BAB II
Pembahasan
1.
Pengertian Amtsal
al Qur’an
Dalam mengimplementasikan fungsi hudan li al nas, Al-Qur’an
mengandung pokok-pokok ajaran yang bermanfaat dan dibutuhkan manusia yanga mencakup metode pengajaran dan
penyampaian kedalam hati manusia secara mudah dan jelas. Di
antara bentuk pengajarannya adalah dengan menerangkan berbagai perumpamaan.
Perumpamaan itu digunakan oleh Allah swt, pada perkara yang sangat penting,
seperti tauhid dan orang-orang yang konsisten dengannya, masalah syirik dan
para pelakunya, dan berbagai perbuatan mulia dimata masyarakat umum.
Bila
kita kaji secara seksama amtsal/perumpamaan al-Qur’an yang mengandung
penyerupaan ( tasybih ) sesuatu dengan hal serupa lainnya dan penyamaan
antara keduanya dalam hukum, maka amtsal tersebut mencapai jumlah lebih
dari 40 buah. Sebagaimana Allah swt. telah mengemukakan dalam kitabnya
bahwa Ia telah membuat sejumlah amtsal
:
Surat al-Hasyr ayat 21 :
وتلك الامثال نضربها للناس لعلهم يتفكرون {
الحشر 21}
Artinya : “ Dan
perumpamaan itu dibuatnya untuk manusia supaya mereka berfikir”
Surat al-Ankabut ayat 43 :
وتلك الامثال نضربها للناس وما يعلقها الا العالمون { العنكبوت }
Artinya : “Dan perumpamaan-perumpamaan
itu kami buat untuk mansia dan tidak ada yang memahami kecuali orang-orang yang
berilmu”.[1]
Oleh
karena itu, tamtsil (membuat permisalan, perumpamaan) merupakan kerangka
yang dapat menampilkan makna-makna dalam bentuk yang hidup dan mantap dalam
pikiran, dengan cara menyerupakan sesuatu yang gaib dengan yang nyata, yang
abstrak dengan yang konkrit, dan dengan menganalogikan sesuatu dengan hal yang
serupa. Betapa banyak makna yang baik, dijadikan lebih indah, menarik, dan
mempesona oleh tamtsil. Dengan demikian tamtsil adalah salah satu
uslub al-Qur’an dalam mengungkapkan
berbagai penjelasan dan segi-segi kemukjizatanya.
Secara
etimologi, الامثال adalah
bentuk jamak dari مثل , kata
المثَل , المثل
dan
المثيل adalah sama dengan الشبه, الشبه dan الشيبه baik
lafadh maupun maknanya, yang artinya adalah perumpamaan.[2]
Sedangkan
menurut istilah ada beberapa pendapat yang mendefinisikan amtsal yaitu :
1.
Menurut ulama ahli adab,
amtsal adalah ucapan yang banyak menyamakan keadaan sesuatu yang diceritakan
sesuatu yang dituju, maksudnya merupakan sesuatu (seseorang, keadaan) dengan
apa yang terkandung dengan perkataan itu. Contoh :
رب رمية من غير رام
“Betapa banyak lemparan panah yag mengena
tanpa sengaja”.
2.
Menurut istilah ulama
ahli bayan, amtsal adalah ungkapan majaz yang disamakan dengan asalnya
karena اخرى adanya persamaan, yang dalam ilmu balaghoh disebut
tasybih. Contoh :
مالى
راك تقدم رجلا وتؤخر
“Mengapa aku lihat engkau melangkahkan satu
kaki dan mengundurkan kaki yang lain”.
3.
