A. PENDAHULUAN
Sekolah adalah
institusi sosial yang mengemban tugas meyiapkan para siswa menjadi warga
masyarakat, yang sesuai dengan cita-cita, harapan, dan nilai-nilai yang berlaku
dan dianut oleh masyarakat tersebut.[1]
Oleh karena itu seluruh komponen sekolah harus tanggap terhadap perubahan yang
terjadi di masyarakat, sebab tidak mustahil jika sekolah tidak sesuai dengan
keinginan masyarakat sekitarnya suatu waktu akan ditinggalkan oleh masyarakat
tersebut. Manajer sekolah berada pada seorang
kepala sekolah, maka kepala sekolah sebagai pemimpin harus seorang yang
profesional dan tanggap terhadap perubahan. Karena salah satu ciri manusia
adalah berkembang, dan selalu mengalami perubahan dari masa ke masa yang tiada
henti, tanpa batas ruang dan waktu.[2] Sebab dalam al-Qur’an
Allah SWT menuntut manusia untuk selalu melakukan perubahan hal ini dinyatakan
dalam surat al-Ra’d ayat 11 yang berbunyi:
إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلا مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ
دُونِهِ مِنْ وَالٍ
Artinya: Sesungguhnya
Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka selain Dia.[3]{Q.S. Ar-Ra’du : 11}
Berdasarkan
ayat di atas jelaslah bahwa Allah tidak akan merubah keadaan seseorang kecuali
dia melakukan perubahan sendiri walaupun kita sebagai manusia tidak lepas dari
qadha (ketetapan Allah) sebagai manusia yang memiliki akal pikiran harus selalu
berinovasi menuju yang lebih baik.
Dengan bekal
akal pikiran dan kemampuan nalar, manusia dapat mengembangkan kehidupan ke arah
yang lebih bagus, dinamis inovatif dan produktif yang secara estafet terus
berkelanjutan dari generasi kegenerasi, sehingga akhirnya tercapailah suatu
prestasi kemajuan peradaban.[4]
Dalam kondisi
demikian perubahan terjadi dengan cepat, mobilitas manusia dan barang sangat
tinggi, komunikasi cepat, lancar dan akurat. Perubahan hampir terjadi dalam
semua aspek kehidupan, sosial, budaya, ekonomi, politik, ideologi, nilai-nilai
estetika
Sejalan dengan
perubahan kehidupan manusia yang dinamis, sebagaimana dipaparkan diatas sangat
mempengaruhi dalam tatanan pelaksanaan sistem pendidikan kita.[5] Oleh karena itu,
pendidikan harus tanggap, inovatif dan aspiratif sesuai dengan apa yang
dibutuhkan oleh masyarakat. Namun tidak mengesampingkan Undang-Undang Sisdiknas
tahun 2003 Bab X pasal 36 ayat 1 yang menyatakan “ Pengembangan kurikulum
dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional”.[6]
Kurikulum
sebagai suatu program pendidikan yang disediakan sebagai acuan dalam proses
pembelajaran, otomatis harus mengikuti laju perubahan dan perkembangan kemajuan
manusia. Dengan demikian, program kurikulum yang ada disekolah/madrasah harus
selalu melakukan pengembangan, dalam arti memperbaharui, mendesain atau
merumuskan kembali dari kurikulum sebelumnya.
Akibat dari
berbagai perkembangan, terutama perkembangan masyarakat dan kemajuan teknologi,
konsep kurikulum selanjutnya juga menerobos pada dimensi waktu dan tempat.8
Artinya suatu kurikulum dalam mengambil bahan ajar dan berbagai pengalaman
belajar tidak hanya terbatas waktu sekarang, tetapi juga memperhatikan yang
akan datang.
Kurikulum harus
dikembangkan karena kurikulum berperan sebagai program pendidikan yang telah
direncanakan secara sistematis, mengemban peranan yang sangat penting bagi
pendidikan siswa.[7]
Manusia
memiliki berbagai kebutuhan dalam kehidupan. Kebutuhan sendiri terbagi menjadi
tiga, yaitu primer, skunder, dan tersier. Diantara ketiga kebutuhan tersebut,
yang paling utama adalah kebutuhan primer. Kebutuhan primer mencakup segala
sesuatu yang tidak bisa lepas dari kebutuhan sehari-hari, seperti makan dan
minum. Pendidikan juga termasuk kedalam klasifikasi kebutuhan primer. Soal
pemenuhan kebutuhan pendidikan, seseorang tidak pernah lepas dari kebutuhan
proses belajar setiap hari. Segala apa yang dilakukan manusi baik yang sengaja
maupun tidak adalah suatu proses pembelajaran dalam hidup.
Praktik belajar
sebagai interaksi pendidikan tidak hanya terjadi di sekolah saja, tetapi juga
terjadi terjadi di kehidupan sehari-hari du luar sekolah. Pendidikan yang
terjadi di lingkungan keluarga, kelompok bermain dan masyarakat adalah contoh
pendidikan luar sekolah. Inti pendidikan sebenarnya adalah interaksi antara
pendidik dengan peserta didik agar peserta didik mampu menguasai tujuan-tujuan
keilmuan dan keahlian (competence and skill), seperti penguasaan pengetahuan,
kemampuan sosial atau kemampuan bekerja.
