الْعَـامْ‘Am artinya yang umum, yang merataTetapi yang dimaksud disini ialah : suatu lafadz yang menunjukkan dengan merata kepada sesuatu jenis. Tegasnya : suatu perkataan yang mengenai kepada tiap – tiap suatu dari satu – satu macam jenis (golongan). Umpamanya kalimat “siapa – siapa saja” yang akan kita bicarakanTentang ‘Am ini ada beberapa qaidah, yaitu sebagai berikut :1. Tanda – Tanda UmumAda beberapa lafadz yang dapat dijadikan sebagai tanda untuk menetapkan keumuman sesuatu susunan, diantaranya kalimat berikut :مَنْ يَعْمَلْ سُوْءً ايُجْزَبِهِ............“Siapa saja yang mengerjakannya kejahatan, akan dibalas dia dengan kejahatan itu……..{An – Nisa’ : 123}KETERANGAN :Katalimat “siapa saja” mengenai semua macam jenis manusia : laki – laki, perempuan, islam, kafir, majusiJadi : siapa saja : laki – laki, perempuan, muslim, atau kafir, atau majusi, yang mengerjakan kejahatan, akan binasaوَمَا تُنْفِـقُوْا مِنْ خَـيْـرٍ يُوَفَّ إٍلَيْكُمْ........“Dan apa saja yang kamu belanjakan daripada kebaikan, akan disempurnakannya kepada kamu” {Al – Baqarah : 272}KETERANGAN :Kata – kata “apa saja” itu mengenai semua jenis barang dan juga pekerjaan manusia. Karena ini, lafadz مَا (apa saja) itu dikatakan umumكُلُّ نَفْسٍ ذَا ءِــقَتُـةُ الْمَوْتِ“Tiap – tiap yang berjiwa, akan merasakan matinya” {Ali – Imran :185}KETERANGAN :Perkataan “tiap – tiap” itu dikatakan umum, karena mengenai semua jenis manusia, binatang dan lain – lain makhluk yang berjiwad. Kalimat (جَمِيْع) artinya : semua, sekalian, seperti firman Allah :هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا……….“Dialah (Allah) yang menjadikan bagi kamu apa – apa yang ada di bumi, sekaliannya” {Al – Baqarah : 29}KETERANGAN :Kata – kata “sekaliannya” itu mengenai kepada apasaja yang ada di bumi, seperti bintang – bintang, tumbuh – tumbuhan, batu, ikan, gunung, dllKarna ini lafadz “jami’” itu dikatakan umume. Kalimat (لَا) artinya tidak, tiada, dengan syarat “لا” ini adanya dalam suatu susunan yang mengandung kata – kata “yang tidak tertentu”, seperti firman Allah :وَاتَّقُوا يَوْمًا لا تَجْزِي نَفْسٌ عَنْ نَفْسٍ شَيْئًا...........“Dan jagalah diri kamu dari (siksaan) suatu hari dimana seorangpun tidak dapat melepaskan sesuatu dari seseorang” {Al – Baqarah : 48}KETERANGAN :Kalimat “tidak” dalam ayat tersebut, adalah salinan dari kata – kata “La”. Kalimat “seseorangpun” adalah salinan dari “Nafsun” . Nafsun ini satu kalimat tidak “tertentu”, yakni tidak tertentu siapa yang dikehendaki dengan “seseorangpun” ituTiap – tiap susunan yang demikian bentuknya, maka kata – kata “seorangpun” atau yang seumpanya yang ada disitu mengenai kepada semua jenisnya. Kalau jenisnya itu manusia, maka ia mengenai kepada Bapak, Ibu, Anak – anak, laki, perempuan, Nabi, dan sebagainya. Kalau jenisnya barang, maka ia mengenai kepada semua yang termasuk pada barang. Begitulah yang lain – lainnya.Perkataan – perkataan berikut ini sama halnya dengan “لا” tersebut, yaitu :
مَا = tidak لَنْ = tidak, tidak akan لَمْ = tidak, tidak sekali – kali لَيْسَ = bukan, tidakMaka dalam suatu susunan, apabila terdapat salah satu dari kata – kata tersebut yang sifat dan kedudukannya sama dengan “لا” tadi, boleh diqiyahkan.2. Keumuman Kata – Kata Yang TeranggapBilamana ayat Qur’an turun karena sesuatu, atau apabila Nabi SAW mengucapkan sesuatu omongan karena sesuatu sebab, maka tidak boleh kita berpegang kepada semata – mata sebab turun ayat atau sebab adanya sabdah Nabi SAW tadi. Seperti firman Allah :عَنْ عَلِيْ قَالَ : كُنْتُ رَجُلًا مَذَاءً فَأمَرْتُ الْمِقْدَادَ أَنْ يَسْألَ النَّبِيَّ ص. فَسَألَهُ فَقَالَ : فِيْهِ الْوُضُوْءُ.