Oleh: Ahmad Fathullah, M.Pd
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sebagai agama yang penuh rahmat dan kemudahan telah memberikan berbagai bentuk keringanan hukum (rukhshah) untuk menjaga maslahat umat. Salah satunya adalah keringanan dalam pelaksanaan shalat Jumat apabila bertepatan dengan pelaksanaan shalat Id. Permasalahan ini penting dibahas karena menyangkut dua ibadah besar dalam Islam, yaitu shalat Id dan shalat Jumat, serta bagaimana syariat menyikapi keduanya dalam satu waktu.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
dalil yang menjadi dasar rukhshah shalat Jumat saat bertepatan dengan Id?
2. Bagaimana
pandangan empat mazhab terhadap kasus ini?
3. Apa
hikmah dari diberikannya keringanan tersebut?
BAB II: PEMBAHASAN
A. Definisi Rukhshah
Secara bahasa, rukhshah (الرُّخْصَةُ)
berarti keringanan. Dalam istilah syara’, rukhshah adalah perubahan hukum dari
berat menjadi ringan karena adanya uzur syar’i seperti sakit, perjalanan, atau
kesulitan tertentu. Tujuan utama rukhshah adalah untuk menjaga kemudahan dan
menghindari kesulitan (رفع الحرج).
B. Dalil Hadis Mengenai Rukhshah
Id dan Jumat
1. Hadis dari Zaid bin Arqam RA
(HR. Abu Dawud, Ahmad):
عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ، قَالَ: "صَلَّى النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعِيدَ، فَرَخَّصَ فِي الْجُمُعَةِ، وَقَالَ: «مَنْ
شَاءَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُصَلِّ»"
“Rasulullah SAW melaksanakan
shalat Id, kemudian memberi keringanan untuk (tidak melaksanakan) shalat Jumat
dan bersabda: 'Barangsiapa yang mau, maka silakan shalat Jumat.'”
2. Hadis dari Ibnu Umar dan Abu
Hurairah RA (HR. Bukhari dan Muslim):
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ: «إِنَّ
لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا، وَهَذَا عِيدُنَا»
“Setiap kaum memiliki hari
rayanya, dan ini adalah hari raya kita.” (HR. Bukhari no. 952 dan Muslim no.
892)
3. Hadis Umum Tentang Kemudahan
(HR. Bukhari dan Muslim):
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «إِنَّ الدِّينَ
يُسْرٌ»
“Sesungguhnya agama itu mudah...”
(HR. Bukhari no. 39)
C. Pandangan Empat Madzhab
1. Mazhab
Hanafi:
Menurut
mazhab Hanafi, kewajiban shalat Jumat tidak gugur hanya karena seseorang telah
melaksanakan shalat Id. Mereka menilai bahwa kedua shalat tersebut memiliki
hukum masing-masing yang berdiri sendiri. Oleh karena itu, shalat Jumat tetap
wajib dilakukan bagi setiap Muslim yang memenuhi syarat.
قَالَ الْحَنَفِيَّةُ: لَا يَسْقُطُ فَرْضُ الْجُمُعَةِ
بِصَلَاةِ الْعِيدِ.
2. Mazhab
Maliki:
Pandangan
mazhab Maliki sejalan dengan Hanafiyah. Mereka juga berpendapat bahwa shalat
Jumat tetap wajib dilaksanakan meskipun seseorang telah menghadiri shalat Id.
Menurut mereka, tidak ada dalil qath’i yang dapat menghapus kewajiban Jumat
dalam kondisi tersebut.
وَقَالَ الْمَالِكِيَّةُ: لَا يُعْذَرُ أَحَدٌ بِتَرْكِ
الْجُمُعَةِ لِكَوْنِهِ قَدْ شَهِدَ الْعِيدَ.
