A. PENDAHULUAN
Fenomena tentang arus
globalisasi kini muncak pada abad ke-21 ditandai dengan kemajuan
ilmu pengetahuan, teknologi, komunikasi, informasi dan transportasi telah
menghasilkan pradigma baru bagi kehidupan umat manusia di Indonesia pada
khususnya,dalam kontek ini umat islam cenderung kurang mampu mengikuti
perkembangan zaman. Dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
mengarahkan perubahan kehidupan kearah yang lebih baik umat islam saat ini
sangatlah lemah dan rumit sekali untuk mewujudkan impian menjadi umat yang
nomer satu dari sector pendidikan, ekonomi dan kebudayaan, dan semua
itu tidak mungkin terjadi dengan sendirinya melainkan ada pengaruh, baik
dari dalam ataupun dari luar.
Globalisasi bukanlah fenomena baru khususnya bagi masyarakat
muslim Indonesia. Masyarakat muslim tidak dapat menghindarkan diri dari proses
globalisasi jika ingin bertahan dan berjaya di tengah perkembangan dunia yang
makin kompetitif di segala bidang. Globalisasi yang berlangsung dan melanda
masyarakat muslim Indonesia sekarang ini menampilkan sumber dan watak yang
berbeda. Proses globalisasi dewasa ini cenderung bersumber dari Barat yang
terus memegang supremasi dan hegemoni dalam berbagai segi kehidupan masyarakat
dunia secara umum.
Semua persoalan yang memperlemah
kondisi umat harus di atas melalui upaya strategis memperkuat sumberdaya umat
Islam, baik sumberdaya manusia, alam, sosial, IPTEK, maupun
modal/keuangan.Salah satu upaya strategis kearah peningkatan kualitas umat
adalah dengan membenahi sistem pendidikan yang secara langsung berkaitan dengan
pengembangan sumber daya manusia berkualitas sesuai keperluan lokal, Nasional,
regional, dan global. Ketersediaan sumberdaya manusia (human resources) atau
SDM unggul yang mampu menjawab persaingan dan bekerja sama mewujudkan kebaikan
untuk semua, harus menjadi visi perjuangan umat dalam semua level dan segmen
kehidupan.
Dalam konteks ke-Indonesiaan, banyak
hal perlu dicermati dalam kerangka terhadap Pendidikan Islam dan
Globalisasi.Islam di Indonesia adalah fakta mayoritas umat.Karena itu, secara
konvensional umat Islam Indonesia bertanggung jawab dan memiliki kontribusi
besar atas perkembangan dan kemajuan Indonesia dalam semua aspek pembangunan,
tak terkecuali dalam bidang pendidikan.
B. PENGERTIAN PENDIDIKAN
ISLAM DAN GLOBALISASI
1. Pengertian Pendidikan Islam
1. Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang bertujuan untuk
membentuk pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik
yang berbentuk jasmaniah maupun rohaniah, menumbuh suburkan hubungan harmonis
setiap pribadi dengan Allah, manusia, dan alam semesta.[1] Pendidikan
itu lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud
dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain.
Pendidikan Islam merupakan proses bimbingan dan pembinaan semaksimal mungkin
yang diberikan kepada seseorang melalui ajaran Islam agar orang tersebut tumbuh
dan berkembang sesuai tujuan yang diharapkan.[2]Pendidikan
Islam berarti sistem pendidikan yang memberikan kemampuan seseorang untuk
memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam yang telah
menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya, dengan kata lain pendidikan Islam
adalah suatu sistem kependidikannya yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang
dibutuhkan oleh hamba Allah sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi
seluruh aspek kehidupan manusia baik duniawi maupun ukhrawi.[3]Dengan
demikian, pendidikan Islam itu berupaya untuk mengembangkan individu
sepenuhnya, agar orang tersebut tumbuh dan berkembang sesuai tujuan yang
diharapkan yaitu tujuan duniawi maupun ukhrawi.