Perbedaan yang
signifikan antara interaksi belajar di sekolah dan kehidupan sehari-hari adalah
terletak pada rancangan pendidikan yang tertulis atau kurikulum, sehingga
interaksi pendidikan bisa berjalan dengan teratur dan sistematis. Di sekolah
kurikulum direkayasa sehingga bersifat formal, strktural, runtut dan
sistematis, sementara di lingkungan masyarakat tidak ada rekayasa sehingga
bersifat alamiah dan spontan. Kurikulum sebagai suatu rancangan dalam
pendidikan memiliki posisi yang strategis karena seluruh kegiatan pendidikan
bermuara kepada kurikulum. Begitu stratgeisnya kurikulum sebagai sentra
kegiatan pendidikan, maka didalam penyusunannya memerlukan landasan atau
fondasi yang kuat. Landasan itu dibangun di atas pemikiran dan penelitian
secara mendalam, ilmiah dan berkelanjutan.
B. KONSEP KURIKULUM
Kurikulum
merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sekaligus merupakan
pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran pada semua jenis dan jenjang pendidikan.
Kurikulum harus sesuai dengan falsafah dan dasar negara, yaitu Pancasila dan
UUD 1945 yang menggambarkan pandangan hidup suatu bangsa. Tujuan dan pola
kehidupan suatu negara banyak ditentukan oleh sistem kurikulum yang
digunakannya, mulai dari kurikulum taman kanak-kanak sampai dengan kurikulum
perguruan tinggi. Jika terjadi perubahan sistem ketatanegaraan, maka dapat
berakibat pada perubahan sistem pemerintahan dan sistem pendidikan, bahkan
sistem kurikulum yang berlaku.[8]
Istilah
kurikulum semula berasal dari istilah yang digunakan dalam dunia olah raga pada
zaman Yunani Kuno. Secara etimologi, kurikulum berasal dari bahasa Yunani,
yaitu dari kata curir yang berarti “pelari”, dan curere yang artinya “tempat
berpacu”. Sehingga kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh
pelari.[9] Sedangkan pengertian
kurikulum secara terminologi adalah suatu program pendidikan yang berisikan
berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang diprogramkan, direncanakan dan
dirancangkan secara sistemik atas dasar norma-norma yang berlaku yang dijadikan
pedoman dalam proses pembelajaran bagi tenaga kependidikan dan peserta didik
untuk mencapai tujuan pendidikan.[10]
Harold B.
Albertycs, dalam reorganizing the high-school curriculum (1965) sebagaimana
dikutip oleh Dakir dalam bukunya Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum,
memandang kurikulum sebagai “all of the activities that are provided for
student the school”. Bahwasanya kurikulum tidak terbatas pada mata
pelajaran saja, akan tetapi juga meliputi kegiatan-kegiatan lain, di dalam dan
di luar kelas, yang berada di bawah tanggung jawab sekolah.
Mengutip
pendapat Taylor, Munzir Hitami dalam bukunya Mengonsep Kembali Pendidikan
Islam, mengatakan kurikulum merupakan konsep operasional suatu konsep
pendidikan, maka makna kurikulum menjadi luas, seluas makna pendidikan itu.
Dalam hal ini, kurikulum merupakan usaha menyeluruh dari suatu lembaga
pendidikan untuk mewujudkan hasil yang diinginkan, baik dalam situasi sekolah
maupun dalam situasi luar sekolah, atau secara singkat kurikulum dapat
dikatakan sebagai program suatu lembaga pendidikan untuk para subjek didiknya.[11]
Dikatakan
sebagai program karena kurikulum adalah aspek substantif yang mendukung serta
menunjang berfungsinya lembaga pendidikan sebagai pusat pemberdayaan, yang mana
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:[12]
1)
Memiliki tujuan pendidikan tingkat institusional yang menggambarkan
secara jelas dan terukur kemampuan, sikap, pengetahuan dan keterampilan yang
dikuasai oleh lulusan suatu jenis dan jenjang pendidikan yang bermanfaat bagi
tugas perkembangannya.
2)
Memiliki struktur program yang tidak sarat muatan dan secara
keseluruhan merupakan satu kesatuan yang fungsional dan sinergik bagi
tercapainya tujuan pendidikan baik tingkat institusional maupun nasional.
3)
Memiliki garis besar program pengajaran yang memuat pokokpokok
bahasan yang esensial, fundamental dan fungsional sebagai objek belajar yang
memungkinkan peserta didik mengalami dan menghayati proses belajar yang
bermakna bagi pengembangan dirinya secara intelektual, emosional, moral dan
spiritual.