Menurut
ulama ahli tafsir, amtsal adalah menampakan pengertian yang abstrak
dalam ungkapan yang indah, singkat dan menarik yang mengena dalam jiwa, baik
dengan bentuk tasybih maupun majaz mursal.[3]
Amtsal
al-Qur’an tidak dapat diartikan dengan arti etimologi,
al-syabih dan al-nadhir, juga tidak dapat diartikan dengan pengertian yang lain
seperti kitab-kitab kebahasaan yang dipakai oleh para pennggubah
matsal-matsal, sebab amtsal al-Qur’an bukanlah perkataan-perkataan yang
dipergunakan untuk menyerupakan sesuatu dengan isi perkataan itu. Juga tidak
tepat diartikan dengan arti matsal menurut ulama bayan, karena diantara amtsal
al-Qur’an ada yang bukan isti’arah dan pengggunaannya pun tidak begitu
populer.
Adapun
Ibnu al-Qoyyim mendefinisikan amtsal al-Qur’an, sebagai yaitu
:menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hal hukumnya,dan
mendekatkan sesuatu yang abstrak
(ma’qul) dengan sesuatu hal yang inderawi (mahsus), atau mendekatkan dari dua
mahsus dengan yang lain dan menganggap salah satunya itu sebagai yang lain. Ia
mengemukakan contoh sebagai berikut :
a. Sebagaian besar berupa penggunaan tasybih
sharih, seperti firman Allah swt. dalam surat Yunus ayat 24 :
إِنَّمَا
مَثَلُ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا كَمَآءٍ أَنزَلۡنَٰهُ مِنَ ٱلسَّمَآء……
Artinya
: “Sesungguhnya perumpamaan kehidupan dunai itu adalah sepereti air (hujan)
yang kami turunkan dari langit”.
b.
Sebagian lagi berupa tasybih dhimni (penyerupaan secara tidak langsung, tidak
tegas) seperti pada surat al-Hujurat,
ayat 12 :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ
ٱجۡتَنِبُواْ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَ
ٱلظَّنِّ إِثۡمٞۖ وَ لَا تَجَسَّسُواْ وَلَا
يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًاۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمۡ أَن يَأۡكُلَ لَحۡمَ أَخِيهِ مَيۡتٗا
فَكَرِهۡتُمُوهُۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٞ
رَّحِيمٞ
١٢
Artinya : “Dan janganlah sebagian kamu
menggunjing sebagian yang lain, sukakah kamu sebagian salah seorang dari kamu
memakan daging saudaranya yang sudah mati ?, maka kamu tentunya merasa jijik kepadanya”.
Dikatakan
dhimni karena dalam ayat ini tidak terdapat tasybih sharih.[4]
Karena Allah mengungkapkan ayat-ayat itu secara langsung, tanpa sumber yang
mendahuluinya maka ayat-ayat yang berisi penggambaran keadaan sesuatu hal
dengan keadaan hal lain, maka penggambaran itu dengan cara isti’aroh maupun
tasybih sharih (penyerupaan yang jelas) ayat-ayat yang menunjukan makna yang menarik
dengan redaksi ringkas dan padat.
2. Macam-Macam Amtsal
Amtsal (perumpamaan) dalam al-Qur’an ada tiga m acam,[5] yaitu :
1. Amtsal
mushorrohah,
Yaitu amtsal yang
penjelasannya menggunakan lafadh mitsl atau sesuatu yang menunjukan
tasybih. Amtsal ini banyak ditemukan dalam al-Qur’an seperti :
a.
