekakan seperti Bilal bin Rabah.
Peran
yang dimainkan Abu Bakar ketika di Makkah banyak sekali, seperti di bidang
materi segala kekayaan yang dimilikinya digunakan untuk perjuangan dan kejayaan
Islam dan demi kebenaran ajaran yang dibawa Nabi Muhammad SAW dalam waktu suka
maupun duka.
Dalam
pertempuran yang terjadi pada masa Nabi Muhammad SAW Abu Bakar tidak pemah
absen, melainkan selalu berada di dekat Nabi Muhammad SAW. Contoh dalam perang
Tabuk, bukan hanya jiwa yang dipertaruhkannya, namun seluruh harta bendanya
habis dikorbankan untuk memenangkan perjuangan Islam.[4]
Pengorbanan
dan jasanya ketika di Makkah di samping harta benda ia selalu berusaha
mendampingi dan melindungi Nabi Muhammad SAW ketika banyak orang kafir yang
mengejeknya, bahkan ia adalah yang mendampingi Nabi Muhammad SAW pada saat
hijrah ke Madinah.
Pada
saat di Madinah Abu Bakar selalu mendampingi, melindungi dan membantu Nabi
Muhammad SAW dalam proses penyebaran Islam. Di samping itu banyak peperangan
yang diikuti Abu Bakar selama di Madinah, seperti perang Badar, perang Uhud,
perang Khandak dan sebagainya. Karena kesibukan Nabi Muhammad SAW di Madinah,
maka pada saat kota Makkah berhasil ditundukkannya dan umat Islam akan
menunaikan ibadah haji , maka untuk memimpin jamaah haji dipercayakan kepada
Abu Bakar. Dalam banyak kesempatan Abu Bakar sering mendapatkan kepercayaan
untuk mewakili dirinya, seperti pada saat Rasulullah SAW uzur (berhalangan)
tidak dapat mengimami shalat di Masjidil Haram Madinah, Nabi Muhammad SAW
menunjuk Abu Bakar untuk menggantikannya sebagai imam shalat.[5]
D. Proses
Pengangkatan Abu Bakar
Berita
wafatnya Nabi Muhammad SAW, bagi para sahabat dan kaum Muslimin adalah seperti
petir di siang belong karena sangat cinta mereka kepada beliau. Apalagi bagi
para sahabat yang biasa hidup bersama di bawah asuhan beliau . Mereka paling
diperlihatkan adalah beliau, sehingga ada orang tidak percaya akan kabar
wafatnya beliau.
Di
antaranya adalah sahabat Umar bin Khattab yang dengan tegas membantah setiap
orang yang membawa kabar wafatnya beliau, bahkan Umar bin Khattab mengancam
akan membunuh barang siapa yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW wafat.
Di saat
keadaan gempar yang luar biasa ini datanglah sahabat Abu Bakar untuk
menenangkan kegaduhan itu, ia berkata di hadapan orang banyak; "Wahai
manusia, siapa yang menyembah Muhammad, maka Muhammad sudah wafat, dan barang
siapa menyembah Allah, Allah hidup tidak akan mati selamanya".
Setelah
kaum Muslimin dan para sahabat menyadari tentang wafatnya Rasulullah SAW, maka
Abu Bakar dikagetkan lagi dengan adanya perselisihan faham antara kaum
Muhajirin dan Anshar tentang siapa yang akan menggantikan Nabi sebagai khalifah
kaum Muslimin. Pihak Muhajirin menghendaki dari golongan Muhajirin dan pihak
Anshar menghendaki pihak yang memimpin. Situasi yang memanas inipun dapat
diatasi oleh Abu Bakar, dengan cara Abu Bakar menyodorkan dua orang calon
khalifah untuk memilihnya yaitu Umar bin Khattab atau Abu Ubaidah bin Jarrah.
Namun keduanya justru menjabat tangan Abu Bakar dan mengucapkan baiat memilih Abu
Bakar.
Setelah
Rasulullah SAW wafat pada 632 M, Abu Bakar terpilih sebagai khalifah pertama
pengganti Rasulullah SAW dalam memimpin negara dan umat Islam. Waktu itu daerah
kekuasaan hampir mencakup seluruh Semenanjung Arabia yang terdiri atas berbagai
suku Arab.
Ada
beberapa faktor yang mendasari terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah, yaitu: [6]
- menurut pendapat umum yang ada pada zaman itu, seorang khalifah (pemimpin) haruslah berasal dari suku Quraisy; pendapat ini didasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW yang berbunyi "al-aimmah min Quraisy" (kepemimpinan itu di tangan orang Quraisy).
