Fungsi artinya jabatan (pekerjaan) yang dilakukan,
atau kegunaan suatu hal atau kerja suatu bagian tubuh. Sedangkan fungsi
kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan
kelompok atau organisasi masing-masing yang mengisyaratkan bahwa setiap
pemimpin berada di dalam dan bukan di luar organisasi.[1]
Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin seharusnya
dalam praktik sehari-hari selalu berusaha memperhatikan dan mempraktikkan 8
fungsi kepemimpinan dalam kehidupan sekolah, yaitu:[2]
1.
Dalam kehidupan sehari-hari kepala sekolah akan dihadapkan kepada sikap
para guru, staf dan para siswa yang mempunyai latar belakang kehidupan,
kepentingan serta tingkat sosial budaya yang berbeda sehingga tidak mustahil
terjadi konflik antar individu bahkan antar kelompok. Dalam menghadapi hal
semacam itu kepala sekolah harus bertindak arif , bijaksana, adil, tidak ada
pihak yang dikalahkan atau dianakemaskan. Dengan kata lain sebagai seorang
pemimpin kepala sekolah harus dapat memperlakukan sama terhadap orang-orang
yang menjadi bawahannya, sehingga tidak terjadi diskriminasi, sebaliknya dapat
diciptakan semangat kebersamaan diantara mereka yaitu guru, staf dan para siswa
(arbritating).
2.
Sugesti atau saran sangat diperlukan oleh para bawahan dalam melaksanakan
tugas. Para guru, staf dan siswa suatu sekolah hendaknya selalu mendapatkan
saran, anjuran dari kepala sekolah sehingga dengan saran tersebut selalu dapat
memelihara bahkan meningkatkan semangat, rela berkorban, rasa kebersamaan dalam
melaksanakan tugas masingmasing (suggesting).
3.
Dalam mencapai tujuan setiap organisasi memerlukan dukungan, dana, sarana
dan sebagainya. Demikian pula sekolah sebagai suatu organisasi dalam rangka
mencapai tujuan yang telah digariskan memerlukan berbagai dukungan. Kepala
sekolah bertanggung jawab untuk memenuhi atau menyediakan dukungan yang diperlukan
oleh para guru, staf, dan siswa, baik berupa dana, peralatan, waktu, bahkan
suasana yang mendukung. Tanpa adanya dukungan yang disediakan oleh kepala
sekolah, sumber daya manusia yang ada tidak mungkin melaksanakan tugasnya
dengan baik (supplying objectives).
4.
Kepala sekolah berperan sebagai katalisator, dalam arti mampu menimbulkan
dan menggerakkan semangat para guru, staf dan siswa dalam pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan. Patah semangat, kehilangan kepercayaan harus dapat
dibangkitkan kembali oleh para kepala sekolah (catalysing). Sesuai dengan misi
yang dibebankan kepada sekolah, kepala sekolah harus mampu membawa perubahan
sikap prilaku, intelektual anak didik sesuai dengan tujuan pendidikan
5.
Rasa aman merupakan salah satu kebutuhan setiap orang baik secara
individual maupun kelompok. Oleh sebab itu, seorang kepala sekolah sebagai
pemimpin harus dapat menciptakan rasa aman di dalam lingkungan sekolah,
sehingga para guru, staf dan siswa dalam melaksanakan tugasnya merasa aman,
bebas dari perasaan gelisah, kekhawatiran serta memperoleh jaminan keamanan
dari kepala sekolah(providing security).
6.
Seorang kepala sekolah selaku pemimpin akan menjadi pusat perhatian,
artinya semua pandangan akan diarahkan ke kepala sekolah sebagai orang yang
mewakili kehidupan sekolah di mana, dan dalam kesempatan apapun. Oleh sebab
itu, penampilan seorang kepala sekolah harus selalu dijaga integritasnya,
selalu terpercaya, dihormati baik sikap, prilaku maupun perbuatannya
(representing).
7.
Kepala sekolah pada hakikatnya adalah sumber semangat bagi para guru,
staf dan siswa. Oleh sebab itu, kepala sekolah harus selalu mebangkitkan
semangat, percaya diri terhadap para guru, staf dan siswa, sehingga mereka
menerima dan memahami tujuan sekolah secara antusias, bekerja secara tanggung
jawab kearah tercapainya tujuan sekolah (inspiring).
8.
