Makalah Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Qur’an
Oleh :
Ahmad Fathullah
NIM. 20162550005
Mas'ud Ruhul
NIM. 20162550035
Dosen Pembina
Prof.Dr. Abd. Hadi, M.Ag
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA 2016
A. Latar Belakang
Al Qur`an merupakan petunjuk bagi seluruh umat manusia. Setidaknya itulah yang diindikasikan oleh surat al Baqarah ayat 185. Di samping itu, dalam ayat dan surat yang sama, diinformasikan juga bahwa al Qur`an sekaligus menjadi penjelasan (bayyinaat) dari petunjuk tersebut sehingga kemudian mampu menjadi pembeda (furqaan)-antara yang baik dan yang buruk. Di sinilah manusia mendapatkan petunjuk dari al Qur`an. Manusia akan mengerjakan yang baik dan akan meninggalkan yang buruk atas dasar pertimbangannya terhadap petunjuk al Qur`an tersebut.
Al-Qur’an sebagai sumber utama dalam Islam, diperlukan suatu penafsiran untuk memahami makna yang terkandung di dalamnya, sehingga benar- benar dapat di jadikan sebagai petunjuk dalam menjalani kehidupan. Dan setiap mufassir yang ingin mendalami bidang penafsiran Qur’an, sebaiknya terlebih dahulu memperhatikan kaidah-kaidah dalam penafsiran. Selain itu juga, diperlukan pemahaman terhadap ilmu alat, seperti ushul fiqih dan bahasa Arab, sesuai dengan tempat turunnya Al-Qur’an. Tanpa memperhatikan hal itu, maka di khawatirkan akan muncul kesalahan-kesalahan dalam memahami makna yang terkandung didalamnya. Selain kaidah-kaidah, kita juga dapat mendalami sumber-sumber yang digunakan dalam penafsiran Al-Qur’an. Ada beberapa sumber penafsiran diantaranya, menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, Al-Qur’an dengan Hadits, Al-Qur’an dengan sahabat, dan Qur’an dengan para Tabi’in. Pembahasan ini tentunya sangat menarik untuk dikaji lebih mendalam, sesuai dengan tujuan diadakanya makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Pembahasan tentang Tafsir dan sumber-sumbernya merupakan materi yang sangat penting dalam pembelajaran Studi Qur’an. Maka dari itu, agar tidak keluar dari kerangka pembahasan diperlukan suatu rumusan masalah, diantaranya:
1. Apa itu Tafsir ?
2. Apa saja macam – macam tafsir ?
C. Tujuan Makalah
Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Qur’an, sebagai proses pembelajaran dan menambah wawasan tentang berbagai macam ilmu Studi Qur’an. Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberikan kemudahan kepada kita semua untuk terus belajar dan mendalam berbagai ilmu tentang Qur’an. Makalah ini masih jauh dari sempurna, dan sebaiknya hal ini hanya sebagai pengetahuan awal kita sebelum terus mencari dari berbagai sumber ilmu, dan dari berbagai referensi lainnya.
D. Pengertian Tafsir
Tafsir menurut bahasa ialah menerangkan dan menyatakan. Menurut istilah ialah tafsir ialah mensyarahkan Al-Qur’an, menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang dikendakinya dengan nashnya atau dengan isyaratnya ataupun dengan najwahnya. [1]
Prof. TM. Hasby Ash-shiddieqy mendefinisikan ilmu tafsir sebagai berikut, ilmu tafsir ialah ilmu yang menerangkan tentang hal nuzulul ayat, keadaan-keadaannya, kisah-kisahnya, sebeb-sebab turunnya, tertib makkiyahnya, madaniyahnya, muhkam, mutasyabihnya, nasikhnya, ‘amnya, mutlaqnya, mujmalnya, mufassarnya (mufashshalnya), halalnya, haramnya, wa’adnya, wa’idnya, amernya, nahyunya, I’barnya dan amsalnya. [2]
Sedangkan Abu Hayan mendefinisikan ilmu tafsir sebagai berikut : ilmu tafsir ialah suatu ilmu yang dibahasakan di dalamnya cara menuturkan (membunyikan) lafadz-lafadz Al-Qur’an, madlul-madlulnya baik mengenai kata tunggal maupun mengenai kata-kata tarkib dan makna-maknanya yang dipertanggungkan oleh keadaan susunan dan beberapa kesempurnaan bagi yang demikian seperti mengetahui nasakh, sebab nuzul, kisah yang menyatakan apa yag tidak terang (mubham) didalam Al-Qur’an dan lain-lain yang mempunyai hubungan rapat dengan itu. [3]
E. Macam – macam tafsir
Secara umum para ulama telah membagi tafsir menjadi dua bagian yaitu: Tafsir bi al-riwayah, atau disebut juga dengan tafsir bi al-ma’tsur, dan tafsir bi al-dirayah atau disebut juga dengan tafsir bi al-ra’y.[4]
a. Tafsir bi al-ma’tsur
Tafsir bi al-ma’tsur adalah cara menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an yang bersumber dari nash-nash, baik nash al-Qur’an, sunnah Rasulullah saw, pendapat (aqwal) sahabat, ataupun perkataan (aqwal) tabi’in. Dengan kata lain yang dimaksud dengan tafsir bi al-ma’tsur adalah cara menafsirkan ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an, menafsirkan ayat Al Qur’an dengan sunnah, menafsirkan ayat al-Qur’an dengan pendapat para sahabat, atau menafsirkan ayat al-Qur’an dengan perkataan para tabi’in.