“Dari : Ali. Ia berkata : adalah saya ini seorang laki – laki yang suka keluar madzi[4], lalu saya menyuruh Miqdad supaya bertanya kepada Nabi SAW, kemudian Ia bertanya kepada Nabi, maka Nabi menjawab : tentang itu, ada wudlu’nya” {H.R Bukhari}KETERANGAN :Kalau kita melihat kepada riwayat tersebut nyatalah bahwa seseorang, kalau sering mengeluarkan madzi seperti Ali itu, baru ada wudlu’ untuk shalat, sebab timbulnya hukum madzi tadi karena kejadian yang berkenaan Ali.Tetapi hukum – hukum Agama tidaklah tertentu untuk seseorang atau satu – satu kejadian, dan tidak juga tertentu bagi satu – satu masa.Karena itu, harus kita umumkan riwayat diatas, begini : “orang yang banyak mengeluarkan madzi seperti Ali, atau mengeluarkan sedikit, tetap hukumnya, yaitu mesti berwudlu’ untuk shalat.Kecuali jika ada dalil tegas menetapka untuk seseorang, maka di waktu itu baru kita juga menentukannya untuk orang itu saja.3. Umum Jadi Tertentu“Umumnya lafadz yang teranggap” seperti dalam qaidah yang kedua itu, dapat berubah menjadi tertentu untuk sesuatu, jika ada keterangannya. Seperti firman Allah :وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ“Dan apabila dibaca Qur’an, hendaklah kamu mendengarnya serta diam, supaya kamu diberi rahmat” {Al – A’raf : 204}KETERANGAN :Ayat ini pada asalnya, mesti diumumkan, yakni dimana saja orang membaca qur’an baik dalam shalat atau diluar shalat, wajib kita mendengarkan. Walaupun sebab turun ayat ini untuk shalat, sebagaimana perkataan Imam Ahmad :أَجْمَعَ النَّاسُ عَلَى أنَّ هَذِهِ الأيَةَ فِيْ الصَّلَاةِ“Telah ijma’ ulama’, bahwa ayat ini (turunnya) tentang shalat” {Al – Mughni}Tetapi keumumannya telah dikecualikan, menurut riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi :قال أبُوْ قَتَادَةَ : إنَّ النَّبِيَّ ص. قال لأبِي بَكْرٍ : مَرَرْتُ بِكَ وَ أنْتَ تَقْرَاُ وَ اَنْتَ تَحْفِضُ مِنْ صَوْتِكَ. فَقاَلَ : إنِّيْ سَمَّعْتُ مَنْ نَاجَيْتُ قالَ : إرْفَعْ قَلِيْلًا“Telah berkata Abu Qatadah : sesungguhnya Nabi SAW, telah berkata kepada Abu Bakar : “aku pernah melihat engkau, ketika engkau membaca (Qur’an) dan engkau perlahankan suaramu”, “ia menjawab : sesungguhnya saya mendengar Dzat (Allah) yang saya ajak omong”, sabdah Nabi SAW pula : keraskan sedikit”. {H.R. Abu Dawud dan Turmudzi}KETERANGAN :Riwayat ini menunjukkan bahwa waktu Abu Bakar membaca Qur’an, Nabi SAW, terus melaluinya dan tidak memperhatikan bacaannya atau diam. Ini berarti tidak wajib dian dan mendengarkan bacaan Qur’an diluar Shalat. Dengan ini, terkecualilah kemumuman ayat tadi, serta tertentu untuk dalam shalat, setuju dengan sebab turunnya ayat asal itu.Ada beberapa keterangan lagi yang menentukan ayat itu untuk shalat.4. Tidak Boleh Berpegang Kepada UmumKalau terdapat keterangan yang umum, tidak boleh terus kita berpegang atau mengamalkan sesuatu menurut umumnya keterangan itu sebelum memeriksa lebih dahulu, kalau – kalau ada yang menentukannya atau mengecualikannya. Seperti firman Allah :........كُلُوْا وَاشْرَبُـوا......“..........makan dan minumlah......” {Al – A’raf : 31}KETERANGAN :Menurut umum ayat ini, dibenarkan kita makan dan minum apa saja yang kita sukai, tanpa terkecuali.Umpamaka kita suka makan babi, darang, bangkai, dan boleh minum arak. tetapi kita semua telah mengetahui bahwa darah, daging babi, bangkai, dan arak, itu semua telah diharamkan oleh AllahKarena itu, tidak boleh kita berpegang kepada keumuman ayat tersebut.Sebelum kita berpegang kepada keumuman ayat atau hadits, hendaknya kita lebih dahulu memeriksa, jikalau ada ayat atau hadits yang mengecualikannya atau yang menentukannya, maka kita harus berpegang kepada dalil yang menghususkan.
[1] Siapa saja ini tidak sama dengan “siapa” dalam pertanyaan. Umpamanya : ‘siapa itu ?’ bersifat pertanyaan, sedangkan ‘siapa saja’ ini bentuk penetapan yang diiringi dengan suatu syarat[2] Apa saja ini, berlainan dengan kalimat “apa” dalam pertanyaan, umpamanya : “apa kabar ?” kedudukannya sama dengan kedudukan “siapa saja” dan “siapa”. Hanya bedanya : “siapa” digunakan untuk manusia, dan “apa” untuk selain manusia
6/6/18
QAIDAH - QAIDAH USHUL FIQIH (3)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment