Harapan di Tengah Kegelapan
Zaman
gelap bukanlah akhir, tapi kesempatan untuk menyalakan cahaya. Ketika generasi
muda menyadari bahwa mereka adalah harapan, maka gerakan akan menemukan ruhnya
kembali. Di Semampir, harapan itu tumbuh di ruang-ruang kecil: di musholla
kampung, di kajian sore, di panti asuhan, di kelas kader, dan di jalan-jalan
sosial.
Pemuda
Muhammadiyah Semampir hadir bukan untuk sekadar eksis, tetapi untuk memberi
makna. Bukan hanya bergerak, tapi juga menggerakkan. Mereka menolak tunduk pada
zaman, dan memilih untuk menyalakan obor
meski kecil, tapi cukup menerangi jalan.
Sebagaimana
pesan Buya Hamka:
“Kalau
hidup sekadar hidup, babi di hutan pun hidup. Tapi yang membuat hidup itu
berarti adalah perjuangan.”
Buya
Hamka
Krisis Kepemimpinan dan Minimnya Teladan
Salah
satu ciri zaman gelap adalah minimnya keteladanan, terutama dalam kepemimpinan.
Generasi muda tidak kekurangan sosok populer, tetapi kekurangan sosok yang bisa
diteladani. Banyak yang terkenal, tetapi tidak memberikan arah. Di lingkungan
lokal, tantangan kepemimpinan muncul dalam bentuk pasifnya tokoh muda terhadap
kondisi sekitar.
Padahal
dalam sejarah bangsa, tokoh-tokoh seperti Moh. Natsir, Bung Hatta, dan Tan
Malaka sudah berani bicara di forum-forum internasional sejak usia dua puluhan.
Mereka membaca, berpikir, dan bergerak. Begitu pula dalam Muhammadiyah, KH
Ahmad Dahlan mendirikan organisasi ini dalam usia produktif, dan menjadikan
pendidikan serta amal sosial sebagai poros dakwah.
Pemuda
hari ini membutuhkan teladan yang menghidupkan nilai, bukan sekadar
menunjukkan prestasi. Oleh karena itu, kaderisasi kepemimpinan harus dimulai
dari pembentukan karakter, bukan hanya perekrutan struktural.
Tantangan Lokal: Potret Semampir di Tengah Arus Zaman
Kecamatan
Semampir, salah satu kawasan padat di Kota Surabaya bagian utara, menjadi
representasi nyata dari tantangan zaman. Wilayah ini dipenuhi dinamika urban:
padat penduduk, banyak pemukiman informal, tingginya mobilitas sosial, serta
kuatnya pengaruh budaya luar.
Data
BPS Kota Surabaya (2023) mencatat tingkat pengangguran terbuka di kawasan utara
Surabaya masih cukup tinggi dibanding kawasan lainnya. Selain itu, banyak anak
usia sekolah yang tidak melanjutkan pendidikan karena keterbatasan ekonomi.
Tantangan ini membuat tugas gerakan pemuda menjadi semakin kompleks: bukan
hanya berdakwah dalam arti sempit, tetapi membangun keberdayaan komunitas.
Dalam
konteks inilah gerakan Pemuda Muhammadiyah Semampir menjadi penting. Mereka
bukan sekadar penggerak organisasi, melainkan penggerak lingkungan: melalui
pendidikan, sosial, advokasi, dan kaderisasi. Maka, zaman gelap bukanlah alasan
untuk menyerah, melainkan panggilan untuk menyalakan pelita.
Muhammadiyah: Cahaya Gerakan dalam Kegelapan Sosial
Muhammadiyah
sejak awal berdiri telah menjadi obor perubahan. KH Ahmad Dahlan memulai dari
pengajian kecil yang membedah makna Surat Al-Ma’un: bagaimana iman itu harus
terwujud dalam tindakan sosial. Nilai inilah yang diwariskan kepada generasi
muda Muhammadiyah hingga kini.
Dalam
bukunya Gerakan Modern Islam di Indonesia (Deliar Noer, 1995),
dijelaskan bahwa Muhammadiyah tumbuh bukan dari pemberontakan fisik, tetapi
dari pencerahan intelektual dan praksis sosial. Gerakan ini membentuk
karakter yang tangguh secara ideologis, responsif secara sosial,
dan inovatif secara strategis.
Pemuda
Muhammadiyah sebagai ortom strategis memiliki posisi penting dalam melanjutkan
nilai ini. Tantangannya adalah bagaimana mereka tetap berpegang pada prinsip,
namun mampu menjawab kebutuhan zaman. Itulah sebabnya, kaderisasi harus
diarahkan pada pembentukan watak pembaharu bukan sekadar pengurus organisasi.
"Kita bukan orang-orang yang pesimis, kita adalah kaum
berkemajuan."
Prof. Dr. Haedar Nashir, Ketua Umum PP
Muhammadiyah
Pendidikan, Pencerahan, dan Gerakan Berbasis Iman
Di
tengah zaman gelap, pendidikan menjadi cahaya utama. Namun pendidikan yang
dimaksud bukan sekadar transfer ilmu, melainkan pendidikan yang mencerdaskan,
membebaskan, dan membentuk karakter. Paulo Freire menyebutnya sebagai pendidikan
yang memanusiakan manusia.
Dalam
tradisi Muhammadiyah, pendidikan tidak hanya mencetak lulusan, tetapi membentuk
manusia beradab dan berdaya guna. Maka tak heran jika Amal Usaha
Muhammadiyah (AUM) menjadi tulang punggung gerakan: sekolah, panti asuhan,
klinik, masjid, hingga koperasi menjadi medan dakwah nyata.
Pemuda
Muhammadiyah Semampir juga ikut terlibat dalam ekosistem ini. Mereka menjadi
pembina di panti, penggerak di sekolah, fasilitator kajian, hingga pelopor
kegiatan sosial. Semua itu adalah bentuk nyata dari gerakan pencerahan yang
berakar pada nilai dan iman.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai
mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.”
(QS. Ar-Ra’d: 11)
Menuju Pemuda Pelita Zaman
Zaman
gelap bukan akhir segalanya. Sejarah selalu membuktikan bahwa di tengah
kegelapan, akan selalu lahir para pelita. Pemuda adalah pelita itu. Mereka
adalah penentu arah, bukan sekadar pengikut arus. Dalam gerakan
Muhammadiyah, cahaya itu telah dinyalakan sejak seabad lalu dan kini menjadi tugas generasi muda untuk
menjaganya.
Di
Kecamatan Semampir, cahaya itu mulai menyala di berbagai penjuru: dari kader
yang aktif di jalan dakwah, dari siswa yang tumbuh dalam nilai Muhammadiyah,
dari pengurus yang sabar menata gerakan, hingga dari warga yang merasakan
manfaat keberadaan Pemuda Muhammadiyah di tengah masyarakat.
Tugas
kita hari ini adalah melanjutkan cerita, menyalakan cahaya di tempat
yang masih gelap, dan memastikan bahwa generasi setelah kita tidak tumbuh dalam
kebingungan, tapi dalam pencerahan.
No comments:
Post a Comment