Semua ayat-ayat al Qur`an telah dijelaskan oleh nabi Muhammad saw., sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam menafsirkan al Qur`an setelah al Qur`an itu sendiri, kepada para sahabat.
Oleh karena itu, untuk menafsirkan al Qur`an maka metode yang tepat adalah mencari hadis yang berkaitan dengan ayat tersebut setelah tidak didapatkan ayat al Qur`an yang lain yang menjelaskan ayat tersebut. Apabila memang tidak ada ayat dan atau hadis nabi Muhammad saw. yang dapat menafsirkan sebuah ayat al Qur`an maka yang digunakan adalah pendapat-pendapat para sahabat karena mereka lebih tahu tentang asbaabun nuzuul dan tingkat keimanan juga intelektualitasnya adalah yang tertinggi di kalangan pengikut Rasulullah saw.
Dalam pertumbuhannya, tafsir bil ma’tsur menempuh tiga periode, yaitu:
1. periode I, yaitu masa Nabi, Sahabat, dan permulaan masa tabi’in ketika belum tertulis dan secara umum periwayatannya masih secara lisan (musyafahah).
2. Periode II, bermula dengan pengodifikasian hadits secara resmi pada masa pemerintahan Umar bin Abd Al-Aziz (95-101). Tafsir bil Ma’tsur ketika itu ditulis bergabung dengan penulisan hadits dan dihimpun dalam salah satu bab-bab hadits.
3. Periode III, dimulai dengan penyusunan kitab Tafsir bil Ma’tsur yang secara khusus dan berdiri sendiri.
Tafsir bil ma’tsur inilah yang wajib diikuti, diambil dan dipegangi, karena tafsir inilah jalan ma’rifah yang sahih dan metode yang dikenal. Inilah tafsir yang tidak mungkin menyelewengkan dalam kitabullah.
Beberapa kitab tafsir bil ma`tsuur yang terkenal diantaranya tafsir Ibnu Abbas dengan judul Tanwiirul Miqbas min Tafsiiri Ibn Abbas, tafsir at Thabari dengan judul Jamii’ul Bayaan fii Tafsiiril Qur`an, tafsir Ibnu ‘Atiyyah dengan judul Muharrarul Wajiiz fi Tafsiiril Kitaabil ‘Aziz, dan tafsir Ibnu Katsir dengan judul Tafsiirul Qur`aanul ‘Azhiim.
Contoh tafsir Al Qur'an dengan Al Qur'an antara lain:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ [البقرة/187]
Kata minal fajri adalah tafsir bagi apa yang dikehendaki dari kalimat al khaitil abyadhi.
Contoh Tafsir Al Qur'an dengan Sunnah antara lain:
الَّذِينَ آَمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ [الأنعام/82]
Rasulullah s.a.w.menafsirkan dengan mengacu pada ayat :
إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ [لقمان/13]
Dengan itu Beliau menafsirkan makna zhalim dengan syirik.
Kitab-kitab yang bercorak bil ma’tsur diantaranya :
1) Jami’ul Bayan fi Tafsiril Quran karya Ibnu Jarir At-Tabari (w.310/923)
2) Ma’alimut Tanzil karya Al-Baghawi (w.685/1286)
3) Ad-Durrul Mantsur Fit Tafsir bil Ma’tsur karya Jalal Ad-Din As-Suyuti (w.911/1505)
4) Tanwirul Miqbas Fi Tafsir Ibnu Abbas karya Fairuz Zabadi (w.817/141)
5) Tafsirul Quranul ‘Adzim karya Ibnu Katsir (w.774/1373)
Keistimewaan tafsir bil ma’tsur antara lain :
1) Menekankan pentingnya bahasa dalam memahami Al-Quran
2) Memaparkan ketelitian redaksi ayat ketika menyampaikan pesan-pesannya
3) Mengikat mufasir dalam bingkai ayat-ayat sehingga membatasinya untuk tidak terjerumus ke dalam subjektivitas yang berlebihan.
Kelemahan tafsir bil ma’tsur antara lain :
1) Terjadi pemalsuan (wadh’) dalam tafsir
2) Masuknya unsur israiliyat (unsur Yahudi dan Nasrani kedalam penafsiran Al-Quran)
3) Penghilangan Sand
4) Mufasir terjerumus dalam uraian kebahasan/sastra hingga pokok Al-Quran tidak jelas
5) Konteks asbabun nuzul ayat-ayat hukum yang dipahami dari uraian (nasikh mansukh)
b. Tafsir bi al-dirayah atau disebut juga dengan tafsir bi al-ra’y
Cara penafsiran bil ma’qul atau lebih populer lagi bir ra`yi menambahkan fungsi ijtihad dalam proses penafsirannya, di samping menggunakan apa yang digunakan oleh tafsir bil ma`tsuur. Penjelasan-penjelasannya bersendikan kepada ijtihad dan akal dan berpegang teguh kepada prinsip-prinsip bahasa Arab dan adat-istiadat orang Arab dalam mempergunakan bahasanya.
Husayn al Dhahaby menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tafsir bir ra`yi adalah penafsiran al Qur`an atas dasar ijtihadnya yang berlandaskan pengetahuannya tentang penuturan bangsa Arab dan arah pembicaraan mereka serta pengetahuannya tentang lafal bahas Arab dan makna yang ditunjukkannya dengan menjadikan syair jahily sebagai acuan dan panduannya. Meskipun demikian, lanjut al Dhahaby, asbaabun nuzuul, naasikh wa mansuukh, dan alat bantu lainnya merupakan pengetahuan-pengetahuan yang tetap harus dikuasai dan digunakan dalam penafsiran ini.
Berdasarkan pengertian etimologi, ra’yi berarti keyakinan (I’tiqad). Analogi (qiyas), dan ijtihad.) dan ra’yi dalam terminologi tafsri adalah ijtihad.) dengan demikian, tafsir bi ar-ra’yi (disebut juga tafsri bi ad-dirayah) sebagaimana didefinisikan Husen adz-Dzahabi- adalah tafsir yang penjelasannya diambil berdasarkan ijtihad dan pemikiran mufasir yang telah mengetahui bahasa Arab dan metodenya, dalil hukum yang ditunjukkan, serta problema penafsiran, seperti asbab an-nuzul, naskh-mansukh, dan sebagainya. Al-Farmawi mendefinisikan tafsri bi ar-Ra’yi sebagai penafsiran al-Qur’an dengan ijtihad setelah mufasir yang bersangkutan mengetahui metode yang digunakan orang-orang Arab ketika berbicara dan ia pun mengetahui kosakata Arab beserta muatan artinya.
Contoh Tafsir bir ra'yi dalam Tafsir Jalalain:
“khalaqal insaana min 'alaq” (Surat Al Alaq: 2)
Kata alaq disini diberi makna dengan bentuk jamak dari lafaz alaqah yang berarti segumpal darah yang kental.
Ulama berbeda pendapat tentang keabsahan tafsir bir Ra’yi, yaitu :
1. Kelompok yang melarang, alasannya :
1) Membicarakan firman Allah tanpa pengetahuan
2) Yang berhak menjelaskan hanya Nabi
3) Adanya tradisi di kalangan sahabat dan tabi’in untuk berhati-hati ketika berbicara tentang penafsiran Al-Quran
2. Kelompok yang mengizinkan, alasannya :
1) Seruan mendalami kandungan Al-Quran ( An-Nisaa’, 3 : 82)
2) Bila tafsir bir ra’yi dilarang, kenapa ijtihad dibolehkan.
3) Sering berselisih pendapat mengenai penafsiran ayat
4) Rasul mendoakan Ibnu Abbas agar paham terhadap agama.
Corak Tafsir Bir Ra’yi dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Bir ra’yi yang diterima, syaratnya :
1) Tidak memaksakan diri untuk mengetahui makna
2) Tidak menafsirkan ayat yang maknanya otoritas Allah
3) Tidak menafsirkan dengan hawa nafsu
4) Tidak menafsirkan untuk mendukung suatu mazhab
5) Tidak menafirkan inilah maksud ayat ini
2. Bir ra’yi ditolak
Yaitu tafsir bi ra’yi yang tidak memenuhi syarat di atas.
