KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
Alhamdulillah, tidak ada sebuah kalimat yang pantas untuk
dilantunkan dari lisan seorang hamba yang lemah ini melainkan kalimat puji dan
syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya yang amat
banyak kepada para hamba-Nya.
Shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada junjungan dan suri
tauladan kita, yaitu Nabi Muhammad SAW, karena telah berjasa menegakkan panji
Islam dipermukaan bumi ini, sehingga kita semua dapat merasakan manisnya dan
nikmatnya beriman kepada Allah SWT.
Dengan ilmu dan kesabaran yang telah Allah SWT berikan kepada
penulis, alhamdulillah karya tulis yang
ada dihadapan saudara ini telah terselesaikan guna memenuhi persyaratan
mengikuti Ujian Akhir Pesantren, dan tidak lupa penulis mengucapkan rasa terima
kasih kepada:
1.
Orang
tua penulis yang sangat penulis sayangi dan hormati, panjatan doa dan harapan
yang selalu mereka panjatkan kepada Allah swt untuk penulis, agar penulis
menjadi anak yang shaleh dan berguna.
2.
Ustadz
luthfie Abdullah Ismail, selaku Mudir Pesantren PERSIS Bangil yang telah
mengizinkan dan menerima penulis untuk belajar berbagai macam ilmu pengetahuan
selama lebih kurang 6 tahun di Pesantren PERSIS Putra Bangil yang sangat
penulis cintai.
3.
Ustadz
Bambang Priyono, selaku Kepala MA PERSIS 1 Bangil, yang sering sekali
memotivasi penulis serta teman-teman.
4.
Ustadz
Hartoyo, selaku wali kelas 6 putra yang sudah berkenan untuk menasihati dan membimbing
penulis beserta teman-teman.
5.
Seluruh
asatidz yang telah mengajarkan ilmu yang mereka miliki selama penulis mengikuti
kegiatan belajar mengajar di Pesantren PERSIS Putra Bangil.
6.
Teman-teman
seperjuangan (kelas 6 putra), yang secara tidak langsung telah mengajarkan
kepada penulis untuk menjadi pribadi yang baik.
Dengan keterbatasan kemampuan dan pengalaman, penulis menyadari
dengan sepenuh hati bahwa karya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
perbaikan karya tulis ini. Dan penulis juga berharap agar karya tulis yang ada
dihadapan saudara ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan menjadi amal jariyah
bagi penulis. Amiin.
Bangil, 01 mei
2012
Insan
Taris Aufar
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Mengetahui
bahwa amal yang akan diperhitungkan pertama kali di hari kiamat adalah shalat,
sebagaimana Rasulullah SAW telah bersabda:
عَنْ تَمِيمٍ الدَّارِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: ((أَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَلَاتُهُ))
رواه ابن ماجة
Artinya:”Dari
Tamim Ad-Dariyyi, dari Nabi SAW beliau bersabda: pertama kali yang akan
diperhitungkan pada seorang hamba di hari kiamat adalah shalatnya”. (Diriwayatkan
oleh Ibnu Majah)[1]
Maka
sudah tentu harus bagus nilai shalat yang kita kerjakan.
Mulai dari mencontoh beliau SAW dalam gerakan shalat, hingga memenuhi
syarat-syarat diterimanya ibadah shalat itu sendiri.
Diantara
yang harus dipenuhi dari syarat-syarat diterimanya shalat adalah harus dalam
keadaan suci (berwudhu). Sebagaimana Rasulullah SAW telah bersabda:
عَنْ أَبي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:))لَا تُقْبَلُ صَلَاةُ مَنْ أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ(( رواه البخاري
Artinya:”Dari
Abi Hurairah, ia berkata: telah bersabda Rasulullah SAW: Tidak diterima shalat,
bagi barang siapa yang berhadats hingga ia berwudhu”. (Diriwayatkan
oleh Bukhari)[2]
Setelah
kita mengetahui bahwa berwudhu itu merupakan syarat sahnya shalat, maka harus
diperhatikan pula air apa saja yang boleh kita gunakan untuk berwudhu dan air
apa saja yang tidak boleh kita gunakan untuk berwudhu.