Firman
Allah swt. mengenai orang-orang munafiq yaitu :
Nßgè=sVtB È@sVyJx. Ï%©!$# ys%öqtGó$# #Y$tR !$£Jn=sù ôNuä!$|Êr& $tB ¼ã&s!öqym |=yds ª!$# öNÏdÍqãZÎ/ öNßgx.ts?ur Îû ;M»yJè=àß w tbrçÅÇö6ã ÇÊÐÈ BL༠íNõ3ç/ ÒôJãã öNßgsù w tbqãèÅ_öt ÇÊÑÈ ÷rr& 5=Íh|Áx. z`ÏiB Ïä!$yJ¡¡9$# ÏmÏù ×M»uKè=àß Óôãuur ×-öt/ur tbqè=yèøgs ÷LàiyèÎ6»|¹r& þÎû NÍkÍX#s#uä z`ÏiB È,Ïãºuq¢Á9$# uxtn ÏNöqyJø9$# 4 ª!$#ur 8ÝÏtèC tûïÌÏÿ»s3ø9$$Î/ ÇÊÒÈ ß%s3t ä-÷y9ø9$# ß#sÜøs öNèdt»|Áö/r& ( !$yJ¯=ä. uä!$|Êr& Nßgs9 (#öqt±¨B ÏmÏù !#sÎ)ur zNn=øßr& öNÍkön=tæ (#qãB$s% 4 öqs9ur uä!$x© ª!$# |=yds%s! öNÎgÏèôJ|¡Î/ öNÏdÌ»|Áö/r&ur 4 cÎ) ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« ÖÏs% ÇËÉÈ
Artinya : “perumpamaan (matsal) mereka adalah
seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya
Allah swt. menghilangkan cahaya (yang menyinari) mereka dan membiarkan mereka
dalam kegelapan, dan tidak dapat melihat. Mereka tuli dan buta, tidaklah mereka
akan kembali (ke jalan yang benar) atau seperti (oang-orang yang ditimpa) hujan
lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat... ... –sampai dengan-
sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu (al-Baqarah ayat 17-20).
Dalam ayat ini Allah
membuat dua perumpamaan (matsal) bagi orang munafiq, matsal yang
berkenaan dengan api, karena di dalam api terdapat unsur cahaya, dan matsal yang berkenaan dengan air atau
seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit, karena di dalam air
terdapat unsur kehidupan. Dan wahyu yang turun dari langitpun bermaksud
untuk menerangi hati dan kehidupannya. Allah swt. menyebutkan juga keadaan dan
fasilitas orang-orang munafiq dalam dua keadaan.
Disatu sisi mereka bagaikan orang-orang yang
menyalakan api untuk penerangan dan kemanfaatan mengingat mereka memperoleh
kemanfaatan materi dengan sebab masuk Islam. Namun disisi lain Islam tidak
memberikan pengaruh “nur-Nya” terhadap h ati mereka. Karena Allah swt
menghilangkan cahaya (yang menyinari mereka) dan membiarkan unsur membakar yang
ada padanya. Inilah perumpamaan mereka yang berkenaan dengan api. Mengenai matsal
mereka yang berkenaan dengan air , Allah swt. menyerupakan mereka dengan
keadaan orang yang ditimpa hujan lebat yang disertai gelap gulita, guruh dan
kilat, sehingga terkoyaklah kekuatan orang itu dan ia meletakan jarinya untuk
menutup telinga dan memejamkan mata karena takut petir menimpanya. Inilah
mengingat bahwa al-Qur’an dengan segala peringatan, larangan. Dan kitabnya
mereka tidak ubahnya dengan petir yang sambar-menyambar.
b.
Allah
menyebutkan pula dua macam matsal, al-ma’ dan al-nar dalam surat al-Rad ayat 17
bagi yang haq dan batil,[6]
yaitu :
AtRr& ÆÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB ôMs9$|¡sù 8ptÏ÷rr& $ydÍys)Î/ @yJtGôm$$sù ã@ø¡¡9$# #Yt/y $\Î/#§ 4 $£JÏBur tbrßÏ%qã Ïmøn=tã Îû Í$¨Z9$# uä!$tóÏGö/$# >puù=Ïm ÷rr& 8ì»tFtB Ót/y ¼ã&é#÷WÏiB 4 y7Ï9ºxx. Ü>ÎôØo ª!$# ¨,ysø9$# @ÏÜ»t7ø9$#ur 4 $¨Br'sù ßt/¨9$# Ü=ydõusù [ä!$xÿã_ ( $¨Br&ur $tB ßìxÿZt }¨$¨Z9$# ß]ä3ôJusù Îû ÇÚöF{$# 4 y7Ï9ºxx. Ü>ÎôØo ª!$# tA$sWøBF{$# ÇÊÐÈ
Artinya : “Allah telah menurunkan air
(hujan) dari langit, maka mengalirlah air dilembah-lembah menurut ukurannya,
maka arus itu membawa buih yang mengambang. Dan dari apa (logam) yang mereka
lebur dari dalam api untuk membuat
perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah
Allah swt. membuat perumpamaan(mitsal) bagi yang haq dan batil. Adapun buih itu
akan hilang sebagai sesuatu yang tidaak ada harganya. Adapun yang memberi
manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah swt. membuat
perumpamaan tersebut”.