Setiap orang dalam kehidupan organisasi baik secara pribadi maupun
kelompok, apabila kebutuhannya diperhatikan dan dipenuhi. Untuk itu kepala
sekolah diharapkan selalu dapat menghargai apapun yang yang dihasilkan oleh
para mereka yang menjadi tanggung jawabnya. Penghargaan dan pengakuan ini dapat
diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti kenaikan pangkat, fasilitas,
kesempatan mengikuti pendidikan dan sebagainya (praising)
Manajemen pada hakikatnya merupakan suatu
proses merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, dan mengendalikan usaha
para anggota organisasi serta mendaya gunakan seluruh sumber-sumber daya
organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan
A. Perencanaan
Perencanaan adalah proses penentuan tujuan
atau sasaran yang hendak dicapai dan menetapkan jalan dan sumber yang
diperlukan untuk mencapai tujuan itu seefisien dan seefektif mungkin (Roger A.
Kauffman, 1972). Dalam setiap perencanaan selalu terdapat tiga kegiatan yang
meskipun dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang
lainnya dalam proses perencanaan. Kegiatan itu adalah: [3]
(1) Perumusan tujuan yang
ingin dicapai
(2) Pemilihan program untuk mencapai tujuan itu
(3) Identifikasi dan pengerahan
sumber yang jumlahnya selalu terbatas.
A. Pengorganisasian
pengorganisasian adalah bagaimana pekerjaan
diatur dan dialokasikan di antara para anggota, sehingga tujuan organisasi itu
dapat dicapai secara efektif
Pengorganisasian menurut Terry dalam bukunya
Syaiful Sagala adalah pembagian pekerjaan yang telah direncanakan untuk
diselesaikan oleh anggota kelompok, penentuan hubungan-hubungan pekerjaan
diantara mereka dan pemberian lingkungan pekerjaan yang sepatutnya.
Pengorganisasian merupakan fungsi yang harus dijalankan oleh setiap manajer
pada semua tingkatan, jenis kegiatan, dan bentuk organisasi besar atau kecil,
bisnis atau Negara. Kegiatan pengorganisasian adalah untuk menentukan siapa
yang akan melaksanakan tugas sesuai prinsip pengorganisasian. Pengorganisasian
sebagai kegiatan pembagi tugas-tugas pada orang yang terlibat dalam kerja sama
pendidikan. Karena tugas-tugas ini demikian banyak dan tidak dapat diselesaikan
oleh satu orang saja, maka tugas-tugas ini dibagi untuk dikerjakan oleh
masing-masing organisasi.[4]
Menurut Sergiovanni (1987:315): “Four
competing requirements for organizing that should be considered are legitimacy,
efficiency, effectiveness, and axcelence” (Empat tuntutan kemampuan dalam
mengorganisasi yang harus dipertimbangkan adalah keafsahan, efisiensi,
efektifitas, dan keunggulan). Pendapat ini menggambarkan bahwa ada empat syarat
yang harus dipertimbangkan dalam pengorganisasian yaitu:[5]
1. Legitimasi (legitimacy),
memberikan respon dan tuntunan eksternal, yaitu sekolah mampu menampilkan
performansi organisasi yang dapat meyakinkan pihak-pihak terkait akan kemampuan
sekolah mencapai tujuan melakukan tindakan melalui sasaran.
2. Efesiensi (efficiency),
pengakuan terhadap sekolah pada penggunaan waktu, uang, dan sumber daya yang
terbatas dalam mencapai tujuannya, yaitu menentukan alat yang diperlukan,
pengalokasian waktu, dana, dan sumber daya sekolah.
3. Keefektifan
(effectiveness), menggambarkan ketepatan pembagian tugas, hak, tanggung jawab,
hubungan kerja bagian-bagian organisasi, dan menentukan personel (guru dan non
guru) melaksanakan tugasnya.