2. Dasar-dasar Pendidikan Islam
Landasan pendidikan islam terdiri menjadi tiga sumber, yaitu
sebagai berikut:
a. Al Qur’an
Al Qur’an adalah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan
oleh Jibril kepada Nabi Muhammad SAW.Di dalamnya terkandung ajaran pokok yang
dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui
ijtihad.Ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an itu terdiri dari dua prinsip
besar, yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut AQIDAH, dan
yang berhubungan dengan amal yang disebut SYARI’AH.[4]
b. Sunnah
As-Sunnah merupakan sumber ajaran kedua sesudah Al-Qur’an,
Seperti Al-Qur’an, sunnah juga berisi aqidah dan syari’ah. Sunnah berisi
petunjuk (pedoman) untuk kemashlahatan hidup manusia dalam segala aspeknya,
untuk membina umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertaqwa.[5]
c. Ijtihad
Pergantian dan perbedaan zaman terutama karena kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, yang bermuara kepada perubahan kehidupan sosial
telah menuntut ijtihad dalam bentuk penelitian dan pengkajian kembali
prinsip-prinsip ajaran Islam.[6]
3. Tujuan Pendidikan Islam
Sebagai bagian dari komponen kegiatan pendidikan, keberadaan
rumusan tujuan pendidikan memegang peranan sangat penting.Karena memang tujuan
berfungsi mengarahkan aktivitas, mendorong untuk bekerja, memberi nilai dan
membantu mencapai keberhasilan.[7] Pendidikan
Islam bertugas mempertahankan, menanamkan, dan mengembangkan kelangsungan
berfungsinya nilai-nilai islami yang bersumber dari kitab suci Al-Qur’an dan
Al-Hadis.[8] Sedangkan
Anwar Jundi menjelaskan di dalam konsep Islam, tujuan pertama dan pokok dari
pendidikan ialah terbentuknya manusia yang berpribadi muslim.[9]
Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan
pertumbuhan kepribadian manusia. Secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan
melalui latihan jiwa, akal pikiran, diri manusia yang rasional, perasaan dan
indra, karena itu, pendidikan hendaknya mencakup pengembangan seluruh aspek
fitrah peserta didik, aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah
dan bahasa, baik secara individual maupun kolektif, dan mendorong semua aspek
tersebut berkembang ke arah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir
pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada
Allah SWT, baik secara pribadi kontinuitas, maupun seluruh umat manusia.[10]
Oleh karena itu, tujuan akhir dari pendidikan Islam, yaitu
membentuk kemampuan dan bakat manusia agar mampu menciptakan kesejahteraan dan
kebahagiaan yang penuh rahmat dan berkat Allah di seluruh penjuru alam ini. Hal
ini berarti bahwa potensi rahmat dan berkat Allah tersebut tidak akan terwujut
nyata, bilamana tidak diaktualisasikan melalui ikhtiar yang bersifat
kependidikan secara terarah dan tepat.
4. Fungsi Pendidikan Islam
Menurut Abdul Halim, fungsi pendidikan dilihat secara
operasional adalah:[11]
1. Alat untuk memelihara, memperluas, dan
menghubungan tingkat-tingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial, serta
ide-ide masyarakat nasioanal
2. Alat untuk mengadakan perubahan,
inovasi, dan perkembangan. Pada garis besarnya, upaya ini dilakukan melalui
potensi ilmu pengetahuan dan skill yang dimiliki, serta melatih tenaga-tenaga
manusia (peserta didik) yang produktif dalam menemukan perimbangan perubahan
sosial dan ekonomi yang demikian dinamis.
Menurut pandangan pendidikan islam, fungsi pendidikan itu
bukanlah sekedar mengembangkan kemampuan dan mencerdaskan otak peserta didik,
tetapi juga menyelamatkan fitrahnya. Oleh karena itu fungsi pendidikan dan
pengajaran Islam dalam hubungannya dengan faktor anak didik adalah untuk
menjaga, menyelamatkan, dan mengembangkan fitrah ini agar tetap menjadi al-fithratus
salimah dan terhindar dari al-fithratu ghairus salimah. Artinya,
agar anak tetap memiliki aqidah keimanan yang tetap dibawanya sejak lahir itu,
terus menerus mengokohkannya, sehinggamati dalam keadaan fitrah yang semakin
mantap, tidak menjadi Yahudi, Nashrani, Majusi ataupun agama-agama dan
faham-faham yang selain Islam.[12]Dari
Pemaparan fungsi Pendidikan Islam di atas, betapa pentingnya fungsi pendidikan
dan pengajaran di dalam menyelamatkan dan mengembangkan fitrah ini. Di pihak lain,
pendidikan dan pengaajaran juga berfungsi untuk mengembangkan potensi-potensi/
kekuatan-kekuatan yang ada pada diri anak agar ia bisa menjadi manusia yang
bermanfaat bagi dirinya maupun bagi pergaulan hidup di sekelilingnya, sesuai
dengan kedudukannya sebagai hamba Allah dan sebagai khalifah Allah di muka bumi
ini.
Jika
muncul pertanyaan, apakah itu pendidikan islam? Maka
jawaban yang kita dapatkan pasti bermacam-macam. Begitu juga tentang
lembaganya, masih terdapat perbedaan pendapat dalam menetapkan mana yang
layak di sebut lembaga pendidikan islam, hal tersebut sudah
tentu tidak lepas dari kenyataan, bahwa di Indonesia terdapat dua model yang
selama ini di katakan sebagai lembaga pendidikan islam.
