4/10/25

Zaman Gelap dan Tantangan Generasi


Harapan di Tengah Kegelapan

Zaman gelap bukanlah akhir, tapi kesempatan untuk menyalakan cahaya. Ketika generasi muda menyadari bahwa mereka adalah harapan, maka gerakan akan menemukan ruhnya kembali. Di Semampir, harapan itu tumbuh di ruang-ruang kecil: di musholla kampung, di kajian sore, di panti asuhan, di kelas kader, dan di jalan-jalan sosial.

Pemuda Muhammadiyah Semampir hadir bukan untuk sekadar eksis, tetapi untuk memberi makna. Bukan hanya bergerak, tapi juga menggerakkan. Mereka menolak tunduk pada zaman, dan memilih untuk menyalakan obor  meski kecil, tapi cukup menerangi jalan.

Sebagaimana pesan Buya Hamka:

“Kalau hidup sekadar hidup, babi di hutan pun hidup. Tapi yang membuat hidup itu berarti adalah perjuangan.”
   Buya Hamka

 

Krisis Kepemimpinan dan Minimnya Teladan

Salah satu ciri zaman gelap adalah minimnya keteladanan, terutama dalam kepemimpinan. Generasi muda tidak kekurangan sosok populer, tetapi kekurangan sosok yang bisa diteladani. Banyak yang terkenal, tetapi tidak memberikan arah. Di lingkungan lokal, tantangan kepemimpinan muncul dalam bentuk pasifnya tokoh muda terhadap kondisi sekitar.

Padahal dalam sejarah bangsa, tokoh-tokoh seperti Moh. Natsir, Bung Hatta, dan Tan Malaka sudah berani bicara di forum-forum internasional sejak usia dua puluhan. Mereka membaca, berpikir, dan bergerak. Begitu pula dalam Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan mendirikan organisasi ini dalam usia produktif, dan menjadikan pendidikan serta amal sosial sebagai poros dakwah.

Pemuda hari ini membutuhkan teladan yang menghidupkan nilai, bukan sekadar menunjukkan prestasi. Oleh karena itu, kaderisasi kepemimpinan harus dimulai dari pembentukan karakter, bukan hanya perekrutan struktural.

Tantangan Lokal: Potret Semampir di Tengah Arus Zaman

Kecamatan Semampir, salah satu kawasan padat di Kota Surabaya bagian utara, menjadi representasi nyata dari tantangan zaman. Wilayah ini dipenuhi dinamika urban: padat penduduk, banyak pemukiman informal, tingginya mobilitas sosial, serta kuatnya pengaruh budaya luar.

Data BPS Kota Surabaya (2023) mencatat tingkat pengangguran terbuka di kawasan utara Surabaya masih cukup tinggi dibanding kawasan lainnya. Selain itu, banyak anak usia sekolah yang tidak melanjutkan pendidikan karena keterbatasan ekonomi. Tantangan ini membuat tugas gerakan pemuda menjadi semakin kompleks: bukan hanya berdakwah dalam arti sempit, tetapi membangun keberdayaan komunitas.

Dalam konteks inilah gerakan Pemuda Muhammadiyah Semampir menjadi penting. Mereka bukan sekadar penggerak organisasi, melainkan penggerak lingkungan: melalui pendidikan, sosial, advokasi, dan kaderisasi. Maka, zaman gelap bukanlah alasan untuk menyerah, melainkan panggilan untuk menyalakan pelita.

Muhammadiyah: Cahaya Gerakan dalam Kegelapan Sosial

Muhammadiyah sejak awal berdiri telah menjadi obor perubahan. KH Ahmad Dahlan memulai dari pengajian kecil yang membedah makna Surat Al-Ma’un: bagaimana iman itu harus terwujud dalam tindakan sosial. Nilai inilah yang diwariskan kepada generasi muda Muhammadiyah hingga kini.

Dalam bukunya Gerakan Modern Islam di Indonesia (Deliar Noer, 1995), dijelaskan bahwa Muhammadiyah tumbuh bukan dari pemberontakan fisik, tetapi dari pencerahan intelektual dan praksis sosial. Gerakan ini membentuk karakter yang tangguh secara ideologis, responsif secara sosial, dan inovatif secara strategis.

Pemuda Muhammadiyah sebagai ortom strategis memiliki posisi penting dalam melanjutkan nilai ini. Tantangannya adalah bagaimana mereka tetap berpegang pada prinsip, namun mampu menjawab kebutuhan zaman. Itulah sebabnya, kaderisasi harus diarahkan pada pembentukan watak pembaharu  bukan sekadar pengurus organisasi.

"Kita bukan orang-orang yang pesimis, kita adalah kaum berkemajuan."
   Prof. Dr. Haedar Nashir, Ketua Umum PP Muhammadiyah

Pendidikan, Pencerahan, dan Gerakan Berbasis Iman

Di tengah zaman gelap, pendidikan menjadi cahaya utama. Namun pendidikan yang dimaksud bukan sekadar transfer ilmu, melainkan pendidikan yang mencerdaskan, membebaskan, dan membentuk karakter. Paulo Freire menyebutnya sebagai pendidikan yang memanusiakan manusia.

Dalam tradisi Muhammadiyah, pendidikan tidak hanya mencetak lulusan, tetapi membentuk manusia beradab dan berdaya guna. Maka tak heran jika Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) menjadi tulang punggung gerakan: sekolah, panti asuhan, klinik, masjid, hingga koperasi menjadi medan dakwah nyata.

Pemuda Muhammadiyah Semampir juga ikut terlibat dalam ekosistem ini. Mereka menjadi pembina di panti, penggerak di sekolah, fasilitator kajian, hingga pelopor kegiatan sosial. Semua itu adalah bentuk nyata dari gerakan pencerahan yang berakar pada nilai dan iman.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.”
(QS. Ar-Ra’d: 11)

Menuju Pemuda Pelita Zaman

Zaman gelap bukan akhir segalanya. Sejarah selalu membuktikan bahwa di tengah kegelapan, akan selalu lahir para pelita. Pemuda adalah pelita itu. Mereka adalah penentu arah, bukan sekadar pengikut arus. Dalam gerakan Muhammadiyah, cahaya itu telah dinyalakan sejak seabad lalu  dan kini menjadi tugas generasi muda untuk menjaganya.

Di Kecamatan Semampir, cahaya itu mulai menyala di berbagai penjuru: dari kader yang aktif di jalan dakwah, dari siswa yang tumbuh dalam nilai Muhammadiyah, dari pengurus yang sabar menata gerakan, hingga dari warga yang merasakan manfaat keberadaan Pemuda Muhammadiyah di tengah masyarakat.

Tugas kita hari ini adalah melanjutkan cerita, menyalakan cahaya di tempat yang masih gelap, dan memastikan bahwa generasi setelah kita tidak tumbuh dalam kebingungan, tapi dalam pencerahan.

No comments:

About

Ahmad Fathullah, M.Pd
No.Hp : wa.me/6282143358433 (SMS/WA)
Alamat : Jl. Bulak Sari 1/59 Surabaya
Email : ad.fathullah@gmail.com
Fb : ahmad.fathullah.10
IG : a.fathullah94