- Sahabat sependapat tentang ketokohan pribadi Abu Bakar sebagai khalifah karena beberapa keutamaan yang dimilikinya, antara ia adalah laki-laki dewasa pertama yang memeluk Islam, ia satu-satunya sahabat yang menemani Nabi SAW pada saat hijrah dari Makkah ke Madinah dan ketika bersembunyi di Gua Tsur, ia yang ditunjuk oleh Rasulullah SAW untuk mengimami shalat pada saat beliau sedang uzur, dan ia keturunan bangsawan, cerdas, dan berakhlak mulia.
- Beliau sangat dekat dengan Rasulullah SAW, baik dalam bidang agama maupun kekeluargaan. Beliau seorang dermawan yang mendermakan hartanya untuk kepentingan Islam.
Sebagai khalifah Abu Bakar mengalami dua kali
baiat. Pertama di Saqifa Bani Saidah yang dikenal dengan Bai 'at Khassah dan
kedua di Masjid Nabi (Masjid Nabawi) di Madinah yang dikenal dengan Bai’at A
'mmah.
Seusai
acara pembaitan di Masjid Nabawi, Abu Bakar sebagai khalifah yang baru terpilih
berdiri dan mengucapkan pidato. la memulai pidatonya dengan menyatakan sumpah
kepada Allah SWT dan menyatakan ketidakberambisiannya untuk menduduki jabatan
khalifah tersebut. Abu Bakar selanjutnya mengucapkan "Saya telah
terpilih menjadi pemimpin kamu sekalian meskipun saya bukan orang yang terbaik
di antara kalian. Karena itu, bantulah saya seandainya saya berada di jalan
yang benar dan bimbinglah saya seandainya saya berbuat salah. Kebenaran adalah
kepercayaan dan kebohongan adalah pengkhianatan. Orang yang lemah di antara
kalian menjadi kuat dalam pandangan saya hingga saya menjamin hak-haknya
seandainya Allah menghendaki dan orang yang kuat di antara kalian adalah lemah
dalam pandangan saya hingga saya dapat merebut hak daripadanya. Taatilah saya
selama saya taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan bila saya mendurhakai Allah
dan Rasul-Nya, janganlah ikuti saya".[7]
Di masa
awal pemerintahan Abu Bakar, diwarnai dengan berbagai kekacauan dan
pemberontakan, seperti munculnya orang-orang murtad, aktifnya orang-orang yang
mengaku diri sebagai nabi (nabi palsu), pemberontakan dari beberapa kabilah
Arab dan banyaknya orang-orang yang ingkar membayar zakat.
Munculnya
orang-orang murtad disebabkan oleh keyakinan mereka terhadap ajaran Islam belum
begitu mantap, dan wafatnya Rasulullah SAW menggoyahkan keimanan mereka. Mereka
beranggapan bahwa kaum Quraisy tidak akan bangun lagi setelah Nabi Muhammad SAW
wafat. Dan mereka merasa tidak terikat lagi dengan agama Islam lalu kembali
kepada ajaran agama sebelumnya. Tentang orang-orang yang mengaku diri nabi sebenarnya
telah ada sejak masa rasulullah SAW, tetapi kewibawaan Rasulullah SAW
menggetarkan hati mereka untuk melancarkan aktivitasnya. Diantara nabi palsu
seperti Musailamah Al Kadzab dari Bani Hanifah, Tulaihah bin Khuwailid dari
Bani As'ad Saj'ah Tamimiyah dari Bani Yarbu, dan Aswad Al Ansi dari Yaman.
Mereka
mengira, bahwa Abu Bakar adalah pemimpin yang lemah, sehingga mereka berani
membuat kekacauan. Pemberontakan kabilah disebabkan oleh anggapan mereka bahwa
perjanjian perdamaian yang dibuat bersama Nabi SAW bersifat pribadi dan
berakhir dengan wafatnya Nabi SAW, sehingga mereka tidak perlu lagi taat dan
tunduk kepada penguasa Islam yang baru. Orang-orang yang enggan membayar zakat
hanyalah karena kelemahan iman mereka. Terhadap semua golongan yang membangkang
dan memberontak itu Abu bakar mengambil tindakan tegas. Ketegasan ini didukung
oleh mayoritas umat.
Untuk
menumpas seluruh pemberontakan, ia membentuk sebelas pasukan masing-masing
dipimpin oleh panglima perang yang tangguh, seperti Khalid bin Walid, Amr bin
Ash, Ikrimah bin Abu Jahal, dan Syurahbil bin Hasanah. Dalam waktu singkat
seluruh kekacauan dan pemberontakan yang terjadi dalam negeri dapat ditumpas
dengan sukses.