Pertama, dikelola
pihak pemerintah yang mana semua system dan peraturan yang ada sepenuhnya
menurut pemerintah Yang kedua, di organisasikan oleh masyarakat
dan format pelaksaanya juga di rancang sendiri, namun tidak lepas dari
undang undang atau peraturan pemerintah dalam hidup berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat.[13]
Namun
secara umum, pengertian dari Pendidikan Islam adalah suatu system kependidikan
yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba
Allah, sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek kehidupan
manusia, baik duniawi maupun ukhrawi.[14]
2. Pengertian Globalisasi
Pengertian
Globalisasi Menurut bahasa, global ialah seluruhnya, menyeluruh.[15]Sedangkan
globalisasi ialah pengglobalan secara keseluruhan aspek kehidupan, perwujudan
(peningkatan / perubahan) secara menyeluruh disegala aspek kehidupan. Kemudian
membaca pengertian secara luas globalisasi adalah proses pertumbuhan
Negara-Negara maju seperti halnya Amerika, Eropa dan Jepang, yang
telah melakukan ekspansi besar-besaran. Kemudian berusaha mendominasi dan
merubah dunia dengan kekuatan teknologi, ilmu pengetahuan, politik,
budaya, militer, ekonomi, dan pendidikan itu sendiri, di Indonesia pada
khususnya.
Menurut
david held dan Anthony Mc Grew, tidak ada devinisi globalisasi yang tepat yang
di sepakati bersama. Globalisasi dapat di pahami dalam pemahaman yang beragam
sebagai kedekatan jarak, ruangan waktu yang menyempit, pengaruh yang
cepat, dan dunia yang menyempit, perbedaanya hanya terletak pada penekanan dari
sudut pandang material, ruangan dan waktu, serta aspek-aspek kognitif
dari globalisasi, dari sudut peristilahan kata globalisaasi sebenarnya
masih mengalami problem karena realitas serta subyektifitas pemakaian kata
tersebut, namun globalisasi secara sederhana dapat di tunjukkan dalam bentuk
perluasan skala, pengembangan wilayah, dan percepatan pengaruh dari arus dan
pola-pola inter-regional dalam interaksi social.[16]
Sementara
itu menurut sebagian orang, globalisasi adalah menghilangkan dinding dan jarak
antara satu bangsa lain, dan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang
lain. Sehingga semuanya menjadi dekat dengan kebudayaan dunia, pasar dunia dan
keluarga dunia. Sebagian lain mengatakan globalisasi ialah mengubah dunia
menjadi perkampungan dunia.
Ada
juga yang memandang globalisasi adalah kelanjutan dari tren yang telah lama
mapan, yaitu liberarisasi seperti dianut oleh kaum neo-liberal.Namun menurut
Paul Rust dan Graham Thompson seperti dikutip oleh Giddens bahwa globalisasi
merupakan kelanjutan fenomena ekonomi yang kini menuju ke arah global.Tetapi
kedua pandangan di atas tidaklahmerepresentasikan globalisasi secara utuh
mengingat cakupannya sangat luas dan menggejala ke dalam berbagai sektor.
Yusuf Qardhawi dalam buku Islam dan Globalisasi Dunia mengatakan
bahwa globalisasi mengandung arti menghilangkan batas-batas kenasionalan dalam
bidang ekonomi (perdagangan) dan membiarkan sesuatu bebas melintas dunia dan
menembus level internasional, sehingga terancamlah nasib suatu bangsa atau
Negara.
C. TANTANGAN GLOBALISASI
TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM
Ada dua event yang hampir bersamaan,
munculnya pada saat indonisia memasuki abad melenium ketiga, pertama, Globalisasi, di
akibatkan kemajuan ilmu dan teknologi terutama komunikasi dan transpormasi,
sehingga dunia semakain menjadi tampa batas. Hal ini tentu akan berakibat
munculnya budaya global dalam budaya global ini di tandai dalam bidang ekonomi,
perdagangan akan menuju kepada terbentuknya pasar bebas, baik dalam
kawasan ASEAN, asia pasifik, bahkan akan meliputi seluruh dunia, dan bidang
politik akan semakin tumbuh semangat demokratisasi, dalam bidang budaya
akan terjadi pertukaran budaya antarbangsa yang berlangsung begitu cepat yang
saling berpengaruh memengaruhi, dalam bidang social akan muncul semangat
konsumeris yang tinggi di sebabkan pabrik-pabrik yang memproduksi
kebutuhan-kebutuhan konsumeris akan berupaya memproduk barang-barang baru yang
akan bertukanr dengan cepat pada setiap saat dan merangsang manusia untuk
memilikinya.
Dengan wajah lamanya. Wajah baru Indonesia
itu adalah wajah baru yang akan memunculkan masyarakat madani, yakni masyarakat
yang berperadaban dengan menekankan pada demokratisasi dan hak-hak asasi
manusia serta hidup dalam berkeadialan.
Tantangan globalisasi ini menuntut kepada
perhatian yang sungguh-sungguh dari semua lapisan masyarakat untuk menghadapi
dampak negativnya tantangan pertama bagi dunia pendidikan adalah kwalitas,
di era globalisasi pada dasarnya muncul era kometisi, berbicara kompetisi
adalah berbicara keunggulan , menurut Tilaar manusia unggul manusia yang akan
surviv di dalam kehidupan yang penuh dengan persaingan.
