6/28/24

RUKHSHĀH SHALAT JUMAT SAAT HARI RAYA ID BERTEPATAN DENGAN HARI JUMAT


Oleh: Ahmad Fathullah, M.Pd

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam sebagai agama yang penuh rahmat dan kemudahan telah memberikan berbagai bentuk keringanan hukum (rukhshah) untuk menjaga maslahat umat. Salah satunya adalah keringanan dalam pelaksanaan shalat Jumat apabila bertepatan dengan pelaksanaan shalat Id. Permasalahan ini penting dibahas karena menyangkut dua ibadah besar dalam Islam, yaitu shalat Id dan shalat Jumat, serta bagaimana syariat menyikapi keduanya dalam satu waktu.


B. Rumusan Masalah

1.      Apa dalil yang menjadi dasar rukhshah shalat Jumat saat bertepatan dengan Id?

2.      Bagaimana pandangan empat mazhab terhadap kasus ini?

3.      Apa hikmah dari diberikannya keringanan tersebut?


BAB II: PEMBAHASAN

A. Definisi Rukhshah

Secara bahasa, rukhshah (الرُّخْصَةُ) berarti keringanan. Dalam istilah syara’, rukhshah adalah perubahan hukum dari berat menjadi ringan karena adanya uzur syar’i seperti sakit, perjalanan, atau kesulitan tertentu. Tujuan utama rukhshah adalah untuk menjaga kemudahan dan menghindari kesulitan (رفع الحرج).

B. Dalil Hadis Mengenai Rukhshah Id dan Jumat

1. Hadis dari Zaid bin Arqam RA (HR. Abu Dawud, Ahmad):

عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ، قَالَ: "صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعِيدَ، فَرَخَّصَ فِي الْجُمُعَةِ، وَقَالَ: «مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُصَلِّ»"

“Rasulullah SAW melaksanakan shalat Id, kemudian memberi keringanan untuk (tidak melaksanakan) shalat Jumat dan bersabda: 'Barangsiapa yang mau, maka silakan shalat Jumat.'”

2. Hadis dari Ibnu Umar dan Abu Hurairah RA (HR. Bukhari dan Muslim):

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ: «إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا، وَهَذَا عِيدُنَا»

“Setiap kaum memiliki hari rayanya, dan ini adalah hari raya kita.” (HR. Bukhari no. 952 dan Muslim no. 892)

3. Hadis Umum Tentang Kemudahan (HR. Bukhari dan Muslim):

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ»

“Sesungguhnya agama itu mudah...” (HR. Bukhari no. 39)

C. Pandangan Empat Madzhab

1.      Mazhab Hanafi:

Menurut mazhab Hanafi, kewajiban shalat Jumat tidak gugur hanya karena seseorang telah melaksanakan shalat Id. Mereka menilai bahwa kedua shalat tersebut memiliki hukum masing-masing yang berdiri sendiri. Oleh karena itu, shalat Jumat tetap wajib dilakukan bagi setiap Muslim yang memenuhi syarat.

قَالَ الْحَنَفِيَّةُ: لَا يَسْقُطُ فَرْضُ الْجُمُعَةِ بِصَلَاةِ الْعِيدِ.

2.      Mazhab Maliki:

Pandangan mazhab Maliki sejalan dengan Hanafiyah. Mereka juga berpendapat bahwa shalat Jumat tetap wajib dilaksanakan meskipun seseorang telah menghadiri shalat Id. Menurut mereka, tidak ada dalil qath’i yang dapat menghapus kewajiban Jumat dalam kondisi tersebut.

وَقَالَ الْمَالِكِيَّةُ: لَا يُعْذَرُ أَحَدٌ بِتَرْكِ الْجُمُعَةِ لِكَوْنِهِ قَدْ شَهِدَ الْعِيدَ.