Sehubungan
dengan judul makalah yang dibebankan kepada penulis, yaitu Hukum Berwudhu dengan
Air Bekas Jilatan Anjing, maka penulis akan menjelaskan dan membahas tentang
masalah tersebut.
1.2
Tujuan Penulisan
Karya
tulis ini bertujuan untuk:
1.
Menjunjung
tinggi syari’at Islam.
2.
Memenuhi
persyaratan mengikuti Ujian Akhir Pesantren PERSIS Bangil.
3.
Menjelaskan
kepada khalayak ramai tentang Hukum Berwudhu dengan Air Bekas Jilatan Anjing.
1.3
Metode Penulisan
Karya
tulis ini disusun berdasarkan metode ilmiah, yaitu merujuk kepada Al-Qur’an dan
As-Sunnah beserta buku-buku dan beberapa artikel yang berkaitan erat dengan
masalah yang akan penulis bahas.
1.4
Sistematika Penulisan
Karya
tulis ini disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut:
Bab I :Merupakan pendahuluan yang berisi tentang
latar belakang masalah, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika
penulisan.
Bab II :Merupakan pembahasan, dalam bab ini penulis
akan menjelaskan tentang pengertian wudhu, air yang digunakan untuk bersuci
(wudhu/mandi) dan status air liur anjing dalam pandangan Islam.
Bab III :Merupakan penjelasan tentang Hukum Berwudhu dengan
Air Bekas Jilatan Anjing.
Bab IV :Merupakan kesimpulan penulis dari masalah
yang telah dibahas di bab-bab sebelumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Wudhu
Wudhu
secara bahasa, berasal dari kata: وَضُؤَ-
يَوْضُؤُ- وُضُوْءًا و وَضَاَءَةً[3] yang berarti: bersih. Secara
istilah, wudhu adalah bersuci dengan air pada wajah, kedua tangan, kepala dan
kedua kaki[4] (Sebagaimana yang telah Allah SWT jelaskan di Al-Qur’an surah Al-Maidah
ayat 6).
2.2
Air yang digunakan untuk Bersuci (Wudhu/Mandi)
Pada
asalnya air itu suci dan tidak dapat dinajiskan oleh sesuatu apapun,
sebagaimana Rasululallah SAW telah bersabda:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: َقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((إِنَّ الْمَاءَ طَهُورٌ لَا
يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ)) رواه الترمذي
Artinya:”Dari Abi Sa’id Al-Khudri, dia berkata: telah bersabda Rasulullah
SAW: sesungguhnya air itu suci, tidak dapat sesuatu apapun menajiskannya”. (Diriwayatkan
oleh Tirmidzi)[5]
Hadits
diatas menunjukkan bahwa air banyak atau sedikit tidak menjadi najis walaupun
bercampur atau dicampur dengan sesuatu yang najis. Contonya, seperti air
pembersih yang ada di dalam bejana tidak akan bisa menjadi najis walaupun bercampur
atau dicampur dengan sebanyak-banyak kencing atau tahi manusia. Hal tersebut
tidak mungkin, sebab sesuatu itu apabila sifatnya telah berubah dari asalnya,
maka berubah pula fungsinya. Air yang sudah berubah rasanya, baunya atau
warnanya, maka air tersebut sudah berubah pula dari sifat asalnya. Perubahan
ini dapat mengakibatkan berubah pula fungsinya. Air yang diantara salah satu
fungsinya adalah sebagai pembersih, sebagaimana Allah SWT berfirman:
وَهُوَ الَّذِي أَرْسَلَ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ
رَحْمَتِهِ وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُورًا. (الفرقان:48)
Artinya: Dia (Allah) yang mengirim angin (sebagai) pembawa kabar
gembira dekat sebelum kedatangan rahmatNya (hujan), dan Kami turunkan dari
langit, air (sebagai) pembersih”. (Q.S Al-Furqan:48)
Dan firmanNya juga:
وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لِيُطَهِّرَكُمْ بِهِ
وَيُذْهِبَ عَنْكُمْ رِجْزَ الشَّيْطَانِ وَلِيَرْبِطَ عَلَى قُلُوبِكُمْ
وَيُثَبِّتَ بِهِ الأقْدَام. (الاْنفال:11)
Artinya: “Dan (Allah) menurunkan kepadamu air (hujanَ) dari langit untuk membersihkan kamu
dengan hujan itu dan menghilangkan gangguan syaithan dan untuk menguatkan
hatimu dan meneguhkan dengan sebab air itu kakimu (pendirianmu)”. (Q.S
Al-Anfal: 11)
Maka
air tersebut tidak berfungsi lagi apabila sifatnya sudah berubah dari asalnya.