Karena itu salah satu persoalan yang muncul bagaimana
upaya untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, membentuk manusia unggul
partisipatoris yaitu manusia yang ikut serta secara aktif dalam
persaingan yang sehat untuk mencari yang terbaik (Tilaar, 1999:56). Keunggulan
partisipatoris itu dengan sendirinya adalah berkewajiban untuk menggali
dan mengembangkan seluruh potensi manusia yang akan di gunakan dalam kehidupan
yang penuh dengan persaingan yang semakin hari semakin tajam.[17]
Menurut Center for Moderate Muslim
Indonesia, setidaknya ada tiga tantangan pokok yang dihadapi pendidikan Islam di Indonesia dalam menelusuri arus global
yaitu:
1. Konformisme kurikulum dan
sumber daya manusia.
Konformisme atau cepat merasa puas
dengan keadaan yang ada menjadi kendala mendasar dalam mengembangkan
kurikulum pendidikan Islam. Lembaga pendidikan dasar dan menengah masih
menggunakan model kurikulum lama dengan mengandalkan pendidikan
dasar agama sebagai bekal mengajarkan pendidikan agama lebih lanjut kepada
masyarakat. Pembahasan yang diajarkan pun masih banyak menekankan aspek normatif
dengan (mohon maaf) mengesampingkan aspek transformatif dalam konteks
sosio-kultural masyarakat kita. Jangan kaget, apabila ada sekelompok ikhwan
yang sudah merasa cukup hanya dengan mengkaji ilmu-ilmu keislaman
yang datang dari tokoh-tokoh salaf dan menganggap tabu ilmu-ilmu lain
(kontemporer) yang sebenarnya sama pentingnya. Kiranya kita perlu menata ulang
pemahaman hadis Nabi Muhammad SAW; “man arod al dunya fa ‘alaihi bi al ‘ilmi,
wa man aroda al’akhirota fa ‘alaihi bi al ‘ilmi, wa man ‘arodahuma fa ‘alaihi
bi al ‘ilmi”.
2. Perubahan Sosial Politik
Iklim sosial politik kita yang tidak
menentu ikut memberi warna pada dunia pendidikan Islam. Sebagai negara
demokrasi, politik merupakan hal yang tak bisa terhindarkan. Bahkan, tidak
sedikit ulama (pengampu pendidikan Islam) menceburkan diri dalam kancah politik
praktis. Mereka yang seharusnya berperan sebagai wasit, malah ikut andil
menendang bola. Lalu apa yang terjadi dengan umat yang ditinggalkannya?
Santri-santrinya? Lembaga pendidikannya? (biar mereka sendiri
yang menjawab).
3. Perubahan orientasi.
Sang Proklamator Bung Hatta pernah
mengatakan, agama hidup di masyarakat, sedangkan masyarakat itu sendiri
senantiasa mempunyai dinamika dan perubahan. Oleh sebab itu, para pendidik
agama pun harus bisa menangkap dan tanggap terhadap “roh” perubahan, agar Islam
senantiasa compatible dengan perkembangan masyarakat. Pertanyaannya kemudian, sudahkah
kita dan para tokoh agama merespon wejangan Sang Proklamator? Atau kita hanya
menghormati dan mengingat beliau sebatas mengikuti rituak 17 Agustus-an tanpa
mengindahkan gagasan-gagasan beliau?
Hari ini, tidak sedikit lembaga pendidikan
Islam yang masih alergi dengan filsafat, bahkan ilmu sosial lainnya yang
dituding sebagai bentuk hegemoni Barat di bidang ilmu pengetahuan.Kejumudan
intelektual akut sedang dialami umat. Orientasi dari sekedar mendidik untuk
memahami ilmu (pengetahuan) agama an sich harus di re(de)konstruksi menjadi
paham terhadap ilmu agama, ilmu sosial, ilmu alam, dan ilmu humanior.
D. PENGARUH GLOBALISASI
TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM
Arus global itu bukanlah kawan
maupun lawan bagi pendidikan Islam, melaikan sebagai dinamisator bagi “mesin”
yang namanya pendidikan Islam. Bila pendidikan Islam mengambil posisi anti
global, maka “mesin” tersebut akan tidakstationaire alias macet,
dan pendidikan Islam pun mengalami intellectual shut downatau
penutupan intelektual. Sebaliknya, bila pendidikan Islam terseret oleh arus
global, tanpa daya lagi identitas keislaman sebuah proses pendidikan akan
dilindas oleh “mesin” tadi. Karenanya, pendidikan Islam menarik ulur arus
global, yang sesuai ditarik bahkan dikembangkan, sementara yang tidak sesuaui
diulur, dilepas atau ditingggalkan.[18]
Sebagai agen perubahan sosial,
pendidikan Islam yang berada dalam atmosfer modernisasi dan globalisasi dewasa
ini dituntut untuk mampu memainkan perannya secara dinamis dan
proaktif.Kehadirannya diharapkan mampu membawa perubahan dan kontribusi yang
berarti bagi perbaikan umat Islam, baik pada tataran intelektual teoritis
maupun praktis. Pendidikan Islam bukan sekedar proses penanaman nilai moral
untuk membetengi diri dari akses negatif globalisasi, tetapi yang paling
penting adalah bagaimana nilai-nilai moral yang telah ditanamkan pendidikan
Islam tersebut mampu berperan sebagai kekuatan pembebas (liberating
force) dari impitan kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan sosial
budaya dan ekonomi.[19]
Globalisasi mempunyai pengaruh yang sangat
besar bagi kehidupan umat manusia dari berbagai aspek kehidupan, baik aspek
social polotik, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain termasuk pendidikan, dalam
hal ini globalisasi telah merubah kehidupan sehari-hari terutama di rasakan sekali
oleh Negara berkembang dan pada saat yang sama telah menciptakan system-sistem
dan kekuatan-kekuatan trens nasional baru.