3.      Mazhab Syafi’i:

Mazhab Syafi’i memiliki pandangan yang lebih fleksibel. Jumat tetap wajib bagi penduduk kota yang sudah melaksanakan Id, namun bagi mereka yang datang dari luar kota (pedesaan), diperbolehkan untuk tidak mengikuti shalat Jumat. Ini merupakan bentuk rukhshah yang bersifat selektif, bergantung pada kondisi dan tempat tinggal.

قَالَ الشَّافِعِيُّ: لَا تَسْقُطُ الْجُمُعَةُ إِلَّا عَنْ مَنْ لَا تَلْزَمُهُ.

4.      Mazhab Hanbali:

Mazhab Hanbali memberikan keringanan yang paling luas. Mereka berpendapat bahwa siapa pun yang telah menunaikan shalat Id, tidak diwajibkan lagi untuk menunaikan shalat Jumat, tetapi ia tetap diwajibkan melaksanakan shalat Zuhur sebagai pengganti.

قَالَ الْحَنَابِلَةُ: مَنْ شَهِدَ الْعِيدَ سَقَطَ عَنْهُ الْجُمُعَةُ، وَلَكِنْ يُصَلِّي الظُّهْرَ.

D. Praktik Sahabat

Praktik para sahabat Nabi juga menunjukkan adanya fleksibilitas. Utsman bin Affan RA pernah memberikan keringanan kepada masyarakat pada saat hari raya bertepatan dengan hari Jumat:

عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ، قَالَ: "مَنْ شَهِدَ الْعِيدَ، فَقَدْ رُخِّصَ لَهُ فِي تَرْكِ الْجُمُعَةِ."

Dari Utsman bin Affan: “Barang siapa yang telah menghadiri shalat Id, maka telah diberi rukhshah untuk tidak menghadiri shalat Jumat.” (Riwayat Malik dalam Al-Muwaththa’)

E. Hikmah Pemberian Rukhshah

Hikmah dari adanya rukhshah ini mencerminkan prinsip kemudahan dalam Islam. Pertama, ia meringankan beban fisik dan psikologis umat setelah melaksanakan dua ibadah besar dalam satu hari. Kedua, ia menunjukkan fleksibilitas dan kepekaan sosial Islam terhadap kebutuhan umat. Ketiga, ia menghindarkan umat dari kesulitan logistik, terutama bagi yang datang dari tempat yang jauh. Rukhshah ini juga mengajarkan pentingnya memahami ruh syariat, bukan sekadar tekstualitas hukum.

BAB III: PENUTUP

A. Kesimpulan

Shalat Jumat yang bertepatan dengan hari raya Id termasuk dalam permasalahan fiqih kontemporer yang memiliki dasar dalam sunnah Nabi dan praktik sahabat. Islam memberikan keringanan (rukhshah) dalam hal ini, sebagaimana diriwayatkan dalam hadis-hadis sahih. Perbedaan pandangan antara mazhab menunjukkan keluasan dan kedalaman fiqih Islam. Mazhab Hanbali dan sebagian Syafi’i memberikan kemudahan yang dapat dijadikan rujukan dalam konteks masyarakat modern.

B. Saran

Umat Islam hendaknya memahami bahwa perbedaan pendapat dalam fiqih adalah hal wajar. Yang terpenting adalah mematuhi fatwa dari otoritas keagamaan yang sah, seperti MUI, dan menjaga ukhuwah Islamiyah. Ketika perbedaan dimaknai dengan bijak, umat akan lebih kuat dan bersatu dalam keberagaman pendapat.

DAFTAR PUSTAKA

- Al-Qur’anul Karim

- Shahih Bukhari

- Shahih Muslim

- Sunan Abi Dawud

- Al-Muwaththa’ – Imam Malik

- Fiqh al-Islami wa Adillatuhu – Wahbah az-Zuhaili

- Al-Mughni – Ibnu Qudamah

- Al-Majmu’ – Imam Nawawi

- Fatwa-fatwa Syaikh Ibn Baz & Syaikh Al-Albani


No comments:


TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA<><><><><>Semoga Kehadiran Kami Bermanfaat Bagi Kita Bersama
banner