Yang dapat merubah sifat air itu apabila sudah bercampur dengan sesuatu yang
najis. Penulis katakan demikian sebab Rasulullah SAW bersabda “air itu suci
dan tidak dapat dinajiskan oleh sesuatu apapun”. Ini menunjukkan bahwa yang
dapat mengubah air hanyalah sesuatu yang najis. Sebab apabila sifat air sudah
dipengaruhi oleh najis, maka air tersebut menjadi najis. Perubahan yang dapat
mempengaruhi sifat air itu adalah rasa/bau/warna. Jadi jika sifat najis
tersebut lebih dominan dari pada sifat air, maka air tersebut menjadi najis.
Sebagaimana
yang telah kita ketahui bahwa najis itu harus kita jauhi, maka penulis
menyimpulkan bahwa kita tidak boleh menggunakan air yang telah tercampur oleh
najis sehingga sifat najis tersebut lebih dominan dari pada sifat air.
2.3 Status Air Liur Anjing dalam Pandangan Islam
Sebelum
kita menetapkan tentang hukum berwudhu dengan air bekas jilatan anjing, alangkah
pentingnya jika kita membahas terlebih dahulu tentang status air liur anjing
dalam pandangan Islam. Karena yang namanya jilatan itu memang identik dengan air liur.
Apakah
air liur anjing itu termasuk najis?
Banyak sekali dikalangan masyarakat kita yang beranggapan bahwa air liur anjing
itu najis. Tetapi ketika ditanyakan apakah ada dalil yang menyebutkan bahwa air
liur anjing itu najis, maka mereka tidak dapat menunjukkannya.
Sepanjang
pengetahuan yang penulis ketahui, memang tidak ada dalil yang menyebutkan bahwa
air liur anjing itu najis. Alasan penulis berpandangan demikian adalah:
1)
Rasulullah SAW telah bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَال:َ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:((طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا
وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولَاهُنَّ
بِالتُّرَابِ)) رواه مسلم
Artinya:”Dari Abi Hurairah, dia berkata: telah bersabda Rasulullah
SAW: bersihnya bejana salah seorang diantara kamu apabila anjing menjilat
kedalamnya, agar mencucinya tujuh kali yang pertama dengan tanah”. (Diriwayatkan Oleh Muslim)[6]
Hadits
Nabi SAW diatas menerangkan bahwa beliau memerintahkan mencuci bejana itu
adalah apabila anjing menjilat (minum) dalam bejana. Soal air liur
anjing tidak ada pembicaraannya dalam hadits Nabi SAW diatas. Yang sudah pasti
bahwa perintah mencuci bejana itu adalah karena dijilat (diminum) isinya yang
cair, bukan karena air liur anjing yang jatuh padanya.