2. Amtsal kaminah,
yaitu amtsal yang didalamnya tidak disebutkan
kata tamsil, tetapi menunjukan makna yang tercakup dan rungkas, contohnya :
a. Ayat-ayat yang senada dengan perkataan, (sebaik-baik urusan adalah pertengahannya).
Yaitu seperti dalam firman Allah, diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Surat al-Baqarah ayatb68 tentang sapi betina.
qä9$s% äí÷$# $uZs9 y7/u ûÎiüt7ã $uZ©9 $tB }Ïd 4 tA$s% ¼çm¯RÎ) ãAqà)t $pk¨XÎ) ×ots)t/ w ÖÚÍ$sù wur íõ3Î/ 8b#uqtã ú÷üt/ y7Ï9ºs ( (#qè=yèøù$$sù $tB crãtB÷sè? ÇÏÑÈ
Artinya :”Sapi betina yang tidak tua dan
tidak muda, pertengahan antara itu “.
2) Surat al-Furqan ayat 67 tentang nafkah.
tûïÏ%©!$#ur !#sÎ) (#qà)xÿRr& öNs9 (#qèùÌó¡ç öNs9ur (#rçäIø)t tb%2ur ú÷üt/ Ï9ºs $YB#uqs% ÇÏÐÈ
Artinya : “Dan mereka yang apabila
membelanjakan (harta) mereka tidak lebih-lebihan dan tidak pula kikir dan
pembelanjaan itu ditengah-tengah antara yang demikian itu”.
b. Ayat-ayat yang senada dengan perkataan.
Seperti
: (khabar itu tidak sama dengan menyaksikan sendiri ), misal firman Allah swt.
tentang Ibrahim dalam surat al-Baqarah ayat 260.
øÎ)ur tA$s% ÞO¿Ïdºtö/Î) Éb>u ÏRÍr& y#ø2 Çósè? 4tAöqyJø9$# ( tA$s% öNs9urr& `ÏB÷sè? ( tA$s% 4n?t/ `Å3»s9ur £`ͳyJôÜuÏj9 ÓÉ<ù=s% ( ...
Artinya
: ”Allah berfirman, apakah kamu belum percaya ?Ibrahim menjawab ; saya telah
percaya, akan tetapi agar bertambah teguh hati saya.
c.
Ayat
yang senada dengan perkataan
(sebagaiman kamu menghutangkan, maka kamu
akan dibayar), seperti firman Allah dalam surat an-Nisa ayat 123.
3 `tB ö@yJ÷èt #[äþqß tøgä ¾ÏmÎ/ wur ôÅgs ¼ç
ms9 ...
Artinya : “Barang siapa mengerjakan kejahatan,
niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu.
3. Amtsal Mursalah
Yaitu,
kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan lafadh tasybih secara jelas. Tetapi kalimat-kalimat itu berlaku secara
matsal, seperti firman Allah swt. yaitu ;
a. Surat Yusuf ayat 51.
tA$s% $tB £`ä3ç7ôÜyz øÎ) ¨ûòurºu y#ßqã `tã ¾ÏmÅ¡øÿ¯R 4 Æù=è% |·»ym ¬! $tB $uZôJÎ=tæ Ïmøn=tã `ÏB &äþqß 4 ÏMs9$s% ßNr&tøB$# ÍÍyèø9$# z`»t«ø9$# }ÈysóÁym ,ysø9$# O$tRr& ¼çm?urºu `tã ¾ÏmÅ¡øÿ¯R ¼çm¯RÎ)ur z`ÏJs9 úüÏ%Ï»¢Á9$# ÇÎÊÈ
Artinya : “Sekarang ini jelaslah
kebenaran itu “.