Kitab-kitab yang bercorak Bir Ra’yi diantaranya :
1) Mafatihul Gaib karya Fakhrur Razi (w. 606 H)
2) Anwarut Tanzil wa Asrarut Takwil karya Al-Baidhawi (w.691 H)
3) Madarikut Tanzil wa Haqa’iqut Takwil karya An-Nasafi (w. 701 H)
4) Lubabut Takwil fi Ma’anit Tanzil karya Al-Khazin (w. 741 H)
c. Tafsir Isyarah
Menurut kaum sufi, setiap ayat mempunyai makna yang zahir dan batin. Yang zahir adalah yang segera mudah dipahami oleh akal pikiran sedangkan yang batin adalah yang isyarat-isyarat yang tersembunyi dibalik itu yang hanya dapat diketahui oleh ahlinya. Isyarat-isyarat kudus yang terdapat di balik ungkapan-ungkapan Al-Qur'an inilah yang akan tercurah ke dalam hati dari limpahan gaib pengetahuan yang dibawa ayat-ayat. Itulah yang biasa disebut tafsir Isyari.
Contoh bentuk penafsiran secara Isyari antara lain adalah pada ayat:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تَذْبَحُوا بَقَرَةً [البقرة/67]
Yang mempunyai makna zhahir adalah “......Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina...” tetapi dalam tafsir Isyari diberi makna dengan “....Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih nafsu hewaniah...”.
Beberapa karya tafsir Isyari yang terkenal antara lain:
1. Tafsir Al-Kasyfu wal Bayan oleh Ahmad bin Ibrahim an-Naisabury
2. Tafsir Al-Qur’anil karim oleh Sahl bin Abdullah at-Tastary
3. Tafsir Ruhul Ma’any oleh Syiabuddin Muhammad al-Alusy
4. Tafsir Ibnu ‘Araby oleh Muhyiddin bin ‘Araby.
F. Kesimpulan
1. Tafsir menurut bahasa ialah menerangkan dan menyatakan. Menurut istilah ialah tafsir ialah mensyarahkan Al-Qur’an, menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang dikendakinya dengan nashnya atau dengan isyaratnya ataupun dengan najwahnya. ilmu yang menerangkan tentang hal nuzulul ayat, keadaan-keadaannya, kisah-kisahnya, sebeb-sebab turunnya, tertib makkiyahnya, madaniyahnya, muhkam, mutasyabihnya, nasikhnya, ‘amnya, mutlaqnya, mujmalnya, mufassarnya (mufashshalnya), halalnya, haramnya, wa’adnya, wa’idnya, amernya, nahyunya, I’barnya dan amsalnya
2. Macam – macam tafsir
1. Tafsir bi al-ma’tsur adalah cara menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an yang bersumber dari nash-nash, baik nash al-Qur’an, sunnah Rasulullah saw, pendapat (aqwal) sahabat, ataupun perkataan (aqwal) tabi’in.
2. Tafsir bir ra`yi adalah penafsiran al Qur`an atas dasar ijtihadnya yang berlandaskan pengetahuannya tentang penuturan bangsa Arab dan arah pembicaraan mereka serta pengetahuannya tentang lafal bahas Arab dan makna yang ditunjukkannya dengan menjadikan syair jahily sebagai acuan dan panduannya.
3. Tafsir Isyarah setiap ayat mempunyai makna yang zahir dan batin. Yang zahir adalah yang segera mudah dipahami oleh akal pikiran sedangkan yang batin adalah yang isyarat-isyarat yang tersembunyi dibalik itu yang hanya dapat diketahui oleh ahlinya.
DAFTAR PUSTAKA
- Al-Qattan, Manna. Mabahits fiUlum al-Qur’an. Beirut: Mu’assah al-Risalah: 1993
- Anwar, Rosihan. Ilmu Tafsir. Bandung: Pustaka Setia, 2005
- As suyuti Jalaluddin. al-Itqon Fi Ulum al-Quran, Dar al-Fikri. Beirut.
- Ash-shiddieqy, Muhammad Hasbi , Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, (Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 2009)
- Ash-Shidiqy, Muhammad Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an/Tafsir, Bulan Bintang Jakarta,1980
- Az-Zarqani, Muhammad. Manahil al-Irfan fi ‘Ulum al-Qur’an, Mesir.
- Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Bandung : CV. J-ART, 2005)
- Hamzah, Muchotob. Studi al-Qur’an komprehensif. Jakarta
- M. Yusuf, Kadar, Studi Al-Qur’an, ( Jakarta : Amzah, 2009 )
- Mashuri Sirojuddin Iqbal dan A. Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir, ( Bandung : Angkasa, 1994)
- Syadali, Ahmad dan Ahmad Rofi’I, Ulumul Qur’an II, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 2000
[1] Hasby Ash-shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, (Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 2009), 153
[2] Hasby Ash-shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir ( Jakarta : Bulan Bintang, 1974), 179
[3] Ibid, 180
[4]Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’I, Ulumul Qur’an II, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 2000 ), hal. 53
No comments:
Post a Comment