2/16/16

Fungsi Kepemimpinan Dan Manajemen Di Sekolah

Fungsi artinya jabatan (pekerjaan) yang dilakukan, atau kegunaan suatu hal atau kerja suatu bagian tubuh. Sedangkan fungsi kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok atau organisasi masing-masing yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar organisasi.[1]
Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin seharusnya dalam praktik sehari-hari selalu berusaha memperhatikan dan mempraktikkan 8 fungsi kepemimpinan dalam kehidupan sekolah, yaitu:[2]
1.      Dalam kehidupan sehari-hari kepala sekolah akan dihadapkan kepada sikap para guru, staf dan para siswa yang mempunyai latar belakang kehidupan, kepentingan serta tingkat sosial budaya yang berbeda sehingga tidak mustahil terjadi konflik antar individu bahkan antar kelompok. Dalam menghadapi hal semacam itu kepala sekolah harus bertindak arif , bijaksana, adil, tidak ada pihak yang dikalahkan atau dianakemaskan. Dengan kata lain sebagai seorang pemimpin kepala sekolah harus dapat memperlakukan sama terhadap orang-orang yang menjadi bawahannya, sehingga tidak terjadi diskriminasi, sebaliknya dapat diciptakan semangat kebersamaan diantara mereka yaitu guru, staf dan para siswa (arbritating).
2.      Sugesti atau saran sangat diperlukan oleh para bawahan dalam melaksanakan tugas. Para guru, staf dan siswa suatu sekolah hendaknya selalu mendapatkan saran, anjuran dari kepala sekolah sehingga dengan saran tersebut selalu dapat memelihara bahkan meningkatkan semangat, rela berkorban, rasa kebersamaan dalam melaksanakan tugas masingmasing (suggesting).
3.      Dalam mencapai tujuan setiap organisasi memerlukan dukungan, dana, sarana dan sebagainya. Demikian pula sekolah sebagai suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah digariskan memerlukan berbagai dukungan. Kepala sekolah bertanggung jawab untuk memenuhi atau menyediakan dukungan yang diperlukan oleh para guru, staf, dan siswa, baik berupa dana, peralatan, waktu, bahkan suasana yang mendukung. Tanpa adanya dukungan yang disediakan oleh kepala sekolah, sumber daya manusia yang ada tidak mungkin melaksanakan tugasnya dengan baik (supplying objectives).
4.      Kepala sekolah berperan sebagai katalisator, dalam arti mampu menimbulkan dan menggerakkan semangat para guru, staf dan siswa dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Patah semangat, kehilangan kepercayaan harus dapat dibangkitkan kembali oleh para kepala sekolah (catalysing). Sesuai dengan misi yang dibebankan kepada sekolah, kepala sekolah harus mampu membawa perubahan sikap prilaku, intelektual anak didik sesuai dengan tujuan pendidikan
5.      Rasa aman merupakan salah satu kebutuhan setiap orang baik secara individual maupun kelompok. Oleh sebab itu, seorang kepala sekolah sebagai pemimpin harus dapat menciptakan rasa aman di dalam lingkungan sekolah, sehingga para guru, staf dan siswa dalam melaksanakan tugasnya merasa aman, bebas dari perasaan gelisah, kekhawatiran serta memperoleh jaminan keamanan dari kepala sekolah(providing security).
6.      Seorang kepala sekolah selaku pemimpin akan menjadi pusat perhatian, artinya semua pandangan akan diarahkan ke kepala sekolah sebagai orang yang mewakili kehidupan sekolah di mana, dan dalam kesempatan apapun. Oleh sebab itu, penampilan seorang kepala sekolah harus selalu dijaga integritasnya, selalu terpercaya, dihormati baik sikap, prilaku maupun perbuatannya (representing).
7.      Kepala sekolah pada hakikatnya adalah sumber semangat bagi para guru, staf dan siswa. Oleh sebab itu, kepala sekolah harus selalu mebangkitkan semangat, percaya diri terhadap para guru, staf dan siswa, sehingga mereka menerima dan memahami tujuan sekolah secara antusias, bekerja secara tanggung jawab kearah tercapainya tujuan sekolah (inspiring).
8.      Setiap orang dalam kehidupan organisasi baik secara pribadi maupun kelompok, apabila kebutuhannya diperhatikan dan dipenuhi. Untuk itu kepala sekolah diharapkan selalu dapat menghargai apapun yang yang dihasilkan oleh para mereka yang menjadi tanggung jawabnya. Penghargaan dan pengakuan ini dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti kenaikan pangkat, fasilitas, kesempatan mengikuti pendidikan dan sebagainya (praising)
Manajemen pada hakikatnya merupakan suatu proses merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, dan mengendalikan usaha para anggota organisasi serta mendaya gunakan seluruh sumber-sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan

A.    Perencanaan
Perencanaan adalah proses penentuan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dan menetapkan jalan dan sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu seefisien dan seefektif mungkin (Roger A. Kauffman, 1972). Dalam setiap perencanaan selalu terdapat tiga kegiatan yang meskipun dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya dalam proses perencanaan. Kegiatan itu adalah: [3]
(1)   Perumusan tujuan yang ingin dicapai
(2)   Pemilihan  program untuk mencapai tujuan itu
(3)   Identifikasi dan pengerahan sumber yang jumlahnya selalu terbatas.

A.    Pengorganisasian
pengorganisasian adalah bagaimana pekerjaan diatur dan dialokasikan di antara para anggota, sehingga tujuan organisasi itu dapat dicapai secara efektif
Pengorganisasian menurut Terry dalam bukunya Syaiful Sagala adalah pembagian pekerjaan yang telah direncanakan untuk diselesaikan oleh anggota kelompok, penentuan hubungan-hubungan pekerjaan diantara mereka dan pemberian lingkungan pekerjaan yang sepatutnya. Pengorganisasian merupakan fungsi yang harus dijalankan oleh setiap manajer pada semua tingkatan, jenis kegiatan, dan bentuk organisasi besar atau kecil, bisnis atau Negara. Kegiatan pengorganisasian adalah untuk menentukan siapa yang akan melaksanakan tugas sesuai prinsip pengorganisasian. Pengorganisasian sebagai kegiatan pembagi tugas-tugas pada orang yang terlibat dalam kerja sama pendidikan. Karena tugas-tugas ini demikian banyak dan tidak dapat diselesaikan oleh satu orang saja, maka tugas-tugas ini dibagi untuk dikerjakan oleh masing-masing organisasi.[4]
Menurut Sergiovanni (1987:315): “Four competing requirements for organizing that should be considered are legitimacy, efficiency, effectiveness, and axcelence” (Empat tuntutan kemampuan dalam mengorganisasi yang harus dipertimbangkan adalah keafsahan, efisiensi, efektifitas, dan keunggulan). Pendapat ini menggambarkan bahwa ada empat syarat yang harus dipertimbangkan dalam pengorganisasian yaitu:[5]
1.      Legitimasi (legitimacy), memberikan respon dan tuntunan eksternal, yaitu sekolah mampu menampilkan performansi organisasi yang dapat meyakinkan pihak-pihak terkait akan kemampuan sekolah mencapai tujuan melakukan tindakan melalui sasaran.
2.      Efesiensi (efficiency), pengakuan terhadap sekolah pada penggunaan waktu, uang, dan sumber daya yang terbatas dalam mencapai tujuannya, yaitu menentukan alat yang diperlukan, pengalokasian waktu, dana, dan sumber daya sekolah.
3.      Keefektifan (effectiveness), menggambarkan ketepatan pembagian tugas, hak, tanggung jawab, hubungan kerja bagian-bagian organisasi, dan menentukan personel (guru dan non guru) melaksanakan tugasnya.
4.      Keunggulan (axcelence), menggambarkan kemampuan organisasi dan kepala sekolah melaksanakan fungsi dan tugasnya sehingga dapat meningkatkan harga diri dan kualitas sekolah