b. Surat al-Najm ayat 58
}§øs9 $ygs9 `ÏB Èbrß «!$# îpxÿÏ©%x. ÇÎÑÈ
Artinya
: “Tidak ada yang akan menyatakan terjadinya hari itu selain dari Allah”.
c. Surat Yusuf ayat 41.
ÄÓt<Ås9|Á»t Ç`ôfÅb¡9$# !$¨Br& $yJä.ßtnr& Å+ó¡usù ¼çm/u #\ôJyz ( $¨Br&ur ãyzFy$# Ü=n=óÁãsù ã@à2ù'tFsù çö©Ü9$# `ÏB ¾ÏmÅù&§ 4 zÓÅÓè% ãøBF{$# Ï%©!$# ÏmÏù Èb$uÏGøÿtGó¡n@ ÇÍÊÈ
Artinya
: “ Telah diputuskan perkara yang kamu berdua menanyakannya kepadaku”.[7]
3
Faedah- faedah Amtsal dalam alqur’an
1.
Pengungkapan
pengertian yang abstrak dengan bentuk yang konkrit yang dapat ditangkap dengan indera
manusia, misal dalam firman Allah swt. dalam surat al-Baqarah ayat 264 ;
( ¼ã&é#sVyJsù È@sVyJx. Ab#uqøÿ|¹ Ïmøn=tã Ò>#tè? ¼çmt/$|¹r'sù ×@Î/#ur ¼çm2utIsù #V$ù#|¹ ( w crâÏø)t 4n?tã &äóÓx« $£JÏiB (#qç7|¡2 3 ….
Artinya
: “Maka perumpamaan itu seperti batu licin yang diatasnya ada tanah,
kemudian batu itu ditimpakan hujan lebat, lalu menjadilah ia bersih atau tidak
bertanah, mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan”.
2.
Dapat
mengungkapan kenyataan dan mengkonkritkan hal yang abstrak, seperti dalam
firman Allah swt. dalam surat al-Baqarah
Artinya
: “Meraka yang memakan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syetan lantaran (tekanan) penyakit
gila”.
3.
Dapat
mengungkapkan makna yang menarik lagi indah dalam ungkapan yang singkat dan
padat. Seperti pada amtsal kaminah dan amtsal mursalah dalam
ayat-ayat diatas.
4.
Dapat
mendorong giat beramal, melakukan hal-hal yang menarik dalam al-Qur’an, seperti
firman Allah swt. pada surat al-Baqarah ayat 261
1. ;ã@sW¨B tûïÏ%©!$# tbqà)ÏÿZã óOßgs9ºuqøBr& Îû È@Î6y «!$# È@sVyJx. >p¬6ym ôMtFu;/Rr& yìö7y @Î/$uZy Îû Èe@ä. 7's#ç7/Yß èps($ÏiB 7p¬6ym 3 ª!$#ur ß#Ïè»Òã `yJÏ9 âä!$t±o 3 ª!$#ur ììźur íOÎ=tæ ÇËÏÊÈ
Artinya : “ Perumpamaan (nafkah yang
keluarkan) oleh orang-orang yang menafkahkan harta mereka dijalan Allah
swt. adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada
tiap-tiap butir seratus biji. Allah melipatgandakan pahala bagi siapa yang
dikehendaki. Dan Allah maha luas karunia-Nya lagi maha mengetahui”.
5.