Meskipun
fase permulaan dari kekhalifahan Abu Bakar penuh dengan kekacauan, ia tetap
berkeras melanjutkan rencana Rasulullah SAW untuk mengirim pasukan ke daerah
Suriah di bawah pimpinan Usamah bin Zaid. Pada mulanya keinginan Abu Bakar
ditentang oleh para sahabat dengan alasan suasana dalam negeri sangat
memprihatinkan akibat berbagai kerusuhan yang timbul. Akan tetapi setelah ia
meyakinkan mereka bahwa itu adalah rencana Rasulullah SAW, akhirnya pengiriman
pasukan itu pun disetujui.
Langkah
politik yang ditempuh Abu Bakar itu ternyata sangat strategis dan membawa
dampak yang positif. Pengiriman pasukan pada saat negara dalam keadaan kacau
menimbulkan interpretasi di pihak lawan bahwa kekuasaan Islam cukup tangguh
sehingga para pemberontak menjadi gentar.
Di
samping itu, bahwa langkah yang ditempuh Abu Bakar tersebut juga merupakan
taktik untuk mengalihkan perhatian umat Islam dalam perselisihan yang bersifat
intern. Pasukan Usamah berhasil menunaikan tugasnya dengan gemilang dan kembali
dengan membawa harta rampasan perang yang berlimpah.
Abu
Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M ia meninggal dunia.
Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama
tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk
lagi kepada pemerintahan Madinah. Karena sikap keras kepala dan penentangan
mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar menyelesaikan
persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah (perang melawan kemurtadan)
dan pahlawan yang banyak berjasa dalam perang tersebut adalah Khalid bin Walid.[8]
Bahwa
kekuasaan yang dijalankan oleh Abu Bakar adalah sebagaimana yang dijalankan
pada masa Rasulullah Saw yaitu bersifat sentral; kekuasaan legislatif,
eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Meskipun demikian, Abu
bakar selalu mengajak para sahabat untuk bennusyawarah.[9]
E. Jasa
dan Peninggalan Abu Bakar
Di masa
awal pemerintahan Abu Bakar, diwarnai dengan berbagai kekacauan dan
pemberontakan, seperti munculnya orang-orang murtad, aktifnya orang-orang yang
mengaku diri sebagai nabi (nabi palsu), pemberontakan dari beberapa kabilah
Arab dan banyaknya orang-orang yang ingkar membayar zakat merupakan tantangan
dari negara yang baru berdiri.
Adanya
orang murtad disebabkan karena mereka belum memahami benar tentang Islam,
mereka baru dalam taraf pengakuan, atau mereka masuk Islam karena terpaksa.
Sehingga begitu Rasulullah SAW wafat, mereka langsung kembali kepada agama
semula. Karena mereka beranggapan , bahwa kaum Quraisy tidak akan bangun lagi
setelah pimpinannya Nabi Muhammad Saw wafat.
Golongan
yang tidak mau membayar zakat banyak timbul dari kabilah yang tinggal di kota
Madinah, seperti Bani Gatfan, Bani Bakar dll. Mereka beranggapan bahwa membayar
zakat hanya kepada Nabi Muhammad SAW, dan setelah beliau wafat maka tidak lagi
wajib membayar zakat.
Orang
yang mengaku sebagai nabi sebenarnya sudah ada pada hari-hari terakhir
kehidupan Nabi Muhammad SAW, walaupun mereka masih sembunyi-sembunyi.
Dari
kekacauan yang muncul di awal pemerintahan tersebut, Abu Bakar bekerja keras
untuk menumpasnya .
Untuk menumpas
kelompok-kelompok tersebut di atas, Abu Bakar bermusyawarah dengan para sahabat
dan kaum Muslimin menentukan apa tindakan yang harus diambil mengatasi
kesulitan-kesulitan tersebut.
Di dalam
kesulitan yang memuncak inilah terlihat kebesaran jiwa dan ketabahan hati Abu
Bakar. Dengan tegas dinyatakannya, bahwa beliau akan memerangi semua golongan
yang telah menyeleweng dari kebenaran, baik yang murtad, yang mengaku Nabi
palsu, maupun yang enggan membayar zakat, sehingga semuanya kembali kepada
kebenaran. Setelah bermusyawarah Abu Bakar menugaskan antara lain kepada :
Usamah bin Zaid, Khalid bin Walid, Amr bin Ash, Yazid bin Abu Sofyan untuk
memerangi golongan tersebut.
Setelah
berbagai macam gejolak dan kekacauan dapat ditangani secara tuntas, maka Abu Bakar
selalu berusaha untuk melakukan berbagai langkah demi kemajuan umat Islam.