2)
Ada sebuah riwayat yang bersumber dari seorang shahabat bernama
Abdullah bin Umar, ia berkata:
كَانَتْ الْكِلَابُ تَبُولُ وَتُقْبِلُ
وَتُدْبِرُ فِي الْمَسْجِدِ فِي زَمَانِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَلَمْ يَكُونُوا يَرُشُّونَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ. رواه البخاري
Artinya:”Biasa
anjing-anjing kencing, datang dan pergi dalam masjid (Nabi saw) di zaman
Rasulullah SAW. Tetapi para shahabat tidak menyiramkan sedikitpun dari yang
demikian itu”. (Diriwayatkan oleh Bukhari)[7]
Perkataan biasa
datang dan pergi dalam masjid memberi arti bahwa sekali-sekali anjing-anjing
itu menjilat apa-apa yang ada di dalam masjid Nabi SAW itu, dan sekali-sekali
ada air liur anjing yang tertumpah di dalam masjid. Semua ini tidak disiram
oleh para shahabat. Nabi SAW juga tahu masuk keluarnya anjing dalam masjid itu,
dan beliau tidak memerintahkan apa-apa.
Perkataan
biasa yang tersebut dalam riwayat di atas nyatalah bukan sekali atau dua kali,
tetapi sering. Ini menunjukkan bahwa air liur anjing itu tidak najis. Kalau
sekiranya air liur anjing itu najis, tentu ada peringatan dari Nabi SAW dan ada
perhatian dari para shahabat terhadap anjing yang masuk keluar masjid.
3)
Dalam Al-Qur’an surah Al-Maidah: 4, Allah SWT berfirman:
فَكُلُوا مِمَّاأَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ (المائدة:4)
Artinya: “Maka makanlah dari apa-apa (binatang) yang mereka (anjing-anjing itu) tangkap untuk
kamu”. (Q.S Al-Maidah:4)
Firman Allah SWT di atas berhubungan dengan pemburuan binatang
dengan menggunakan anjing sebagai binatang pemburunya. Anjing menangkap
binatang itu adalah dengan digigitnya. Terkadang setelah binatang buruan itu
mati, anjing itu membawanya kepada pemburu sambil mengigit binatang tersebut.
Dengan gigitan ini sudah tentu air liur anjing itu bercampur pada daging yang
digigitnya. Daging bagian gigitan anjing itu tidak disuruh untuk dicuci, tidak
disuruh buang. Bahkan Allah SWT berfirman: “makanlah”. Ini menunjukkan bahwa air
liur anjing itu tidak najis.
4)
Ada sebuah hadits yang bersumber dari seorang shahabat bernama ‘Adi
bin Hatim:
عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قُلْتُ :يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نُرْسِلُ الْكِلَابَ الْمُعَلَّمَةَ
قَالَ:((كُلْ مَا أَمْسَكْنَ عَلَيْكَ)) قُلْتُ: وَإِنْ قَتَلْنَ قَالَ:((وَإِنْ
قَتَلْنَ)) رواه البخاري
Artinya: “Dari
‘Adi bin Hatim, dia berkata: Saya berkata: Ya Rasulullah! Sesungguhnya kami melepaskan
anjing yang sudah dilatih. Jawab Nabi SAW:
makanlah apa yang anjing itu tangkap untuk kamu. Aku bertanya (lagi):
sekalipun anjing itu membunuh (binatang itu)? Jawab Nabi SAW: sekalipun anjing
itu membunuh”. (Diriwayatkan oleh Bukhari)[8]
Sabda
Nabi SAW makanlah apa yang anjing itu tangkap dan sekalipun anjing itu membunuh
(binatang itu) memberi arti bahwa air liur anjing itu tidak najis.
Dalam
hadits lain, yang juga bersumber dari ‘Adi bin hatim, Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ:((مَا أَمْسَكَ عَلَيْكَ فَكُلْ فَإِنَّ أَخْذَ الْكَلْبِ ذَكَاةٌ)) رواه البخاري
Artinya:”Dari
‘Adi bin Hatim, dia berkata: telah bersabda Rasulullah SAW: apa-apa yang anjing
itu tangkap untuk kamu maka makanlah karena tangkapan itu adalah
sembelihannya”. (Diriwayatkan oleh Bukhari)[9]
Dari
keempat alasan yang telah penulis jelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa air
liur anjing itu tidak najis.