Menghindarkan diri dari perbuatan tercela,
misal
firman Allah tentang larangan untuk tidak bergunjing,firman Allah dalam surat
Al hujurat ayat 12
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qç7Ï^tGô_$# #ZÏWx. z`ÏiB Çd`©à9$# cÎ) uÙ÷èt/ Çd`©à9$# ÒOøOÎ) ( wur (#qÝ¡¡¡pgrB wur =tGøót Nä3àÒ÷è/ $³Ò÷èt/ 4 =Ïtär& óOà2ßtnr& br& @à2ù't zNóss9 ÏmÅzr& $\GøtB çnqßJçF÷dÌs3sù 4
Artinya : “Dan janganlah sebagian kamu
menggunjing sebagian yang lain, sukakah salah seorang diantara kamu memakan
daging saudaranya yang sudah mati ? maka tentunya kamu merasa jijik”.
4. Analisa
Setelah mengetahui seluk beluk
amtsal Al-Qur’an dari aspek pengertian, jenis-jenis, pembagian serta faedahnya,
penulis dapat menemukan hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan amtsal
Al-Qur’an. Secara alamiyah bisa kita pahami bahwa missi Islam dimuka bumi ini
adalah menjaga harkat, martabat serta jiwa manusia. Manusia bermacam-macam
bentuk dan karakternya, ada yang kuat ada yang lemah, ada yang suka kebaikan
dan juga keburukan, pendendam dan lain sebagainya. Pendek kata manusia itu
bermacam-macam. Semua bentuk karakter manusia oleh Al-Qur’an telah disebutkan
di dalamnya.
Manusia yang beriman yang telah
sampai kepadanya ajaran-ajaran Tuhan tetap berpegang teguh pada aqidahnya serta
beriman kepada-Nya, juga meyakininya dengan berketetapan hati untuk memahami
ayat-ayat Tuhan. Sikap dan jiwa manusia yang demikian itu telah dididik oleh
Al-Quir’an secara khusus untuk mencapai sebuah kebahagiaan hidup baik didunia
maupun di akherat kelak yang jauh dari kegelapan dan kesesatan.
Dari sinilah penulis dapat
mengatakan bahwa amtsal Al-Qur’an adalah merupakan salah satu dari bentuk
hidayah yang bersifat ilahiyah yang
menuntun manusia menuju jalan kebaikan, atau dapat mencegah manusia dari
perbuatan dosa untuk menuju sebuah kemuliaan, atau juga mencegah dari
kekurangan-kekurangan yang secara alamiyah dimiliki oleh manusia.
Demikian juga amtsal al-Qur’an dalam
memberikan bimbingan manusia lebih menitik beratkan kepada dua hal (keadaan)
yang saling berlawanan dari pesan yang disampaikan, misalnya perumpamaan iman
dan kufur, orang-orang yang mendustakan agama (al-mukazdzdibun) dan orang-orang
yang membenarkan agama (al-mushaddiqun), air dan api, yang haq dan yang batil,
yang buruk (al-khabits) dan yang baik (al-Thayyib), mukmin dan kafir dan lain
sebagainya.
Di
dalam matsal seperti halnya dalam tasybih, penulis dapatmenggaris bawahi adanya
beberapa unsur yang harus terkumpul sebagai berikut ;
1.
Harus
ada yang diserupakan (al-musyabbah ), yaitu sesuatu yang akan
dicerirtakan.
2.
Harus
ada asal cerita (al-musyabbah bih ), yaitu sesuatu yang dijadikan tempat
menyamakan.
3.
Harus
ada segi persamaannya (wajhul musyabbah), yaitu arah persamaan antara
kedua hal yang disamakan tersebut.
Jika penulis perhatikan beberapa
amtsal al-Qur’an yang disebutkan oleh para pengarang ulumul Qur’an,
ternyata merangkum ayat-ayat al-Qur’an yang mempersamakan keadaan sesuatu
dengan sesuatu yang lain, baik yang berbentuk isti’arah, tasybih,
ataupun yang berbentuk majaz mursal,
yang tidak ada kaitannya dengan asal cerita. Jadi, beberapa amtsal di dalam
al-Qur’an, tidak selalu ada asal ceritanya
(musyabbah bih) nya, tidak seperti apa yang terdapat di dalam
al-Qur’an, tidak selalu ada asal ceritanya (muyabbah bih) nya, tidak
seperti apa yang terdapat pada amtsal dari para ahli bahasa, para ahli bayan
dan sebagainya.
