Oleh : Ahmad Fathullah
A.
PENDAHULUAN
Pemahaman tentang sehat dan sakit dalam masyarakat modern telah berkembang jauh melampaui definisi medis-biologis. Dalam konteks kontemporer, konsep sehat-sakit tidak hanya dilihat dari segi fisik atau biologis semata, melainkan juga dipengaruhi oleh faktor psikologis, sosial, budaya, dan spiritual. Paradigma ini dikenal dengan pendekatan biopsikososial dan menjadi dasar dari pengembangan teori-teori perilaku kesehatan, seperti Health Belief Model (HBM) dan Health Seeking Behavior (HSB). Salah satu penyakit yang sering menjadi contoh dalam konteks ini adalah asma—penyakit pernapasan kronis yang tidak hanya menimbulkan dampak fisiologis, tetapi juga membentuk respons psikososial individu dalam mengelolanya.
Penelitian ini berangkat dari
pengalaman pribadi penulis sebagai penderita asma dan bertujuan untuk
mendeskripsikan bagaimana keyakinan dan perilaku pencarian kesehatan terbentuk
dalam menghadapi penyakit tersebut. Dengan menggunakan kerangka teori HBM dan
HSB, tulisan ini memberikan perspektif akademik tentang bagaimana masyarakat
modern memaknai sakit dan mengupayakan penyembuhan, baik melalui jalur medis
maupun non-medis.
B.
ASMA SEBAGAI FENOMENA KESEHATAN
Asma merupakan penyakit tidak
menular (PTM) yang ditandai dengan inflamasi kronis pada saluran napas,
menyebabkan gejala seperti sesak napas, batuk, dan mengi. Menurut World Health
Organization (WHO), sekitar 262 juta orang di seluruh dunia menderita asma pada
tahun 2019, dengan 461.000 kematian terkait penyakit ini.[1] Di
Indonesia, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan
prevalensi asma mencapai 2,4% dari populasi, dengan angka yang cenderung
meningkat di wilayah perkotaan akibat polusi dan gaya hidup modern.[2]
Penderita asma umumnya mengalami
kekambuhan yang dipicu oleh faktor lingkungan (debu, asap, udara dingin), emosi
(stres, cemas), aktivitas fisik, hingga makanan tertentu. Gejala ini dapat
membatasi produktivitas dan kualitas hidup, sehingga penanganannya memerlukan
pendekatan yang holistik, tidak hanya secara farmakologis, tetapi juga
psikososial.
C.
HEALTH BELIEF MODEL (HBM) DALAM KONTEKS ASMA
HBM merupakan model teoritis yang
digunakan untuk memahami motivasi individu dalam mengambil tindakan kesehatan.
Model ini dikembangkan oleh Becker dan Rosenstock dan mencakup enam komponen utama: persepsi
kerentanan, persepsi keparahan, persepsi manfaat, persepsi hambatan, isyarat
untuk bertindak, dan efikasi diri.[3]
a.
Perceived Susceptibility (Kerentanan yang Dirasakan)
Sebagai penderita asma sejak remaja,
saya menyadari bahwa tubuh saya memiliki kecenderungan besar untuk mengalami
serangan asma, terutama saat paparan udara dingin atau aktivitas berat.
Kesadaran ini membuat saya lebih waspada terhadap kondisi cuaca, pola tidur,
serta kebersihan lingkungan.
b.
Perceived Severity (Keparahan yang Dirasakan)
Setiap kali mengalami serangan sesak
napas di malam hari, saya merasakan bahwa asma bukan penyakit ringan. Ada
kecemasan tersendiri jika serangan terjadi saat sendirian atau jauh dari
fasilitas kesehatan. Persepsi ini meningkatkan komitmen saya untuk menjalankan
pengobatan preventif dan memperhatikan pola hidup.
c.
Perceived Benefits (Manfaat yang Dirasakan)
Saya percaya bahwa penggunaan
inhaler, penghindaran alergen, serta pengobatan alternatif seperti herbal dan
bekam mampu mengurangi frekuensi kambuh. Keyakinan ini memperkuat perilaku saya
dalam menjaga kesehatan dan tidak hanya bergantung pada intervensi
farmakologis.
d.
Perceived Barriers (Hambatan yang Dirasakan)
Beberapa hambatan yang saya alami
meliputi ketergantungan pada obat kimia, efek samping jangka panjang, serta
biaya pengobatan spesialis yang relatif mahal. Selain itu, terkadang stigma
sosial terhadap penggunaan inhaler di tempat umum membuat saya enggan
menggunakannya.
e.
Cues to Action (Isyarat untuk Bertindak)
Isyarat untuk bertindak bisa berupa
pengalaman serangan berat, saran dari dokter, informasi media sosial, atau
pengalaman orang lain. Misalnya, setelah mengalami serangan berat saat di
tempat kerja, saya memutuskan untuk lebih aktif mencari terapi pendamping
selain obat medis.
f.
Self-Efficacy (Efikasi Diri)
Saya memiliki keyakinan bahwa dengan
manajemen diri yang baik, saya dapat mengontrol gejala asma. Efikasi diri ini
diperkuat oleh pengalaman sukses menghindari serangan melalui teknik relaksasi,
olahraga ringan, dan diet sehat.