F. Kemajuan-kemajuan
yang dicapai Abu Bakar
Kemajuan
yang telah dicapai pada masa pemerintahan Abu Bakar selama kurang lebih dua
tahun, antara lain:
1.
Perbaikan sosial (masyarakat)
2.
Perluasan dan pengembangan wilayah Islam
3.
Pengumpulan ayat-ayat Al Qur'an
4.
Sebagai kepala negara dan pemimpin umat Islam
5.
Meningkatkan kesejahteraan umat.
Perbaikan
sosial yang dilakukan Abu Bakar ialah usaha untuk menciptakan stabilitas wilayah
Islam dengan berhasilnya mengamankan tanah Arab dari para penyeleweng
(orang-orang murtad, nabi-nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar
zakat).
Adapun
usaha yang ditempuh untuk perluasan dan pengembangan wilayah Islam Abu Bakar
melakukan perluasan wilayah ke luar Jazirah Arab.
Daerah
yang dituju adalah Irak dan Suriah yang berbatasan langsung dengan wilayah
kekuasaan Islam. Kedua daerah itu menurut Abu Bakar harus ditaklukkan dengan
tujuan untuk memantapkan keamanan wilayah Islam dari serbuan dua adikuasa,
yaitu Persia dan Bizantium. Untuk ekspansi ke Irak dipimpin oleh Khalid bin
Walid, sedangkan ke Suriah dipimpin tiga panglima yaitu : Amr bin Ash, Yazid
bin Abu Sufyan dan Surahbil bin Hasanah.
Sedangkan
usaha yang ditempuh untuk pengumpulan ayat-ayat Al Qur'an adalah atas usul dari
sahabat Umar bin Khattab yang merasa khawatir kehilangan Al Qur'an setelah para
sahabat yang hafal Al Qur'an banyak yang gugur dalam peperangan, terutama waktu
memerangi para nabi palsu.
Alasan
lain karena ayat-ayat Al Qur'an banyak berserakan ada yang ditulis pada daun,
kulit kayu, tulang dan sebagainya. Hal ini dikhawatirkan mudah rusak dan
hilang.[10]
Atas
usul Umar bin Khattab tersebut pada awalnya Abu Bakar agak berat melaksanakan
tugas tersebut, karena belum pemah dilaksanakan pada masa Nabi Muhammad SAW.
Namun karena alasan Umar yang rasional yaitu banyaknya sahabat penghafal Al
Qur'an yang gugur di medan pertempuran dan dikhawatirkan akan habis seluruhnya,
akhirnya Abu Bakar menyetujuinya, dan selanjutnya menugaskan kepada Zaid bin
Sabit, penulis wahyu pada masa Rasulullah SAW, untuk mengerjakan tugas
pengumpulan itu.
Kemajuan
yang diemban sebagai kepala negara dan pemimpin umat Islam, Abu Bakar
senantiasa meneladani perilaku rasulullah SAW. Bahwa prinsip musyawarah dalam
pengambilan keputusan seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW selalu
dipraktekkannya. Ia sangat memperhatikan keadaan rakyatnya dan tidak
segan-segan membantu mereka yang kesulitan. Terhadap sesama sahabat juga sangat
besar perhatiannya.
Sahabat
yang telah menduduki jabatan pada masa Nabi Muhammad SAW tetap dibiarkan pada
jabatannya, sedangkan sahabat lain yang belum mendapatkan jabatan dalam
pemerintahan juga diangkat berdasarkan kemampuan dan ketrampilan yang
dimiliki..
Sedangkan
kemajuan yang dicapai untuk meningkatkan kesejahteraan umum, Abu Bakar
membentuk lembaga "Baitul Mal", semacam kas negara atau lembaga
keuangan. Pengelolaannya diserahkan kepada Abu Ubaidah, sahabat Nabi SAW yang
digelari "amin al-ummah" (kepercayaan umat). Selain itu didirikan
pula lembaga peradilan yang ketuanya dipercayakan kepada Umar bin Khattab .[11]
Kebijaksanaan
lain yang ditempuh Abu Bakar membagi sama rata hasil rampasan perang
(ghanimah). Dalam hal ini ia berbeda pendapat dengan Umar bin Khattab yang
menginginkan pembagian dilakukan berdasarkan jasa tiap-tiap sahabat. Alasan
yang dikemukakan Abu Bakar adalah semua perjuangan yang dilakukan atas nama
Islam adalah akan mendapat balasan pahala dan Allah SWT di akhirat. Karena
itulah biarlah mereka mendapat bagian yang sama.