Globalisasi telah mempengaruhi generasi muda
islam terutama di Negara-negara timur tengah atau Negara-negara islam dan
Negara-negara berkenbang, seperti Indonesia budaya komunisme, hedonism, dan
ketergantungan terhadap budaya barat menjadi fenomina baru bagi generasi muda
islam kita, model dan cara berpakaian yang tidak islami(mempertontonkan
aurat) jenis makanan dan minuman yang di nikmati sujah jauh dari menu dan
ke khasan local pengaruh bebas dan pergaulan muda-mudi yang tidak mengenal
tatakrama meraja lela dimana-mana, semakin terkikisnya nilai kekeluargaan dan
gotong- royong dan sebagainya adalah merupakan pengaruh negative dari
globalisasi.
Globalisasi juga sangat berpengaruh terhadap
penyelenggarakan pendidikan, baik terhadap tujuan, proses, hubungan guru murid,
etika metode ataupun yang lainya.
Dalam hal tujuan dardapat kecendrungan yang
mengarah materialismE, sehingga hal pertama yang mungkin dikatakan oleh orang
tua siswa atau siswa, adalah lembaga adakah pendidikan tempat ia belajar dapat
menjamin kehidupanya?demikiannya dengan kurikulumnya lebih mengarah pada
bagaimana hal-hal yang materialistic itu dapat dicapai, dalam hal
ini belajar lebih terfokus pada aspek penguasaan ilmu (kognitif) belaka
ketimbang bagaimana seseorang siswa memiliki sikap yang sesuai dengan
nilai-nilai islam.
Dalam pergaulan antara sesama siswa, tidak
jarang kita ketahui dari berbagai media massa yang memperlihatkan kondisi yang
memprihatinkan akibat dari penjajahan budaya barat yang mengumbar
pergaulan bebas demikian halnya dengan hubungan guru dengan
murid sering kita dapatkan informasi yang membuat bulu kuduk kita
berdiri, yaitu dengan berlangsungnya hubungan bebas guru-murid karena barter
nilai dan tidak jarang pula terdapat hubungan guru murid yang tidak harmonis
di sebabkan akhlak siswa terhadap guru yang kurang menempatkan kedudukan guru
pada posisi yang tepat di karenakan kesenjangan ekonomi antara guru dan orang
tua murid yang bagaikan langit dengan bumi.
Proses globalisasi yang sedemikian
berpengaruh bagi kelangsungan perkembangan identitas tradisional dan
nilai-nilai agama tentu saja tidak dapat di biarkan begitu saja, kalangan
agamawan, pemikir, pendidik, bahkan penguasa harus merespon secara kontruktif
terhadap berbagai persoalan yang di timbulkan sebagai akibat dari pengaruh
globalisasi ini.[20]
E. MANFAAT GLOBALISASI TERHADAP
PENDIDIKAN ISLAM
Bila dijelajari lebih jauh, globalisasi
membawa pengaruh terhadap Negara-negara berkembang yang baru terlepas dari belenggu
penjajahan, baik positif maupun negative. Pengaruh positif dari globalisasi
yaitu membantu / mendorong negara-negara baru berkembang untuk maju secara
teknis,serta menjadi lebih sejahtera secara material.
Dengan demikian tidak bisa kita pungkiri, juga
bahwa globalisasi juga memiliki manfaat (Pengaruh Yang Positif)
bagi kehidupan umat manusia kita ketahui bahwa globalisasi juga erat
kaitannya dengan era informasi dan tehnologi canggih.
Era global /informasi menjadikan semua
transparan , apa yang terjadi di belahan dunia yang satu, di belahan dunia yang
lain dapat juga dengan cepat di ketahui hubungan seseorang dengan yang lainya,
tehnologi komunikasi menjadi sedemikian dekat gampang dan mudah, informasi
pengetahuan dan lain-lainya dengan mudah kita daptkan dari berbagai
media, seperti radio, televisi, internet, Koran, majalah dan lain sebagainya
dengan demikian banyak hal yang dapat mendorong pendidikan untuk meningkatkan
kwalitas dirinya baik dalam hal kelembagaan , tujuan, kurikulum, metode, dan
lain sebagainya.[21]
F.
PERAN PENDIDIKAN DALAM MENGHADAPI GLOBALISASI
Pendidikan menjadi sarana efektif mencegah pengaruh negatif yang mungkin terjadi akibat globalisasi.Pendidikan yang dimaksud terutama pendidikan agama sebagai landasan nilai dan moral. Agar peran pendidikan berfungsi maksimal untuk mengantisipasi dan mencegah dampak negatif globalisasi maka ada beberapa hal patut diperhatikan:
Pendidikan menjadi sarana efektif mencegah pengaruh negatif yang mungkin terjadi akibat globalisasi.Pendidikan yang dimaksud terutama pendidikan agama sebagai landasan nilai dan moral. Agar peran pendidikan berfungsi maksimal untuk mengantisipasi dan mencegah dampak negatif globalisasi maka ada beberapa hal patut diperhatikan:
1.
Peningkatan
mutu sumber daya manusia. Diantara keunggulan yang mutlak dimiliki bangsa dan
negara yakni penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta keunggulan
kualitas sumber daya manusia (SDM). Pengalaman di banyak negara seperti
Amerika, Jerman, Prancis, Jepang, dan Negara-negara lain menunjukkan bahwa ilmu
pengetahuan dan teknologi merupakan salah satu faktor terpenting yang
mengantarkan kemajuan bagi negara-negara tersebut.
2.
Pengembangan
ilmu sosial profetik. Islam membuka diri terhadap seluruh warisan peradaban.
Apabila ilmu sosial profetik telah menginternalisasi ke dalam tubuh masyarakat
kita maka kita akan mengkaji hingga mengambil berbagai manfaat globalisasi atau
westernisasi sekalipun.
3.
Mendekonstruksi
metode dan manajemen. Metodologi dan manajemen yang selama ini kita pakai harus
dirombak dan dibangun yang baru, yang dapat membawa semangat dan konsep baru
sehingga menghasilkan tujuan yang di inginkan mengikuti kemajuan zaman.
4.
Memadainya
sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana adalah unsur penting yang sangat
menunjang kelancaran dan kesuksesan proses pendidikan. Karena itu, sarana dan
prasarana akademik mutlak diperlukan.
5.
Memadainya
sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana adalah unsur penting yang sangat
menunjang kelancaran dan kesuksesan proses pendidikan. Karena itu, sarana dan
prasarana akademik mutlak diperlukan.
6.
Adanya
kurikulum yang handal berwawasan masa kini dan masa depan. Kurikulum ini
diharapkan dapat menciptakan manusia berkualitas dan memiliki keterampilan dan
kecakapan dalam hidup.
G. UPAYA KITA DAN LEMBAGA
PENDIDIKAN ISLAM DALAM MENGHADAPI GLOBALISASI
Globalisasi yang berkembang saat ini
tidak mungkin untuk ditolak eksistensinya, sebab globalisasi merupakan
keniscayaan yang harus dihadapi oleh semua pihak termasuk pendidikan Islam.
Melihat realitas seperti yang tertulis di atas, maka dibutuhkan solusi yang
konstruktif dalam rangka menata kembali seluruh komponen
pendidikan Islam. Penataan kembali sistem pendidikan Islam bukan sekedar
modifikasi atau tambal sulam, tapi memerlukan rekonstruksi,
rekonseptualisasi dan reorientasi, sehingga pendidikan Islam dapat memberikan sumbangan
besar bagi pencapaian tahap tinggal landas.
Untuk lebih jelas
dari upaya dan usaha itu kami uraukan sebagai berikut:
1. Sikap Kita Terhadap Globalisasi
Dalam menyikapi isu globalisasi umat islam
terbagi kedalam tiga kelompok, yaitu yang menerima secara mutlak menolak sama
sekali, dan pertengahan yakni menyikapinya secara proposional.
Kelompok pertama, yakni
orang yang menerima secara mutlak adalah orang yang di sebutkan oleh rosulullah
dalam hadistnya bahwa mereka adalah mengikuti cara-cara dan ajaran-ajaran umat
lain sejengkal demi sejengkal, sehingga jika umat lain itu masuk ke lubang
biawak mereka akan mengikutinya inilah sikap para penyeru westnerisasi yang
berlebihan didunia arab dan islam.
Kelompok kedua, orang ynag menolak sama sekali adalah yang
menjahui hal-hal yang baru tidak peduli dengan
dunia pemikiran, ekonomi , politik dan sebagainya,mereka beruzlah dan
menyiongkir, selain kelompok ini terdapat kelompok lain yang sering di sebut
dengan kelompk fudemintas, bedanya mereka tidak
mengasingkan diri, tetapi malah mengambil posisi berhadap-hadapan dengan yang
mereka tentang atau tolak.
Mereka menganggap bahwa
globalisasi akan merusak sendi-sendi budaya islam yang telah mereka jaga
selama-bertahun-tahun, kekhawatiran mereka terletak pada “westernisasi ”dan
pembaratan pada budaya setempat melalui arus globalisasi.