D.
HEALTH SEEKING BEHAVIOR (HSB) DALAM PRAKTIK
Konsep Health Seeking Behavior
merujuk pada proses pencarian bantuan atau intervensi ketika individu mengalami
gejala atau gangguan kesehatan. Proses ini melibatkan pengenalan gejala,
pencarian informasi, pengambilan keputusan, dan evaluasi hasil pengobatan.[4]
a.
Pengenalan Gejala
Gejala awal asma sering
disalahartikan sebagai batuk biasa atau masuk angin. Pengalaman saya
membuktikan bahwa pengetahuan yang terbatas dapat menunda pengobatan. Kesadaran
akan pentingnya diagnosis dini mendorong saya untuk memeriksakan diri ke
fasilitas kesehatan.
b.
Pencarian Informasi
Dalam masyarakat modern, pencarian
informasi tidak hanya melalui dokter, tetapi juga internet, media sosial, dan
komunitas pasien. Saya mengikuti forum penderita asma, membaca jurnal
kesehatan, dan menonton edukasi kesehatan di YouTube untuk memperkaya pengetahuan
saya.
c.
Pilihan Pengobatan: Medis dan Non-Medis
Saya menjalani terapi inhaler
sebagai standar medis, disertai kontrol berkala ke dokter paru. Di sisi lain,
saya juga mencoba pengobatan alternatif seperti bekam, minum herbal (madu,
jahe, daun saga), serta terapi spiritual seperti ruqyah. Pendekatan ini
mencerminkan integrasi antara ilmu pengetahuan dan kepercayaan budaya-religius.
d.
Evaluasi dan Penyesuaian
Saya mengevaluasi efektivitas
pengobatan secara berkala. Jika dalam satu bulan frekuensi serangan berkurang,
saya anggap terapi berhasil. Namun bila gejala memburuk, saya segera mengubah
pendekatan atau berkonsultasi ulang ke dokter spesialis.
E.
DIMENSI SOSIAL-BUDAYA DAN SPIRITUALITAS
Dalam masyarakat Indonesia, aspek
budaya dan spiritual memiliki peran penting dalam pemaknaan penyakit. Banyak
penderita mengaitkan sakit dengan gangguan spiritual atau ujian dari Tuhan.
Dalam pengalaman saya, pendekatan spiritual—seperti memperbanyak ibadah, doa,
dan ruqyah—memberikan ketenangan batin yang secara psikologis membantu
pemulihan.
Aspek sosial juga tidak bisa
diabaikan. Dukungan keluarga, teman kerja, dan komunitas sangat penting dalam
meningkatkan efikasi diri dan semangat hidup. Saya mendapatkan motivasi
tambahan ketika melihat sesama penderita berhasil menjalani hidup aktif meski
dengan kondisi kronis.
F.
ANALISIS
Dari uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa paradigma sehat, sakit di masyarakat modern sangat
dipengaruhi oleh kompleksitas psikososial dan budaya. HBM memberikan kerangka
untuk memahami bagaimana persepsi individu membentuk perilaku kesehatannya,
sementara HSB menjelaskan langkah konkret dalam pencarian bantuan. Keduanya
saling melengkapi dalam menjelaskan dinamika perilaku kesehatan masyarakat
kontemporer.
Integrasi pendekatan medis dan
non-medis, sebagaimana dilakukan oleh banyak individu termasuk saya sendiri,
mencerminkan pluralisme medis yang semakin kuat di era modern. Hal ini menuntut
tenaga kesehatan untuk lebih inklusif, tidak hanya fokus pada terapi klinis,
tetapi juga mempertimbangkan aspek sosial, budaya, dan spiritual dalam
pelayanan.
G.
KESIMPULAN
Pengalaman pribadi sebagai penderita
asma menunjukkan bahwa sakit bukan hanya kondisi biologis, tetapi juga fenomena
psikososial dan spiritual. Dengan menggunakan pendekatan Health Belief Model
dan Health Seeking Behavior, dapat dipahami bahwa keputusan individu dalam
menghadapi penyakit sangat dipengaruhi oleh persepsi, pengalaman, dan
nilai-nilai budaya yang dianut. Oleh karena itu, pelayanan kesehatan masa kini
harus bersifat holistik dan kontekstual, agar mampu menjawab kebutuhan
masyarakat secara komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
World Health Organization (WHO). (2023). Asthma.
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/asthma
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Laporan Nasional
Riskesdas 2018. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Becker, M.H., & Rosenstock, I.M. (1974). The Health Belief
Model and Personal Health Behavior. Health Education Monographs, 2(4), 324–508.
MacKian, S. (2003). A Review of Health Seeking Behaviour: Problems
and Prospects. University of Manchester.
[1] World Health Organization (WHO). (2023). Asthma.
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/asthma
[2] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Laporan Nasional
Riskesdas 2018. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
[3] Becker, M.H., & Rosenstock, I.M. (1974). The Health Belief
Model and Personal Health Behavior. Health Education Monographs, 2(4), 324–508.
[4] MacKian, S. (2003). A Review of Health Seeking Behaviour: Problems
and Prospects. University of Manchester.
No comments:
Post a Comment