Persoalan
besar yang sempat diselesaikan Abu Bakar sebelum wafat adalah menetapkan calon
khalifah yang akan menggantikannya. Dengan demikian ia telah mempersempit
peluang bagi timbulnya pertikaian di antara umat Islam mengenai jabatan
khalifah. Dalam menetapkan calon penggantinya Abu Bakar tidak memilih anak atau
kerabatnya yang terdekat, melainkan memilih orang lain yang secara obyektif
dinilai mampu mengemban amanah dan tugas sebagai khalifah, yaitu sahabat Umar
bin Khattab. Pilihan tersebut tidak diputuskannya sendiri, tetapi
dimusyawarahkannya terlebih dahulu dengan sahabat-sahabat besar. Setelah
disepakati , barulah ia mengumumkan calon khalifah itu.[12]
Abu
Bakar dengan masa pemerintahannya yang amat singkat ( kurang lebih dua tahun )
telah berhasil mengatasi tantangan-tantangan dalam negeri Madinah yang baru
tumbuh itu, dan juga menyiapkan jalan bagi perkembangan dan perluasan Islam di
Semenanjung Arabia.
H. Kesimpulan
Pemerintahan
Abu Bakar punya jati diri sendiri serta pembentukannya yang sempurna, mencakup
kebesaran jiwa yang sungguh luar biasa, bahkan sangat menakjubkan. Kita sudah
melihat betapa tingginya kesadaran Abu Bakar terhadap prinsip-prinsip yang
berpedoman pada Al-Qur'an sehingga ia dapat memastikan untuk menanamkan pada
dirinya batas antara kebenaran untuk kebenaran dengan kebohongan untuk
kebenaran.
Prinsip-prinsip
dalam Islam, dilukiskan Abu Bakar dengan mendorong kaum Muslimin memerangi
orang-orang yang ingin menghancurkan Islam seperti halnya orang-orang murtad,
orang-orang yang enggan membayar zakat, dan orang-orang yang mengaku dirinya
sebagai nabi. Oleh karena itu Abu Bakar melaksanakan perang Riddah untuk
menyelamatkan Islam dari kehancuran.
Perjuangan
Abu Bakar tidak hanya sampai di situ, ia juga melakukan berbagai peperangan
demi kemajuan Islam. Bahkan ia tidak hanya mengorbankan jiwanya, hartanyapun ia
korbankan demi Islam. Sampai pada akhir menjelang wafatnya pun peperangan belum
terselesaikan, akan tetapi ia sempat memilih Umar bin Khatab sebagai
penggantinya dengan meminta persetujuan dari kalangan para sahabat.
G. Penutup
Demikianlah
makalah yang saya susun dengan menganalisa dari berbagai sumber kepustakaan
yang sudah saya pelajari. Saya sadar masih banyak kekurangan dalam makalah ini.
Hal ini dikarenakan minimnya buku referensi yang saya pelajari, serta
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang saya miliki. Untuk itu, saran dan
kritik yang membangun sangat kami harapkan guna perbaikan dalam penyusunan
berikutnya.
Akhirnya tiada gading yang
tak retak, seperti halnya saya tiada manusia tanpa salah. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi saya pribadi khususnya dan bagi khalayak pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi
Islam I, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997.
Haekal, Muhammad Husein, Biografi Abu Bakar
As Siddiq, Jakarta: Litera Antar Nusa, 1995.
Umam, Chatibul, H, Prof. DR., Sejarah
Kebudayaan Islam, Kudus: Menara Kudus.2003.
Syalabi, A, Prof. Dr. Sejarah dan Kebudayaan
Islam, Jakarta: Pustaka Alhusna, 1990.
Fachrudin, Fuad Mohd. Dr., Perkembangan
Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985.
Yatim, Badri, Dr. M. A, Sejarah Peradaban
Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.
Abiyan, Amir, Drs., Sejarah dan Kebudayaan
Islam, Jakarta: Departemen Agama RI 1990.
[1] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam
I, (Jakarta: PT Ichtiar van Hoeve, 1997), 37
[3] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam
I..........., 38
[4] H. Chatibul Umam, dkk, Sejarah Kebudayaan Islam,
(Kudus: Menara Kudus, 2003), 140
[5] A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta:
Pustaka Alhusna, 1990), 226
[7] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam
I..........., 39
[8] Badri Yatim. M. A.. Sejarah Peradaban Islam.
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), 3
[9] Ibid.., 36
[10] Amir Abiyan dkk, Sejarah Kebudayaan Islam.
(Jakarta: Departemen Agama RI, 1990), 10
[11] Ibid.., 40
[12] Ibid.
No comments:
Post a Comment