Kelompok ketiga, adalah
kelompok pertengahan yakni yang menyikapinya secara proposional, menurut yusuf
qordawi inilah sikap yangbaik sebagai cermin sebagai manhaj islam
pertengahan. Inilah sikap orang beriman yang mempunyai wawasan luas dan terbuka
yang bangga dengan identitasnya, faham tentanng risalahnya, dan memegang teguh
orisinalitasnya tidak menghindar dari hal-hal yang baru dan tidak menerima
secara berlebihan.di antara sikap yang tepat menghadapi globalisasi sebagaimana
tersebut di atas adalah sikap proporsional yakni tidak berlebihan dalm
menolak dan menerimanya, kita tentu dapat memilih-milih mana yang di anggap
baik dan sesuai dengan ajaran islam dan mana yang tidak sesuai dengan ajaran
islam. Terhadap pengaruh yang baik, tentu dengan senang hati dapatkah kita
terima dan bahkan jika memungkinkan mengembangkanyauntuk mendapat manfaat yang
lebih baik.[22]
2. Sikap Pendidikan Islam Dalam Menghadapi
Globalisasi
Ketika berhadapan dengan ide-ide informasi
dan polarisasi ideology dunia terutama di dorong oleh kemajuan iptek modern,
pendidikan islam tidak terlepas dari berbagai tantangan. Dalam menghadapi
berbagai tantangan dan dampak tersebut pendidikan islam harus memiliki berbagi
strategi sebab agama harus menjawab tantangan yang relative dekat di
hadapan kita dalam hal ini urusan dunia, selain berhubungan dengan urusan
perakhiratan jadi harus di jawab sejauhmana agama kini bisa menjawab tantangan
kemajuan itu, iptek harus di kuasai, tetapi kini tidak boleh di tinggalkan
sehingga bisa membentuk sumberdaya manusia yang handalmenurut BPPN bahwa cara
terbaik mengatasi kemungkinan dampak negatif adalah melalui peningkatan mutu
pendidikan pada umumnya dan pendidikan agama serta pendidikan moral pada
khususnya pada dasarnya PPKn atau pendidikan kewarga negaraan, dan agama
sangat relefan untuk penanggulangan dampak negative dari tekhnologi dan
informasi, hanya saja untuk kondisi dalam era reformasi sekarang ini di perlukan
pengkajian ulang terhadap metode pengembangan dan pengajaranya sehingga
penanaman sikap maupun penghayatan nilai-nilai relegius akan semakin
menghasilkan prilaku yang lebih baik.[23]
Sedangkan lembaga yang sangat berperan dalam
tantangan itu adalah pesantren madrasah menempati peran strategis bagi
pendidikan generasi muda ummat Islam karena di sanalah tempat kebanyakan anak
para santri mempersiapkan diri untuk menjalankan peran penting mereka bagi
masyarakat di kemudian hari.
Dibandingkan dengan pendidikan di
sekolah umum, madrasah mempunyai misi yang mulia. Ia bukan saja
memberikan pendidikan umum (seperti halnya sekolah umum) tetapi juga memberikan
pendidikan agama , sehingga, kalau pendidikan ini berhasil, para lulusannya
akan dapat hidup bahagia di dunia dan hidup bahagia di akhirat nanti (karena
ketaatannya pada ajaran agama) Madrasah yang hanya menekankan pendidikan
agama dan mengabaikan pendidikan umum mungkin hanya akan mampu memberikan
potensi untuk bahagia di akhirat saja.Dalam kaitannya dengan era globalisasi
dan perdagangan bebas yang penuh dengan persaingan ini, madrasah harus juga
menyiapkan anak didiknya untuk siap bersaing di bidang apa saja yang mereka
masuki. Ini dimaksudkan agar lulusan madrasah tidak akan terpinggirkan
oleh lulusan sekolah umum dalam memperebutkan tempat dan peran dalam gerakan
pembangunan bangsa.[24]
H. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian contoh makalah singkat ini, dapat diambil beberapa kesimpulan:
Berdasarkan uraian contoh makalah singkat ini, dapat diambil beberapa kesimpulan:
1. Globalisasi
adalah suatu keadaan di mana sudah tidak ada lagi batas-batas teritorial antara
satu bangsa dengan bangsa yang lain, antara tanah air yang satu dengan tanah
air yang lain, antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain. Hal ini
terjadi dikarenakan adanya perkembangan teknologi komunikasi, transportasi, dan
informasi yang cukup pesat.
2. Globalisasi
secara konsepsional tidak bertentangan dengan Islam, bahkan Islam sejalan
dengan globalisasi. Konsep globalisasi telah lebih dulu ada dalam Islam, karena
Islam adalah ajaran yang universal. Hanya saja dalam implementasinya
globalisasi cenderung menjadi pemaksaan hegemoni dunia Barat terhadap dunia
non-Barat, sehingga perlu kehati-hatian mencermati dan
menghadapinya.Globalisasi adalah suatu keadaan di mana sudah tidak ada lagi
batas-batas teritorial antara satu bangsa dengan bangsa yang lain, antara tanah
air yang satu dengan tanah air yang lain, antara kebudayaan yang satu dengan
kebudayaan yang lain. Hal ini terjadi dikarenakan adanya perkembangan teknologi
komunikasi, transportasi, dan informasi yang cukup pesat.
3. Globalisasi
berpengaruh cukup besar bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
dalam segala bidang kehidupan.
