8/31/18

QAIDAH - QAIDAH USHUL FIQIH (12)

تَقْرِيْرُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Taqrir = mengakui, membenarkan, menetapkan.
Taqrir Nabi SAW itu ditujukan kepada dua perkara, yaitu :
1.      Nabi SAW membenarkan (tidak menegur) omongan sahabat yang Beliau sendiri mendengarnya, atau yang disampaikan orang kepada Beliau.
2.      Nabi SAW membenarkan perbuatan sahabat yang beliau sendiri melihatnya, atau yang disampaikan orang kepada Beliau.
MAKSUDNYA :
Omongan shahabat yang Rasulullah dengar sendiri atau orang lain menyampaikannya kepada Beliau, dan perbuatan shahabat yang Rasulullah dengar sendiri atau orang lain menyampaikannya kepada Beliau, lalu Beliau diamkan semua itu serta tidak menegurnya, dinamakan TAQRIR.
1.      Taqrir Omongan Menjadi Sabdah Nabi
Bilamana Nabi SAW mentaqrir sesuatu omongan shahabat, itu menjadi seperti sabdah Nabi SAW :
عَنْ سِمَاكِ بْنِ حَرْبٍ قَالَ قُلْتُ لِجَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ كُنْتَ تُجَالِسُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نَعَمْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّى الْفَجْرَ جَلَسَ فِي مُصَلَّاهُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ فَيَتَحَدَّثُ أَصْحَابُهُ يَذْكُرُونَ حَدِيثَ الْجَاهِلِيَّةِ وَيُنْشِدُونَ الشِّعْرَ وَيَضْحَكُونَ وَيَتَبَسَّمُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Dari Simak bin Harb dia berkata; "Aku pernah bertanya kepada Jabir bin Samurah, 'Apakah engkau pernah duduk bersama Rasulullah Shallallahu 'Alahi Wa Sallam? ' Ia menjawab, 'Ya. Bila Rasulullah Shallallahu 'Alahi Wa Sallam shalat fajar, maka beliau duduk ditempat shalatnya hingga matahari terbit. Para sahabat bercerita tentang cerita-cerita jahiliyah, membacakan syair, dan tertawa, sedangkan Rasulullah Shallallahu 'Alahi Wa Sallam hanya tersenyum.” {Nasa’i}
Oleh karena Nabi SAW tidak melarang syi’ir dan cerita yang diucapkan para sahabat, maka itu menjadi sebagai sabdah beliau. Artinya “seolah – olah Nabi yang mengucapkan”
Tiap – tiap sabdah Nabi, boleh kita ucapkan dan sampaikan (amalkan)
Jadi, tidak terlarang kita menyebut syi’ir atau cerita[1]

2.      Taqrir Perbuatan, Menjadi Fi’il Nabi
Kalau Nabi SAW mentaqrir sesuatu perbuatan shahabat, maka kelakuan itu menjadi sebagai fi’il Beliau.
Contohnya seperti :
عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ غُرُوبِ الشَّمْسِ قَبْلَ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ فَقُلْتُ لَهُ أَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّاهُمَا قَالَ كَانَ يَرَانَا نُصَلِّيهِمَا فَلَمْ يَأْمُرْنَا وَلَمْ يَنْهَنَا
pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kami biasa menunaikan dua raka'at setelah terbenamnya matahari dan sebelum shalat Maghrib." Saya bertanya lagi padanya, "Apakah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah melakukannya?" Ia menjawab, "Beliau melihat kami melakukannya, namun beliau tidak memerintahkan kami dan tidak pula melarang.” {Muslim}

KETERANGAN :
Karena Nabi SAW tidak melarang apa yang dilakukan para shahabat dihadapan Beliau, maka dianggap sebagai perbuatan Nabi SAW sendiri.
Tiap – tiap perbuatan Nabi SAW yang berkenaan dengan Ibadah, seperti Shalat tersebut, pada asalnya wajib kita kerjakan.
Tetapi kita telah mengetahui, bahwa shalat yang wajib itu hanya 5x sehari, maka shalat sebelum maghrib itu, dihukumi “Sunnah”
Jadi, sebelum mengerjakan shalat maghrib, Sunnah mengerjakan shalat 2 rakaat.




[1] Syi’ir dan cerita ini, tentulah yang sopan, sebab tidak mungkin Nabi membiarkan sesuatu yang tidak senonoh

No comments:


TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA<><><><><>Semoga Kehadiran Kami Bermanfaat Bagi Kita Bersama
banner