4)
Kurikulum dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif bila
didukung oleh sistem evaluasi yang terus menerus, komprehensif dan obyektif,
serta sarana dan prasarana serta tenaga kependidikan yang memenuhi syarat
standar profesional bagi terlaksananya program pendidikan yang bermutu
Lain dengan
Hilda Taba yang menyatakan, jika definisi kurikulum yang luas itu membuatnya
tidak fungsional. Menurutnya bahwa pada hakikatnya tiap kurikulum merupakan
suatu cara untuk mempersiapkan anak agar berpartisipasi sebagai anggota yang
produktif dalam masyarakatnya.[13]
Bagaimanapun
kurikulum adalah sesuatu yang direncanakan sebagai pegangan guna mencapai
tujuan pendidikan. Apa yang direncanakan biasanya bersifat idea, suatu
cita-cita tentang manusia atau warga negara yang akan dibentuk.
Dengan berbagai
penafsiran tentang kurikulum, dapat ditinjau dari segi lain, sehingga diperoleh
penggolongan sebagai berikut:[14]
1)
Kurikulum dapat dilihat sebagai produk.
2)
Kurikulum dipandang sebagai program.
3)
Kurikulum dapat dipandang sebagai hal-hal yang diharapkan akan
dipelajari siswa.
4)
Kurikulum sebagai pengalaman siswa
C. MENUJU KURIKULUM YANG UTUH
Dilihat dari
uraian struktural kurikulum ada 4 komponen utama, yakni tujuan, isi dan
struktur kurikulum, strategi pelaksanaan, dan komponen evaluasi. Keempat
komponen tersebut saling berkaitan satu sama lainnya sehingga merefleksikan
satu kesatuan yang utuh sebagai program pendidikan.[15]
1)
Tujuan Kurikulum
Terkait dengan tujuan kurikulum
tersebut David Pratt mengemukakan six main criteria‟s may be applied to
curriculum aim. Aim should: (1) specify an intention; (2) identify a
significant intended charge in the learner; (3) be concise; (4) be exact; (5)
be complete; (6) be acceptable.[16]
Menurut pendapat David Pratt di atas
bahwa ada 6 kriteria yang harus dipenuhi dalam menetapkan tujuan kurikulum,
antara lain:
a)
Mempunyai tujuan yang jelas
b)
Mengidentifikasi terhadap perubahan-perubahan yang dibutuhkan oleh
Pengajar
c)
Ringkas dan jelas
d)
Tepat sasaran
e)
Menyeluruh
f)
Dapat diterima
Oleh karena itu
agar dapat mengetahui sifat dan kedudukan tujuan kurikulum di sekolah, perlu
diketahui adanya hirarki tujuan pendidikan. Adapun hirarki tujuan pendidikan
antara lain :
a)
Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan Pendidikan Nasional merupakan
tujuan pendidikan yang paling tinggi dalam hierarki tujuan-tujuan pendidikan
yang ada, yang bersifat ideal dan umum yang dikaitkan dengan falsafah
pancasila. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[17]
b)
Tujuan Institusional
Tujuan institusional merupakan
tindak lanjut dari tujuan pendidikan nasional. Sistem pendidikan Indonesia
memiliki jenjang yang melembaga pada suatu tingkatan. Tiap lembaga memiliki
suatu tujuan pendidikan yang disebut tujuan institusional, antara lain: tujuan
institusional SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, Universitas/ Akademi/ UIN/IAIN/STAIN, dan
lain sebagainya.
c)
Tujuan Kurikuler
Tujuan kurikuler merupakan tindak
lanjut dari tujuan institusional dalam melaksanakan kegiatan pendidikan dari
suatu lembaga pendidikan, sehingga isi pengajaran yang telah disusun diharapkan
dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan.
d)
Tujuan Instruksional
Tujuan instruksional merupakan
tujuan terakhir dari tiga tujuan yang telah dikemukakan terlebih dahulu. Tujuan
ini bersifat operasional, yakni diharapkan dapat tercapai pada saat terjadinya
proses belajar mengajar yang bersifat langsung dan terjadi setiap hari
pembahasan. Untuk mencapai tujuan instruksional ini, biasanya seorang
pendidik/guru perlu membuat Satuan Pelajaran (SP) atau Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP). Dalam upaya mencapai tujuannya, tujuan instruksional ini
sangat ditentukan oleh kondisi proses belajar mengajar yang ada, antara lain:
kompetensi pendidikan, fasilitas belajar, anak didik, metode, lingkungan, dan
faktor yang lain.[18]
2)
Isi dan Struktur Kurikulum
Isi kurikulum
atau bahan pelajaran bertalian erat dengan tujuan pendidikan. Oleh karena itu,
dalam menentukan isi kurikulum hendaknya memperhatikan akan tujuan akhir
pendidikan. Para pengembang kurikulum harus mengerti dan memahami benar-benar
akan masing-masing tujuan pendidikan. Sehingga dalam menyusun isi kurikulum
tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan. Karena isi kurikulum merupakan
jalan untuk mencapai tujuan pendidikan.[19]
Oleh karenanya
isi dari kurikulum atau pengajaran bukan hanya terdiri atas sekumpulan
pengetahuan atau sekumpulan informasi, tetapi juga harus merupakan kesatuan
pengetahuan terpilih dan diperbolehkan, baik bagi pengetahuan itu sendiri,
maupun bagi siswa dan lingkungannya.[20]
Komponen isi
berupa materi yang diprogramkan untuk mencapai tujuan pendidikan biasanya
berupa materi bidang-bidang studi yang diuraikan dalam bentuk topik atau pokok
bahasan. Bidang-bidang studi itu disesuaikan dengan jenis, jenjang maupun jalur
pendidikan yang ada, yang biasanya telah dicantumkan dalam struktur program
kurikulum sekolah yang bersangkutan.[21]
Ada beberapa
kriteria yang dapat membantu para perancang kurikulum dalam menentukan isi
kurikulum. Kriteria tersebut antara lain:
a)
Isi kurikulum harus sesuai, tepat dan bermakna bagi perkembangan
siswa.