Para ahli bahasa Arab mensyaratkan sahnya
amtsal harus memenuhi empat syarat, sebagai berikut :
a. Bentuk kalimatnya harus ringkas
b. Isi maknanya harus mengena dengan tepat
c. Perumpamaannya harus baik.
Bab III
Kesimpulan
Dari uraian tersebut di atas,
mengenai amtsal al-Qur’an dapat ditarik kesimpulan bahwa itu, tamtsil (membuat
parmisalan, perumpamaan) merupakan kerangka yang dapat menampilkan
makna-makna dalam bentuk yang hidup dan mantap dalam pikiran, dengan cara
menyerupakan sesuatu yang gaib dengan yang nyata, yang abstrak dengan yang
konkrit, dan dengan menganalogikan sesuatu dengan hal yang serupa. Betapa
banyak makna yang baik, dijadikan lebih indah, menarik, dan mempesona oleh
tamsil. Karena itulah maka tamsil lebih dapat mendorong jiwa untuk menerima makna yang dimaksudkan
dan membuat akal merasa puas dengannya. Dan tamsil adalah salah satu uslub
al-Qur’an dalam mengungkapkan berbagai penjelasan dan segi-segi kemukjizatan.
Disamping itu tamtsil/amtsal al-Qur’an banyak
mengandung pelajaran dan hikmah yang dapat kita petik sebagai bahan perenungan
dalam menghayati arti hidup menuju kebahagiaan dunia dan akherat. Tentang
difinisi amtsal al-Qur’an, para ulama berbeda pendapat dalam memberikan
pengertian serta membaginya dalam tiga macam seperti yang telah dipaparkan di
atas.
DAFTAR
PUSTAKA
Manna Khalil al-Qaththan, terj. Drs.Mudzakir,
MA. Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Lentera
Antar Nusa, Jakarta, 2000
Syadzali Ahmad, MA-Rofi’i Ahmad, Ulumul
Qur’an I, Cv. Pustaka Setia, Bandung, 1997.
Manna’ al-Qaththan, Mabahits Fi Ulumil
Qur’an, Beirut. Lebanon, 1976.
Prof. Dr. H. Abdul Djalal H A, Ulumul
Qur’an, Dunia Ilmu, Surabaya, 1998.
Mahmud Bin Syarif, Al-Amtsal Fil Qur’an , Dar al-Ma’arif,
Makkah, tth.
Dr. Muhammad Alawy al-Hasany, Al-Itqan fi
‘Ulumil Qur’an, Jeddah, Shorco, tth,
Nor Ichwan, Memahami Bahasa al Qur’an,
Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002, hlm.xi.
[1] Manna
khalil Al-Qaththan, terj. Drs. Mudzakir, MA. Studi Ilmu-ilmuQur’an, Lentera
Antar Nusa, Jakarta, Cet. V hlm. 400-401
[2] Manna
al-Qaththan, Mabahits fi Ulumil Qur’an, Beirut, Libanon, hlm. 282
[3]Drs. H.
Ahmad Syadzali, MA. Dan Drs. H. Ahmad Rofi’i, Ulumu l Qur’an I, Pustaka setia, Bandung,,Cet.
I, hlm. 35
[4] Manna
al-Qaththan, Op. Cit, hlm. 283.
[5] Dr.
Muhammad Alawy al-Hasany, Al-Itqan fi ‘Ulumil Qur’an, Jeddah, Shorco,
tth, hlm. 129-132
[6] Mahmud Bin
Syarif, Al-Amtsl Fil Qur’an , Dar
al-Ma’arif, Makkah, tth. Hlm. 63-64
[7] Manna
al-Qaththan, Ibid, hlm. 284-286
No comments:
Post a Comment