BAB III
HUKUM BERWUDHU DENGAN AIR BEKAS JILATAN ANJING
Setelah
kita mengetahui bahwa air liur anjing itu bukanlah termasuk sesuatu yang najis,
maka dapat diambil kesimpulan bahwa pada asalnya air pembersih yang kejatuhan
air liur anjing adalah boleh dipakai.
Tetapi
sebagaimana Rasulullah SAW telah memerintahkan kepada kita untuk membuang sisa
air yang anjing menjilat (minum) di bejana, maka dapat difaham bahwa tidak
boleh berwudhu menggunakan air bekas jilatan (minum) anjing di bejana.
Sebagaimana Rasulullah SAW telah bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:((إِذَا وَلَغَ الْكَلْبُ فِي إِنَاءِ
أَحَدِكُمْ فَلْيُرِقْهُ ثُمَّ لِيَغْسِلْهُ سَبْعَ مِرَارٍ)) رواه مسلم
Artinya:”Dari
Abi Hurairah, dia berkata: telah bersabda Rasulullah SAW: apabila anjing
menjilat (isi) bejana salah seorang diantara kamu, maka hendaklah buang (isi)
bejananya. Kemudian cucilah bejana tersebut tujuh kali”. (Diwirayatkan
oleh Muslim)[10]
Hadits
di atas menerangkan bahwa air sisa jilatan (minum) anjing di bejana, diperintah
agar dibuang. Ini menunjukkan bahwa air atau benda cair tersebut tidak boleh
digunakan untuk berwudhu. Tidak bolehnya kita berwudhu dengan air tersebut
adalah karena ketaatan kita kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW yang
menyuruh untuk membuang sisa air bekas jilatan anjing tersebut.
Namun, apabila
anjing menjilat (minum) pada selain bejana maka boleh-boleh saja kita gunakan
sisa air jilatan tersebut untuk berwudhu, karena tidak ada perintah untuk membuangnya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 kesimpulan
Maka dengan ini penulis mengambil beberapa kesimpulan, yaitu :
1.
Mubah
berwudhu dengan air bekas jilatan (minum) anjing di selain bejana.
2.
Haram
berwudhu dengan air bekas jilatan (minum) anjing di bejana.
DAFTAR PUSTAKA
·
Depag
RI.2005.Al-Qur’anul Karim dan Terjemahannya.Bandung:Syaamil Cipta Media.
·
Al-Bukhari,Muhammad
bin Ismail.1981.Shahih Bukhari.Darul Fikr.
·
An-Naisaburi,Muslim
bin Hajjaj.Al-Jaamiush Shahih.Beirut:Darul Fikr.
·
At-Tirmidzi,Muhammad
bin Isa.Sunan Tirmidzi.Indonesia:Maktabah Dahlan.
·
Al-Qazwiinii,Muhammad
bin Yazid.Sunan Ibnu Majah.Indonesia:Maktabah Dahlan.
·
Sayyid
Saabiq.1981.Fiqhus Sunnah.Beirut:Darul Fikr.
·
Munawwir,Ahmad
Warson.1997.Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap.Surabaya:Pustaka
Progressif.
[1] Sunan Ibnu
Majah juz 1 hal.458 no.hadits 1426 bab maa jaa-a fii awwali maa yuhaasabu bihil
‘abdu ash-shalaah.
[4]
Fiqhus Sunnah jilid 1 hal.36
[5] Al-Jaamiush
Shahih jilid 1 hal.45 no.hadits 66 bab maa jaa-a annal maa-a laa yunajjisuhu
syay-u.
[7] Shahih Bukhari
jilid 1 hal.51 bab idzaa syaribal kalbu fii inaa-i ahadikum falyaghsilhu
sab’an..
No comments:
Post a Comment