4. Sikap
yang tepat dalam menghadapi globalisasi yakni sikap proporsional, dimana tidak
menolak secara mutlak juga tidak menerima secara mutlak. Yang baik diambil dan
dikembangkan, sedangkan yang tidak baik ditolak dan dihindari.
5. Pendidikan
berperan penting dalam mencegah dan menanggulangi dampak negatif globalisasi,
dan dalam merespons secara positif manfaat dari globalisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Idi
dan Toto Suharto, Revitalisasi
Pendidikan Islam, Yogyakarta:
Tiara Wacana, 2006.
Abdul Majid, Pembelajaran dan Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam, Bandung:
PT REMAJA ROSDAKARYA, 2012.
Abuddin Nata, Kapita Selekta
Pendidikan Islam, Bandung : Angkasa, 2003.
Farida Hamid, Kamus Ilmiah
Populer Lengkap, Surabaya : Apollo.
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam System Pendidikan
Nasional di Indonesia, Jakarta: Pranada Media, 2004.
Imam Machali, Pendidikan Islam dan Tantangan
Globalisasi: Buah Pikiran Seputar, Filsafat, Politik, Ekonomi, Sosial, dan
Budaya, Yogyakarta: PRESMA,
2004.
M. Arifin, MED, Ilmu
Pendidikan Islam, Bandung : Bumi Aksara, 1989.
Mangun
Budiyanto, Ilmu Pendidikan
Islam, Yogyakarta: Griya
Santri, 2010.
Mansur Isna, Diskursus Pendidikan Islam, Yogyakarta : Global Pustaka Utama,
2001.
Muslih Usa, Pendidikan Islam di Indonesia,Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya,
1991.
Muzayyin
Arifin, Filsafat Pendidikan
Islam, Jakarta: Bumi Aksara,
2003.
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam
Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis,Jakarta: CIPUTAT PERS, 2002.
Zakiah
Daradjat, Ilmu Pendidikan
Islam, Jakarta: BUMI AKSARA,
2009.
Arief Furchan,
http://www.pendidikan
islam.net/index.php/makalah/41-makalah-tertulis/293-pemberdayaan-madrasah- 1-5-2017
https://aghoestmoemet.wordpress.com/2013/10/11/makalah-ilmu-pendidikan-islam/, diakses pada
tanggal 1 Mei 2017, pukul 13.20 WIB
https://hamamburhanuddin.wordpress.com/artikel-2/pendidikan/hakikat-dan-tujuan-pendidikan-islam/, diakses pada tanggal 1 Mei 2017, pukul 12.34 WIB.
[1]Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam (Bandung : Remaja Rosdakarya,2012), 47.
[2]Abdullah Idi & Toto
Suharto, Revitalisasi Pendidikan Islam
(Yogyakarta : Tiara Wacana, 2006), 51.
[3]https://aghoestmoemet.wordpress.com/2013/10/11/makalah-ilmu-pendidikan-islam/, diakses pada tanggal 1 Mei 2017,
pukul 13.20 WIB.
[4]Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (BUMI
AKSARA: Jakarta, 2009), 19.
[5]Ibid;20.
[6]Ibid;22.
[7]Mangun Budiyanto, Ilmu
Pendidikan Islam (Yogyakarta: Griya Santri, 2010), 27.
[8]Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2003), 110.
[9]Mangun Budiyanto, Ilmu
Pendidikan Islam (Yogyakarta: Griya Santri, 2010), 28.
[10]https://hamamburhanuddin.wordpress.com/artikel-2/pendidikan/hakikat-dan-tujuan-pendidikan-islam/, diakses pada tanggal 1 Mei 2017,
pukul 12.34 WIB.
[11]Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan
Historis, Teoritis, dan Praktis, (Jakarta: CIPUTAT PERS, 2002),
34.
[12]Mangun Budiyanto, Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta:
Griya Santri, 2010), 107.
[13]Muslih Usa, Pendidikan Islam di Indonesia (Yogyakarta
: PT. Tiara Wacana Yogya, 1991), 1.
[14]M. Arifin, MED, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung : Bumi
Aksara, 1989), 24.
[15]Farida Hamid, Kamus Ilmiah Populer Lengkap (Surabaya :
Apollo ) 175.
[16]Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Bandung
: Angkasa, 2003), 183.
[17]Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam System Pendidikan
Nasional di Indonesia (Jakarta: Pranada Media, 2004) 199.
[18]Imam Machali, Musthofa, Pendidikan
Islam dan Tantangan Globalisasi: Buah Pikiran Seputar; Filsafat, Politik,
Ekonomi, Sosial, dan Budaya, (Yogyakarta: PRESMA, 2004), 11.
[19]Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam (Bandung : Remaja Rosdakarya,2012), 25.
[20]Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Bandung
: Angkasa, 2003), 185.
[21]Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Bandung
: Angkasa, 2003), 187.
[22]Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Bandung
: Angkasa, 2003), 187.
[23]Mansur Isna, Diskursus Pendidikan Islam (Yogyakarta :
Global Pustaka Utama, 2001), 47.
No comments:
Post a Comment