3. Mazhab
Syafi’i:
Mazhab
Syafi’i memiliki pandangan yang lebih fleksibel. Jumat tetap wajib bagi
penduduk kota yang sudah melaksanakan Id, namun bagi mereka yang datang dari
luar kota (pedesaan), diperbolehkan untuk tidak mengikuti shalat Jumat. Ini
merupakan bentuk rukhshah yang bersifat selektif, bergantung pada kondisi dan
tempat tinggal.
قَالَ الشَّافِعِيُّ: لَا تَسْقُطُ الْجُمُعَةُ
إِلَّا عَنْ مَنْ لَا تَلْزَمُهُ.
4. Mazhab
Hanbali:
Mazhab
Hanbali memberikan keringanan yang paling luas. Mereka berpendapat bahwa siapa
pun yang telah menunaikan shalat Id, tidak diwajibkan lagi untuk menunaikan
shalat Jumat, tetapi ia tetap diwajibkan melaksanakan shalat Zuhur sebagai
pengganti.
قَالَ الْحَنَابِلَةُ: مَنْ شَهِدَ الْعِيدَ سَقَطَ
عَنْهُ الْجُمُعَةُ، وَلَكِنْ يُصَلِّي الظُّهْرَ.
D. Praktik Sahabat
Praktik para sahabat Nabi juga
menunjukkan adanya fleksibilitas. Utsman bin Affan RA pernah memberikan
keringanan kepada masyarakat pada saat hari raya bertepatan dengan hari Jumat:
عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ، قَالَ: "مَنْ شَهِدَ الْعِيدَ،
فَقَدْ رُخِّصَ لَهُ فِي تَرْكِ الْجُمُعَةِ."
Dari Utsman bin Affan: “Barang
siapa yang telah menghadiri shalat Id, maka telah diberi rukhshah untuk tidak
menghadiri shalat Jumat.” (Riwayat Malik dalam Al-Muwaththa’)
E. Hikmah Pemberian Rukhshah
Hikmah dari adanya rukhshah ini
mencerminkan prinsip kemudahan dalam Islam. Pertama, ia meringankan beban fisik
dan psikologis umat setelah melaksanakan dua ibadah besar dalam satu hari.
Kedua, ia menunjukkan fleksibilitas dan kepekaan sosial Islam terhadap
kebutuhan umat. Ketiga, ia menghindarkan umat dari kesulitan logistik, terutama
bagi yang datang dari tempat yang jauh. Rukhshah ini juga mengajarkan
pentingnya memahami ruh syariat, bukan sekadar tekstualitas hukum.
BAB III: PENUTUP
A. Kesimpulan
Shalat Jumat yang bertepatan
dengan hari raya Id termasuk dalam permasalahan fiqih kontemporer yang memiliki
dasar dalam sunnah Nabi dan praktik sahabat. Islam memberikan keringanan
(rukhshah) dalam hal ini, sebagaimana diriwayatkan dalam hadis-hadis sahih.
Perbedaan pandangan antara mazhab menunjukkan keluasan dan kedalaman fiqih
Islam. Mazhab Hanbali dan sebagian Syafi’i memberikan kemudahan yang dapat
dijadikan rujukan dalam konteks masyarakat modern.
B. Saran
Umat Islam hendaknya memahami
bahwa perbedaan pendapat dalam fiqih adalah hal wajar. Yang terpenting adalah
mematuhi fatwa dari otoritas keagamaan yang sah, seperti MUI, dan menjaga
ukhuwah Islamiyah. Ketika perbedaan dimaknai dengan bijak, umat akan lebih kuat
dan bersatu dalam keberagaman pendapat.
DAFTAR PUSTAKA
-
Al-Qur’anul Karim
-
Shahih Bukhari
-
Shahih Muslim
-
Sunan Abi Dawud
-
Al-Muwaththa’ – Imam Malik
- Fiqh
al-Islami wa Adillatuhu – Wahbah az-Zuhaili
-
Al-Mughni – Ibnu Qudamah
-
Al-Majmu’ – Imam Nawawi
-
Fatwa-fatwa Syaikh Ibn Baz & Syaikh Al-Albani
No comments:
Post a Comment