b)
Isi kurikulum harus mencerminkan kenyataan sosial, artinya harus
sesuai dengan tuntutan hidup nyata dalam masyarakat.
c)
Isi kurikulum harus mengandung pengetahuan ilmiah yang
komprehensif, artinya mengandung aspek intelektual, moral, sosial secara
seimbang.
d)
Isi kurikulum harus mengandung aspek ilmiah yang tahan uji.
e)
Isi kurikulum harus mengandung bahan yang jelas, teori, prinsip,
konsep yang terdapat di dalamnya bukan sekadar informasi faktual.
f)
Isi kurikulum harus dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan.[22]
Sedangkan yang
menjadi pokok dari materi kurikulum pendidikan Islam adalah bahan-bahan
aktivitas dan pengolahan yang mengandung unsur ketauhidan. Sumber bahan dan
materi kurikulum pendidikan Islam dapat dikembangkan melalui bahan yang
terdapat dalam nash agama dan realitas kehidupan. Secara garis besar kurikulum
pendidikan Islam mengandung unsur-unsur ketauhidan, keagamaan, pengembangan
manusia sebagai khalifah Allah. Pengembangan hubungan antara manusia dan
pengembangan diri sebagai individu yang sejalan dengan potensi fitrahnya dalam
status sebagai hamba Allah.[23]
Struktur
kurikulum atau organisasi kurikulum bisa disebut sebagai struktur program
kurikulum yang berupa kerangka program-program pengajaran yang akan disampaikan
kepada siswa. Organisasi kurikulum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
struktur horisontal dan struktur vertikal.
Struktur
horisontal berhubungan dengan masalah pengorganisasian kurikulum dalam bentuk
penyusunan bahanbahan pengajaran yang akan disampaikan. Bentuk-bentuk
penyusunan mata-mata pelajaran dapat secara terpisah (separate subject),
kelompok-kelompok mata pelajaran (correlated), atau penyatuan seluruh mata
pelajaran (integrated). Tercakup pula di sini adalah jenis-jenis program yang
dikembangkan di sekolah misalnya program pendidikan umum, akademis, keguruan,
keterampilan dan lain-lain.
Struktur
vertikal berhubungan dengan masalah pelaksanaan kurikulum sekolah. Misalnya
apakah kurikulum dilaksanakan dengan sistem kelas, tanpa kelas, atau gabungan
antara keduanya, dengan sistem unit waktu semester atau catur wulan. Termasuk
dalam hal ini adalah juga masalah pembagian waktu untuk masing-masing bidang
studi.[24]
3)
Strategi Pelaksanaan Kurikulum
Strategi
pelaksanaan kurikulum memberi petunjuk bagaimana kurikulum tersebut
dilaksanakan di sekolah. Kurikulum dalam pengertian program pendidikan masih
dalam taraf harapan atau rencana yang harus diwujudkan secara nyata di sekolah
sehingga dapat mempengaruhi dan mengantarkan anak didik kepada tujuan
pendidikan. Oleh karena itu komponen strategi pelaksanaan kurikulum memegang
peranan penting dalam pencapaian tujuan pendidikan tersebut.
Berhasil atau
tidaknya kurikulum pendidikan yang telah direncanakan atau ditetapkan, kuncinya
adalah terletak pada proses belajar mengajar sebagai ujung tombak dalam
mencapai sasaran. Oleh karena itu proses belajar mengajar yang terencana,
terpola dan terprogram secara baik dan sesuai dengan rambu-rambu yang ada dalam
garis-garis besar program pengajaran (RPP) yang merupakan ciri dan indikasi
keberhasilan pelaksana kurikulum. Oleh sebab itu kuncinya adalah guru harus
menguasai dan memiliki kemampuan dalam RPP, materi pelajaran, desain
pengajaran, pengelolaan kelas, penilaian hasil belajar (evaluasi).
Di samping
penguasaan dalam bidang lain-lainnya sebagaimana tertuang dalam 10 kompetensi
guru yang harus dikuasai dan dimiliki, yaitu: menguasai bahan, mengelola
program belajar mengajar, melaksanakan program belajar mengajar, mengenal
kemampuan anak didik, menguasai landasan – landasan kependidikan, mengelola
interaksi belajar mengajar, mengenal fungsi, program bimbingan, penyuluhan di
sekolah, menilai prestasi untuk kepentingan pengajaran, mengenal dan
menyelenggarakan administrasi sekolah, memahami prinsip serta menafsirkan hasil
penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.[25]
4)
Evaluasi Kurikulum
Dalam
pengembangan kurikulum, evaluasi merupakan salah satu komponen penting dan
tahap yang harus ditempuh oleh guru untuk mengetahui keefektifan kurikulum.
Hasil yang diperoleh dapat dijadikan balikan (feed-back) bagi guru dalam
memperbaiki dan menyempurnakan kurikulum.[26]
Pengertian
evaluasi kurikulum adalah suatu tindakan pengendalian, penjaminan dan penetapan
mutu kurikulum, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu, sebagai bentuk
akuntabilitas pengembang kurikulum dalam rangka menentukan keefektifan
kurikulum.[27]
D. ASAS – ASAS PENGEMBANGAN KURIKULUM
Dalam
mengembangkan kurikulum perlu asas-asas yang kuat agar tujuan kurikulum
tercapai sesuai dengan kebutuhan. Pada umumnya dalam pembinaan dan pengembangan
kurikulum dapat berpegang pada asas-asas berikut:
1) Asas Religius
Menurut Muhammad al Thoumy al Syaibany (1979)
salah satu asas pengembangan kurikulum adalah asas religius/ agama. Kurikulum
yang akan dikembangkan dan diterapkan berdasarkan nilai-nilai ilahiyah sehingga
dengan adanya dasar ini kurikulum diharapkan dapat membimbing peserta didik
untuk membina iman yang kuat, teguh terhadap ajaran agama, berakhlak mulia dan
melengkapinya dengan ilmu pengetahuan yang bermanfaat di dunia dan di akhirat.
2) Asas Filosofis
Asas ini
berhubungan dengan filsafat dan tujuan pendidikan. Filsafat dan tujuan
pendidikan berkenaan dengan sistem nilai. Sistem nilai merupakan pandangan
seseorang tentang sesuatu terutama berkenaan dengan arti kehidupan. Pandangan
ini lahir dari kajian sesuatu masalah, norma-norma agama dan sosial yang
dianutnya. Perbedaan pandangan dapat menyebabkan timbulnya perbedaan arah
pendidikan yang diberikan kepada siswa.
3) Asas Psikologis
Asas psikologis
berkaitan dengan perilaku manusia. Sehubungan dengan pengembangan kurikulum dan
pembelajaran, perilaku manusia menjadi landasan berkenaan dengan psikologi
belajar dan psikologi perkembangan anak. Hal ini meliputi teoriteori yang
berhubungan dengan individu dalam proses belajar serta perkembangannya.
4) Asas Sosial Budaya
Asas sosial
budaya berkenaan dengan penyampaian kebudayaan, proses sosialisasi individu,
dan rekontruksi masyarakat. Bentuk-bentuk kebudayaan mana yang patut
disampaikan dan ke arah mana proses sosialisasi tersebut ingin direkonstruksi
sesuai dengan tuntutan masyarakat.
5) Asas Organisatoris
Asas ini
berkenaan dengan organisasi dan pendekatan kurikulum. Studi tentang kurikulum
sering mempertanyakan tentang jenis organisasi atau pendekatan apa yang
dipergunakan dalam pembahasan atau penyusunan kurikulum tersebut. Penggunaan
suatu jenis pendekatan pada umumnya menentukan bentuk dan pola yang dipergunakan
oleh kurikulum tersebut.
6) Asas Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Dalam abad
pertengahan ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar
sepanjang hayat da standar mutu tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang
harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan
kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk
berpikir dan belajar bagaimana belajar (learning how to learn) dalam mengakses,
memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi situasi yang tidak menentu dan
antisipatif terhadap ketidakpastian.
Perkembangan
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama dalam bidang transportasi
dan komunikasi telah mampu mengubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu,
kurikulum seyogyanya dapat mengakomodasi dan mengantisipasi laju perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup
manusia.[28]
E. PRINSIP
PENGEMBANGAN KURIKULUM
Ada beberapa
prinsip umum dalam pengembangan kurikulum, yaitu:
1)
Prinsip relevansi
Pendidikan dikatakan relevan bila
hasil belajar yang diperoleh akan berguna bagi kehidupan seseorang. Dalam arti,
relevansi pendidikan dengan lingkungan peserta. Relevansi dengan dunia kerja,
relevansi pendidikan dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
2)
Prinsip fleksibilitas
Kurikulum yang baik adalah kurikulum
yang berisi hal-hal yang solid, tetapi dalam pelaksanaannya memungkinkan
terjadinya penyesuaian, yaitu berdasarkan kondisi daerah, waktu maupun
kemampuan dan latar belakang anak.
3)
Prinsip kontinuitas (Berkesinambungan)
Perkembangan dan proses belajar anak
berlangsung secara berkesinambungan dan tidak terputus-putus. Oleh karena itu,
pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum hendaknya
berkesinambungan antara satu tingkat kelas dengan kelas lainnya, antara satu
jenjang pendidikan dengan pekerjaan.