B.     Penggerakan
Penggerakan atau istilah pembimbingan menurut The Liang Gie merupakan aktivitas seorang manajer dalam memerintah, menugaskan menjuruskan, mengarahkan, dan menuntun karyawan atau personel organisasi untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Memberi dorongan atau menggerakkan (actuating) mencakup kegiatan yang dilakukan manajer untuk mengawali dan melanjutkan kegiatan yang ditetapkan dalam perencanaan dan pengorganisasian agar tujuan tercapai. Terry dalam bukunya Syaiful Sagala menjelaskan actuating merupakan usaha untuk menggerakkan anggota kelompok sedemikian rupa sehingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran organisasi. Berarti merangsang anggota-anggota kelompok melaksanakan tugas-tugas dengan antusias dan kemauan yang baik.[6]
Kepala daerah, kepala dinas pendidikan, dan kepala sekolah perlu melakukan penggerakan dengan cara memberi semangat dan motivasi untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawab dengan jujur. Penggerakan itu penting, agar aparat pendidikan di daerah dan para guru disekolah tidak menyimpang dari arah yang telah ditetapkan, menghindarkan kesalahankesalahan yang diperkirakan dapat timbul dalam pekerjaan-pekerjaan dan sebagainya. Penggerakan ini menggambarkan bahwa pimpinan pemberi arah yang jelas dalam pelaksanaan usaha penyelenggaraan pendidikan di daerah dan disekolah menurut pola dan rencana yang telah disusun bersama. Actuating mencakup penetapan dan pemuasan kebutuhan manusiawi dari para guru dan personel lainnya di sekolah, memberi penghargaan, pemimpin, memberi kompensasi, dan memberi dukungan yang kuat agar guru dan personel sekolah melaksanakan tugas memberikan layanan belajar kepada peserta didiknya dengan antusias.[7]

C.    Pengawasan
pengawasan atau kontrol ini untuk memastikan bahwa semua program dan kegiatan telah dan sedang dilaksanakan sesuai yang direncanakan. Kegiatan pengawasan ini dilakukan agar:[8]
1.      Perilaku personalia organisasi mengarah ketujuan organisasi, bukan semat-mata ketujuan individual.
2.      Agar tidak terjadi penyimpangan yang berarti antara rencana dengan pelaksanaan
pengawasan dikaitkan dengan upaya untuk mengendalikan, membina dan pelurusan sesuatu dalam kegiatan organisasi sebagai uapaya pengendalian mutu dalam arti luas. Dengan demikian jelaslah controlling mencakup kelanjutan tugas untuk melihat apakah kegiatan-kegiatan dilaksanakan sesuai rencana.
Robbins (1982: 376) menyatakan pengawasan adalah proses monitor aktivitas-aktivitas untuk mengetahui apakah individu-individu dan organisasi itu sendiri memperolah dan memanfaatkan sumber-sumber secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan. Pengertian pengawasan yang lebih sederhana  dikemukakan oleh Johnson (1973: 74) yaitu sebagai fungsi sistem yang melakukan penyesuaian terhadap rencana, mengusahakan agar penyimpangan-penyimpangan tujuan system hanya dalam batas-batas yang dapat ditoleransi. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa sasaran pengawasan adalah perilaku individu sebagai orang-orang yang memproses lancarnya kegiatan pembelajaran dan tidak terjadi penyimpangan. Pengertian ini menacu pada dua hal yaitu performan personel dalam memproses obyek dan hasil pendidikan.[9]
Made Pidarta mengutip Massie (1973: 89-91) mengemukakan bahwa prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan kontrol atau pengawasan, ialah:[10]
1.      Tujuan kepada strategi sebagai kunci sasaran yang menentukan keberhasilan.
2.      Kontrol harus menggunakan umpan balik sebagai bakan revisi dalam mencapai tujuan.
3.      Harus fleksibel dan resposif terhadap perubahan-perubahan kondisi dan lingkungan.
4.      Cocok dengan organisasi, pendidikan misalnya adalah organisasi sebagai sistem terbuka.
5.      Merupakan kontrol diri sendiri.
6.      Bersifat lansung yaitu pelaksanaan kontrol di tempat pekerja.
7.      Memperhatikan hakikat manusia dalam mengontrol para petugas pendidikan
Pengawasan meliputi tindakan untuk menuntun dan memotivasi usaha untuk pencapaian tujuan maupun tindakan untuk mendeteksi dan memperbaiki pelaksanaan yang tidak efektif dan tidak efisien, menjadi efektif dan efisien.


[1] Musfirotun Yusuf, Manajemen Pendidikan Sebuah Pengantar, (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2009), 167
[2] 5Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), 106-109
[3] Nanang Fatah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), 49
[4] Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, (Bandung: Alfabeta, 2008), 61
[5] Ibid, 62-63
[6] Ibid, 64
[7] Ibid, 65
[8] Ibid, 70
[9]  Ibid, 70-71
[10]  Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, (Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2004), 159

No comments:


TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA<><><><><>Semoga Kehadiran Kami Bermanfaat Bagi Kita Bersama
banner