1/31/25

Mengapa Banyak yang Mundur di Tengah Jalan


Hampir setiap kerja sosial selalu diawali dengan niat baik. Orang datang membawa semangat, gagasan, dan keinginan untuk berkontribusi. Di awal, semuanya terasa ringan. Ada energi kolektif, ada optimisme, ada keyakinan bahwa perubahan bisa dilakukan bersama-sama.

Namun seiring waktu, satu per satu mulai berkurang.

Tidak selalu dengan konflik. Tidak selalu dengan perpisahan yang jelas. Ada yang perlahan jarang hadir. Ada yang mulai mengambil jarak. Ada pula yang menghilang tanpa banyak penjelasan. Pada akhirnya, yang tersisa hanyalah beberapa orang yang tetap bertahan, menjalani kerja yang sama dengan beban yang kian berat.

Saya sering bertanya dalam hati: mengapa banyak yang mundur di tengah jalan?

1/26/25

Ketika Ikhlas Tidak Selalu Terasa Ringan


Ikhlas sering digambarkan sebagai sesuatu yang menenangkan. Seolah-olah begitu niat diluruskan, beban akan terasa ringan dan langkah menjadi lapang. Dalam banyak ceramah dan tulisan, ikhlas hadir sebagai jawaban atas hampir semua kelelahan.

Namun dalam pengalaman saya, ikhlas tidak selalu datang dengan rasa ringan.

Ada masa ketika niat sudah jelas, tujuan sudah dipahami, tetapi perasaan tetap terasa berat. Bukan karena ragu pada jalan yang dipilih, melainkan karena realitas yang harus dijalani tidak selalu bersahabat. Di titik itu, ikhlas bukan lagi soal perasaan, melainkan soal keputusan.

Saya pertama kali menyadari hal ini ketika menghadapi situasi yang menuntut pengorbanan berulang, tanpa jaminan bahwa pengorbanan itu akan dipahami. Ada keputusan yang harus diambil, meski berpotensi disalahpahami. Ada sikap yang harus dijaga, meski tidak mendapat dukungan penuh.

Di luar, semuanya tampak berjalan seperti biasa. Tapi di dalam, ada pergulatan yang tidak kecil.

1/18/25

Tentang Lelah yang Tidak Bisa Diceritakan

Ada lelah yang bisa diselesaikan dengan tidur. Ada juga lelah yang ikut terbangun keesokan paginya, meski tubuh sempat beristirahat. Lelah jenis kedua ini tidak selalu terasa di badan, tapi menetap di pikiran dan batin.

Saya mengenalnya cukup lama.

Biasanya ia datang di sela-sela hari yang terlihat biasa saja. Tidak ada konflik besar, tidak ada peristiwa dramatis. Hanya rangkaian tugas yang terus berulang, keputusan kecil yang harus diambil tanpa jeda, dan tanggung jawab yang tidak pernah benar-benar selesai.

Di kerja sosial, lelah sering tidak punya tempat untuk bercerita.

1/5/25

Kerja Sosial Tidak Selalu Membuat Kita Bahagia

Pagi itu pintu panti saya buka lebih lambat dari biasanya. Matahari sudah naik, suara motor mulai ramai, tapi tubuh saya terasa enggan bergerak. Bukan karena sakit, hanya ada rasa berat yang sulit dijelaskan. Sejenis lelah yang tidak selesai dengan tidur, dan tidak juga reda dengan secangkir kopi.

Saya berdiri sebentar di depan pintu, menarik napas, lalu masuk seperti biasa. Anak-anak sudah beraktivitas, beberapa menyapa, sebagian lain sibuk dengan dunianya masing-masing. Semua tampak normal. Dan justru di situlah letak keanehannya: ketika dunia berjalan seperti biasa, sementara batin terasa tertinggal di belakang.

Banyak orang membayangkan kerja sosial sebagai ruang yang selalu hangat. Tempat di mana senyum mudah ditemukan, rasa syukur berlimpah, dan hati selalu tenang karena merasa “bermanfaat”. Gambaran itu tidak sepenuhnya salah, tapi juga tidak sepenuhnya benar.

About

Ahmad Fathullah, M.Pd
No.Hp : wa.me/6282143358433 (SMS/WA)
Alamat : Jl. Bulak Sari 1/59 Surabaya
Email : ad.fathullah@gmail.com
Fb : ahmad.fathullah.10
IG : a.fathullah94