4)
Prinsip praktis/efisiensi
Betapapun bagus dan idealnya suatu
kurikulum, kalau menuntut keahlian-keahlian dan peralatan yang sangat khusus
dan mahal biayanya, maka kurikulum tersebut tidak praktis dan sukar
dilaksanakan.
5)
Prinsip efektivitas
Prinsip ini dimaksudkan untuk
mengetahui sejauh mana tujuan kurikulum dapat dicapai. Efektivitas dapat
dilihat dari 2 segi, yaitu: efektivitas belajar peserta didik dan efektivitas
mengajar pendidik.[29]
F. TAHAP – TAHAP PENGEMBANGAN KURIKULUM
Tahap-tahap
pengembangan kurikulum ini adalah suatu pengembangan kurikulum yang diterapkan
di Indonesia. Dalam pengembangan kurikulum sekolah di Indonesia, khususnya yang
berorientasi pada tujuan, akan melalui tahap-tahap pengembangan program pada
tingkat lembaga, pengembangan program pada setiap mata pelajaran, dan
pengembangan program pengajaran di sekolah.
1)
Pengembangan program tingkat lembaga Pengembangan program tingkat
lembaga ini meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu, perumusan tujuan
institusional, penetapan isi, dan struktur program, serta penyusunan strategi
pelaksanaan kurikulum secara keseluruhan.
a)
Perumusan tujuan institusional
Yaitu tujuan
yang diharapkan dikuasai oleh para lulusan sekolah setelah menamatkan sekolah tersebut.
Tujuan tersebut hendaknya meliputi tiga aspek, aspek pengetahuan, sikap dan
nilai-nilai, serta keterampilan.
Adapun
sumber-sumber yang bisa digunakan untuk menentukan rumusan tujuan institusional
adalah; tujuan pendidikan nasional, harapan masyarakat, harapan sekolah yang
lebih tinggi.
Tujuan
institusional dapat dikategorikan menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan
institusional umum adalah tujuan yang secara umum diharapkan dimiliki anak
setelah menyelesaikan pendidikan di suatu sekolah. Sedangkan tujuan khusus
adalah tujuan yang secara khusus diharapkan dimiliki oleh lulusan sekolah.
Tujuan khusus ini merupakan penjabaran tujuan umum. Perumusan tujuan khusus
biasanya mencakup tiga aspek, yaitu aspek pengetahuan, sikap dan nilai-nilai,
serta keterampilan.
b)
Penetapan isi dan struktur program
Setelah
perumusan tujuan institusional selesai dirumuskan, langkah berikutnya
menetapkan isi dan struktur program. Penetapan isi program berupa penetapan
mata-mata pelajaran yang mampu menopang tercapainya tujuan pendidikan.
Penetapan struktur program meliputi penetapan hal-hal sebagai berikut:
pertama,
penetapan jenis-jenis program yang akan diselenggarakan pada suatu sekolah,
misalnya program pendidikan umum, akademis, spesialisasi dan lainnya.
Kedua, penetapan
organisasi atau bentuk penyusunan bahan pelajaran dalam kurikulum, misalnya
penyusunan dalam bentuk mata-mata pelajaran terpisah (subject-matter) atau
dalam bentuk mata pelajaran yang saling berkaitan (correlated).
Ketiga,
penetapan unit waktu yang dipergunakan, misalnya dengan sistem catur wulan atau
semester, jumlah mata pelajaran, dan jumlah jam pelajaran per minggu serta per
hari.
c)
Penyusunan strategi pelaksanaan kurikulum
Strategi
pelaksanaan kurikulum berkaitan dengan pelaksanaan kurikulum di sekolah.
Termasuk dalam strategi pelaksanaan kurikulum, misalnya pelaksanaan pengajaran
berupa paket-paket pelajaran, pelaksanaan pengajaran dengan modul, strategi
belajar tuntas, pengajaran dengan sistem kredit, kegiatan intrakurikuler,
belajar dengan pendekatan keterampilan proses, strategi pelaksanaan penilaian
hasil belajar siswa, pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan, administrasi,
supervisi pendidikan, dan termasuk juga metode dan media yang digunakan dalam
pengajaran.
2)
Pengembangan Program Setiap Mata Pelajaran
Langkah-langkah
pengembangan program setiap mata pelajaran (bidang studi) mencakup beberapa
kegiatan, yaitu:
a)
Merumuskan Tujuan Kurikuler
Perumusan
tujuan kurikuler harus berdasarkan pada tujuan institusional. Karena kumulatif
tujuan kurikuler merupakan tujuan institusional itu sendiri. Dalam tujuan
kurikuler dirumuskan tujuan-tujuan yang mencakup aspek pengetahuan,
keterampilan, dan sikap serta nilai-nilai yang diharapkan dimiliki siswa pada
setiap mata pelajaran.
b)
Merumuskan tujuan Instruksional
Yang dimaksud
perumusan tujuan instruksional di sini adalah tujuan instruksional umum. Yaitu
tujuan-tujuan pendidikan yang diharapkan dimiliki siswa untuk tiap pokok
bahasan. Tujuan instruksional ini dijabarkan langsung dari tujuan kurikuler.
Karena itu satu tujuan kurikuler dapat mempunyai satu atau beberapa tujuan
instruksional. Kumulasi pencapaian tujuan-tujuan instruksional inilah yang akan
mewujudkan tercapainya tujuan kurikuler. Dibanding dengan tujuan kurikuler
tujuan instruksional ini lebih khusus, operasional, dapat menggambarkan tingkah
laku hasil belajar siswa dapat diukur.
c)
Menetapkan pokok dan sub pokok bahasan
Setelah selesai
merumuskan tujuan kurikuler dan tujuan instruksional langkah selanjutnya adalah
menetapkan pokok bahasan. Karena pokok-pokok bahasan harus berdasarkan pada
tujuan instruksional. Setelah menetapkan pokok-pokok bahasan disusunlah bahan
pengajaran. Satu tujuan instruksional dapat dijabarkan menjadi sejumlah uraian
bahan pengajaran. Dengan demikian terdapat hubungan erat antara tujuan
kurikuler, tujuan instruksional, pokok bahasan dan uraian bahan pengajaran.
d)
Menyusun Rencana Program Pembelajaran
Langkah
berikutnya adalah menyusun Rencana Program Pembelajaran (RPP). Berdasarkan RPP
inilah guru menjalankan aktivitas mengajar dan buku pelajaran disusun. Dengan
berlandaskan pada RPP inilah diharapkan setiap sekolah memiliki arah yang sama,
yaitu diarahkan untuk mencapai tujuan nasional.
Komponen-komponen
RPP antara lain; rumusan kompetensi inti dan kompetensi dasar, indikator
pembelajaran, pokok-pokok bahasan, dan uraian bahan pengajaran.
Komponen-komponen tersebut disusun secara sistematis menurut semester dan
kelas. Dalam waktu satu semester, untuk tiap pokok bahasan dicantumkan satu
kompetensi dasar, beberapa indikator pembelajaran, dan uraian bahan pengajaran.
Di samping
komponen-komponen tersebut, dicantumkan juga jumlah jam pelajaran per sesi,
metodemetode pembelajaran yang digunakan, sarana atau sumber bahan pelajaran,
teknik penilaian dan keterangan tambahan. Cara menyusun RPP adalah semua
komponen RPP disusun secara paralel dari kiri ke kanan, mulai dari tujuan
kurikuler sampai teknik penilaian.
Jika penyusunan
RPP selesai, maka selesailah tugas tim nasional dalam usaha mengembangkan
kurikulum sekolah. Tugas selanjutnya adalah tugas pembinaan kurikulum:
pengawasan, monitoring, dan penilaian terhadap pelaksanaan kurikulum di
lapangan.
3)
Pengembangan Program Pengajaran di Kelas
Pembuatan
satuan pelajaran merupakan kegiatan pengembangan kurikulum yang berupa program
pengajaran di kelas. Kegiatan ini dilakukan oleh masing-masing guru. Satuan
pelajaran terdiri dari:
a)
tujuan instruksional umum yang diambil dari RPP
b)
indikator pembelajaran.
c)
Uraian bahan pelajaran yang langsung dijabarkan dari uraian bahan
dalam RPP yang mendasarkan diri pada indikator pembelajaran yang telah
dirumuskan. Komponen berikut berturut-turut adalah
d)
Perencanaan kegiatan belajar mengajar.
e)
Pemilihan metode, alat, atau media yang dipergunakan, serta sumber
bahan.
f)
Penilaian baik prosedur maupun alat penilaian itu sendiri.
Setiap guru
yang akan melakukan kegiatan belajar mengajar di kelas diwajibkan menyusun
satuan pelajaran. Satuan pelajaran ini antara lain berfungsi membatasi dan
mengarahkan segala kegiatan guru agar selalu berjalan pada tujuan-tujuan
pelajaran yang ingin dicapai.[30]
G. KESIMPULAN
1. Istilah kurikulum semula berasal dari istilah
yang digunakan dalam dunia olah raga pada zaman Yunani Kuno. Secara etimologi,
kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata curir yang berarti
“pelari”, dan curere yang artinya “tempat berpacu”. Sehingga kurikulum
diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Sedangkan pengertian kurikulum secara
terminologi adalah suatu program pendidikan yang berisikan berbagai bahan ajar
dan pengalaman belajar yang diprogramkan, direncanakan dan dirancangkan secara
sistemik atas dasar norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam
proses pembelajaran bagi tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai
tujuan pendidikan.
Dikatakan sebagai program karena kurikulum
adalah aspek substantif yang mendukung serta menunjang berfungsinya lembaga
pendidikan sebagai pusat pemberdayaan, yang mana harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
1) Memiliki tujuan pendidikan tingkat
institusional yang menggambarkan secara jelas dan terukur kemampuan, sikap,
pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai oleh lulusan suatu jenis dan jenjang
pendidikan yang bermanfaat bagi tugas perkembangannya.
2) Memiliki
struktur program yang tidak sarat muatan dan secara keseluruhan merupakan satu
kesatuan yang fungsional dan sinergik bagi tercapainya tujuan pendidikan baik
tingkat institusional maupun nasional.
3) Memiliki
garis besar program pengajaran yang memuat pokokpokok bahasan yang esensial,
fundamental dan fungsional sebagai objek belajar yang memungkinkan peserta
didik mengalami dan menghayati proses belajar yang bermakna bagi pengembangan
dirinya secara intelektual, emosional, moral dan spiritual.
4) Kurikulum
dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif bila didukung oleh sistem
evaluasi yang terus menerus, komprehensif dan obyektif, serta sarana dan
prasarana serta tenaga kependidikan yang memenuhi syarat standar profesional
bagi terlaksananya program pendidikan yang bermutu
2. Struktural kurikulum ada 4 komponen
utama, yakni tujuan, isi dan struktur kurikulum, strategi pelaksanaan, dan
komponen evaluasi.
3. kriteria yang harus dipenuhi dalam
menetapkan tujuan kurikulum, antara lain:
a) Mempunyai tujuan yang jelas
b) Mengidentifikasi terhadap
perubahan-perubahan yang dibutuhkan oleh Pengajar
c) Ringkas dan jelas
d) Tepat sasaran
e) Menyeluruh
f) Dapat diterima
4.
Asas
– asas dalam pengembangan kurikulum ialah Asas Religius, Asas Filosofis, Asas
Psikologis, Asas Sosial Budaya, Asas Organisatoris, Asas Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi.
5.
Ada
beberapa prinsip umum dalam pengembangan kurikulum, yaitu:
Prinsip relevansi, Prinsip
fleksibilitas, Prinsip kontinuitas (Berkesinambungan), Prinsip
praktis/efisiensi, Prinsip efektivitas.
6.
Tahap – tahap pengembangan program pada tingkat lembaga,
pengembangan program pada setiap mata pelajaran, dan pengembangan program
pengajaran di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012)
Dakir, Perencanaan
dan Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010)
Depag RI, Al-qur’an
dan Terjemahan (Bandung: PT. Syaamil Cipta Media, 2005)
Hamalik, Oemar, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya, 2008)
-------------------, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2010)
Hidayat, Sholeh, Pengembangan Kurikulum Baru, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2013)
Hitami, Munzir, Mengonsep Kembali Pendidikan Islam, (Pekanbaru: Infite Press, 2004)
Idi, Abdullah, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014)
Jalaludin, Teologi
Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001)
Nasution, S, Asas-asas Kurikulum, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2001)
Nurdin,
Syafruddin, Guru Profesional dan Implementasi
Kurikulum, (Jakarta: Ciputat Press, 2002)
Pratt, David, Curriculum Design And Development,
(USA: Harcourt Brace Javanovich Publisher, 1980)
Subandijah, Pengembangan
dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta: Raja Grafinod Persada, 1996)
Sudja‟i, Achmad, Pengembangan Kurikulum, (Semarang:
Akfi Media, 2013)
Sukmadinata,
Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum teori dan
Praktek, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya,
2008)
------------------------------------, Pengembangan Kurikulum Teori dan
Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya 2002)
Sumanto, Wasty, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Sebagai Substansi problem Administrasi
Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999)
Surakhmat,
Winarno, dkk., Mengurai Benang Kusut Pendidikan, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2003)
Suria Sumatri,
Jujun Syair Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1999)
Tim Penyusun, Kamus
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Dinas Pendidikan Nasional, 1999)
Tim Redaksi
Fokus Media, UU Sisdiknas tahun 2003, (Bandung: Fokus Media, 2003)
Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3
[2] Nana Syaodih
Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum teori dan Praktek, (Bandung: PT.Remaja
Rosdakarya, 2008), 60
[3] Depag RI, Al-qur’an
dan Terjemahan (Bandung: PT. Syaamil Cipta Media, 2005), 250
[4] Jujun Syair
Suria Sumatri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999), 161
[5] Wasty Sumanto,
Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Sebagai Substansi problem Administrasi
Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), 5
[8] Zainal Arifin,
Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2012), 1
[9] Tim Penyusun, Kamus
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Dinas Pendidikan Nasional, 1999), 617
[10] Dakir, Perencanaan
dan Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 3
[12] Winarno
Surakhmat, dkk., Mengurai Benang Kusut Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2003), 145-146
[13] S. Nasution, Asas-asas
Kurikulum, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), 7
[15] Syafruddin
Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Ciputat
Press, 2002), 51.
[16] David Pratt, Curriculum
Design And Development, (USA: Harcourt Brace Javanovich Publisher, 1980),
147
[17] Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3
[18] Abdullah Idi, Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktik, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), 36-38
[19] Achmad
Sudja‟i, Pengembangan Kurikulum, (Semarang: Akfi Media, 2013), 54
[20] Nana Syaodih
Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja
Rosdakarya 2002), 127
[21] Subandijah, Pengembangan
dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta: Raja Grafinod Persada, 1996), 5
[23] Jalaludin, Teologi
Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), 152-153
No comments:
Post a Comment