4. Keunggulan (axcelence),
menggambarkan kemampuan organisasi dan kepala sekolah melaksanakan fungsi dan
tugasnya sehingga dapat meningkatkan harga diri dan kualitas sekolah
B. Penggerakan
Penggerakan atau istilah pembimbingan menurut
The Liang Gie merupakan aktivitas seorang manajer dalam memerintah, menugaskan menjuruskan,
mengarahkan, dan menuntun karyawan atau personel organisasi untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan
dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Memberi dorongan atau menggerakkan
(actuating) mencakup kegiatan yang dilakukan manajer untuk mengawali dan
melanjutkan kegiatan yang ditetapkan dalam perencanaan dan pengorganisasian
agar tujuan tercapai. Terry dalam bukunya Syaiful Sagala menjelaskan actuating
merupakan usaha untuk menggerakkan anggota kelompok sedemikian rupa sehingga
mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran organisasi. Berarti
merangsang anggota-anggota kelompok melaksanakan tugas-tugas dengan antusias
dan kemauan yang baik.[6]
Kepala daerah, kepala dinas pendidikan, dan kepala sekolah perlu
melakukan penggerakan dengan cara memberi semangat dan motivasi untuk
melaksanakan tugas dan tanggungjawab dengan jujur. Penggerakan itu penting,
agar aparat pendidikan di daerah dan para guru disekolah tidak menyimpang dari
arah yang telah ditetapkan, menghindarkan kesalahankesalahan yang diperkirakan
dapat timbul dalam pekerjaan-pekerjaan dan sebagainya. Penggerakan ini menggambarkan
bahwa pimpinan pemberi arah yang jelas dalam pelaksanaan usaha penyelenggaraan
pendidikan di daerah dan disekolah menurut pola dan rencana yang telah disusun
bersama. Actuating mencakup penetapan dan pemuasan kebutuhan manusiawi dari
para guru dan personel lainnya di sekolah, memberi penghargaan, pemimpin,
memberi kompensasi, dan memberi dukungan yang kuat agar guru dan personel
sekolah melaksanakan tugas memberikan layanan belajar kepada peserta didiknya
dengan antusias.[7]
C. Pengawasan
pengawasan atau kontrol ini untuk memastikan
bahwa semua program dan kegiatan telah dan sedang dilaksanakan sesuai yang
direncanakan. Kegiatan pengawasan ini dilakukan agar:[8]
1. Perilaku personalia
organisasi mengarah ketujuan organisasi, bukan semat-mata ketujuan individual.
2. Agar tidak terjadi
penyimpangan yang berarti antara rencana dengan pelaksanaan
pengawasan dikaitkan dengan upaya untuk
mengendalikan, membina dan pelurusan sesuatu dalam kegiatan organisasi sebagai
uapaya pengendalian mutu dalam arti luas. Dengan demikian jelaslah controlling
mencakup kelanjutan tugas untuk melihat apakah kegiatan-kegiatan dilaksanakan
sesuai rencana.
Robbins (1982: 376) menyatakan pengawasan
adalah proses monitor aktivitas-aktivitas untuk mengetahui apakah
individu-individu dan organisasi itu sendiri memperolah dan memanfaatkan
sumber-sumber secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan. Pengertian
pengawasan yang lebih sederhana
dikemukakan oleh Johnson (1973: 74) yaitu sebagai fungsi sistem yang
melakukan penyesuaian terhadap rencana, mengusahakan agar
penyimpangan-penyimpangan tujuan system hanya dalam batas-batas yang dapat
ditoleransi. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa sasaran pengawasan adalah
perilaku individu sebagai orang-orang yang memproses lancarnya kegiatan pembelajaran
dan tidak terjadi penyimpangan. Pengertian ini menacu pada dua hal yaitu
performan personel dalam memproses obyek dan hasil pendidikan.[9]
Made Pidarta mengutip Massie (1973: 89-91) mengemukakan
bahwa prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan kontrol atau
pengawasan, ialah:[10]
1. Tujuan kepada strategi
sebagai kunci sasaran yang menentukan keberhasilan.
2. Kontrol harus
menggunakan umpan balik sebagai bakan revisi dalam mencapai tujuan.
3. Harus fleksibel dan
resposif terhadap perubahan-perubahan kondisi dan lingkungan.
4. Cocok dengan organisasi,
pendidikan misalnya adalah organisasi sebagai sistem terbuka.
5. Merupakan kontrol diri
sendiri.
6. Bersifat lansung yaitu
pelaksanaan kontrol di tempat pekerja.
7. Memperhatikan hakikat
manusia dalam mengontrol para petugas pendidikan
Pengawasan meliputi tindakan untuk menuntun dan memotivasi usaha untuk
pencapaian tujuan maupun tindakan untuk mendeteksi dan memperbaiki pelaksanaan
yang tidak efektif dan tidak efisien, menjadi efektif dan efisien.
[1]
Musfirotun Yusuf, Manajemen Pendidikan Sebuah Pengantar, (Pekalongan:
STAIN Pekalongan Press, 2009), 167
[2]
5Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan
Permasalahannya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), 106-109
[3]
Nanang Fatah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2006), 49
[4]
Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan,
(Bandung: Alfabeta, 2008), 61
[5]
Ibid, 62-63
[6]
Ibid, 64
[7]
Ibid, 65
[8]
Ibid, 70
[9] Ibid, 70-71
[10] Made Pidarta, Manajemen Pendidikan
Indonesia, (Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2004), 159
No comments:
Post a Comment