BAB IV
SEJARAH SINGKAT SHAHABAT YANG BANYAK MERIWAYATKAN HADITS DAN PENTAKHRIJ HADITS
A. Riwayat tokoh-tokoh Rijalul Hadits dari kalangan sahabat
1. Abu Hurairah
Abu Hurairah ialah Abdur Rahman ibn Sakhr (Abdulah ibn Skhr) Ad Dausy At Tamimy.
Para
ahli sejarah berbeda-beda pendapat mengenai nama beliau ini. Demikian
pula tentang nama ayahnya. Beliau sendiri menerangkan, bahwa di masa
jahiliyah beliau bernama Abu Syam. Setelah memeluk Islam, beliau diberi
nama oleh Nabi dengan Abdur Rahman atau Abdullah, ibunya bernama
Maimunah, yang memeluk Islam berkat seruan Nabi.
Beliau lahir tahun 21 sebelum Hijrah = tahun 602 M.
Abu
Hurairah datang ke Madinah pada tahun Khaibar yakni pada bulan Muharram
tahun 7 H, lalu memeluk nama Islam. Setelah beliau memeluk Islam,
beliau tetap beserta Nabi dan menjadi ketua Jama'ah Ahlus Suffah. Karena
inilah beliau mendengar hadits dari Nabi.
Menurut pentahqikan Baqy
ibn Makhlad, seperti yang dikutib oleh Ibn Dausy, beliau meriwayatkan
hadits sejumlah 5374 hadits, menurut Al Kirmany 5364. Dari jumlah
tersebut, 325 hadits disepakati oleh Bukhary dan Muslim. Bukhary sendiri
meriwayatkan 93 hadits dan Muslim sendiri sejumlah 189 hadits.
Abu
Hurairah meriwayatkan hadits dari Nabi sendiri, dan dari shahabi, di
antaranya ialah Abu Bakr, 'Umar, Al Fadlel ibn 'Abbas ibn 'Abdil
Munththalib, 'Ubay ibn Ka'ab, Usamah ibn Zaid, 'Aisyah.
Hadits-haditsnya banyak diriwayat oleh Sahabat dan Tabi’in.
Di antara para sahabat Wah lbnu Abbas, Ibnu 'Umar, Anas, Watsilah ibn Al Asqa', Jabir ibn 'Abdullah Al Anshary.
Di
antara para thabi'in besar, ialah: Marwan ibn Al Hakam, Said ibn Al
Musaiyab, 'Urwah ibn Az Zubair, Sulaiman Al. Asyja'y Al Aghr, Abu
Muslim, Syuraih ibn Hani', Sulaiman ibn Yasr, 'Abdullah ibn Syaqiq,
Hamdlalah Al Aslamy, Tsabit ibn Iyadl, Sa'id ibn 'Amr ibn Sa'id Al 'Asy,
Abu Al Habbab,Sa'id ibn Yassar, Muhammad ibn Sirrin, 'Abdur Rahman ibn
Sa'ad, Abdullah ibn'Uqbab ibn Masud, Atha ibn Abi Rabah, Atha ibn
Yassar.
Lebih dari 800 perawi menerima hadits dari beliau.
Kata Asy Syafi'y, "Abu Hurairah adalah orang yang paling banyak menghafal hadits di masanya."
Tersebut
dalam Ash Shahih, bahwa Abu Hurairah berkata, "Ya Rasulullah, saya
mendengar dari tuan banyak hadits, tetapi saya banyak lupa. Mendengar
itu Nabi bersabda, "Hamparkan selimutmu". Maka Nabi mengambil kain itu
dengan tangannya. Kemudian Nabi berkata, "Berselimutlah!" Selanjutnya
Abu Hurairah berkata, "Maka saya pun berselimut. Setelah itu saya tidak
pernah lupa sesuatu yang saya dengan dari Nabi." Abu Hurairah adalah
orang yang pertama di antara tujuh sahabat yang banyak meriwayatkan
hadits.
Al Hafidl ibn Hajar telah menerangkan keistimewaan Abu Hurairah dalam kitabnya Al Ishabah.
Abu
Hurairah pemah menjadi gubernur Madinah, dan pada masa pemerintahan
umar, beliau diangkat menjadi gubernur di Bahrain, kemudian beliau
diberhentikan.
Beliau meninggal di Madinah pada tahun 59 H = 679 M.
2. Abdullah ibn Umar
Abdullah
ibn Umar ialah Abu Abdur Rahman 'Abdullah ibn 'Umar ibn Al Khaththab Al
Quraisyi Al Adawy, seorang sahabat Rasulullah yang terkemuka dalam
lapangan ilmu dan aural.
Abdullah dilahirkan di Makkah pada tahun 10 s.H = 618 M.
Dalam
usia 10 tahun Beliau berhijrah Madinah beserta ayahnya. Ada yang
menyatakan ketika berusia 13 tahun. Beliau adalah saudara kandung dari
Hafshah, permaisuri Rasul. 'Abdullah dapat menyaksikan peperangan
Khandak. Bai'atul Ridlwan dan peperangan-peperangan yang sesudahnya.
Beliau adalah seorang dari empat 'abadilah.
'Abdullah meriwayatkan sejumlah 2630 hadits.
Sejumlah
1700 di antaranya disepakati oleh Bukhary dan Muslim. Bukhary sendiri
meriwayatkan 81 dan Muslim sendiri meriwayatkan 31 hadits.
Beliau
menerima hadits dari Nabi sendiri dan dari sahabat. Di antaranya ialah
ayahnya sendiri Umar, pamannya Zaid, saudara kandungnya Hafshah, Abu
Bala, Utsman, Ali, Bilal, Ibnu Mas'ud, Abu Dzar dan Mu'adz.
Hadits-haditsnya banyak diriwayatkan oleh sahabat dan tabi'ip.
Di antara para sahabat ialah Jabir dan Ibnu Abbas, putera-putera beliau sendiri yaitu Salim, 'Abdullah, Hamzah, Bilal dan Zaid.
Di
antara tabi'in ialah Nafi, Said ibn Al Musaiyab, Alqamah ibn Waqqash Al
Laitsy, Abu Abdur Rahman Al Qahry Masruq, Abdur Rahman ibn Abi Laila,
Mus'ab ibn Sa'ad ibn Abi Waqqash, Urwah ibn Az Zubair.
Di antara para
mawaly ialah 'Abdullah ibn Dinar Al Adawy, Musa ibn 'Uqbail Atha' ibn
Abi Rabah, Thariq ibn'Amral Amawy, Mujahid ibn Ja'far, Ibn Sirrin,
Muhammad Abu Bakr Al Bishry Al Hasan ibn Abi Hasan Al Bishry, Shafwan
ibn Sulaiman, Az Zuhry.
Menurut Malik, "Selama 60 tahun sesudah Nabi wafat ibn Umar memberi fatwa dan meriwayatkan hadits."
Ibn
Al Bakr mengatakan, "Ibnu 'Umar menghafal semua yang didengar dari
Rasul dan bertanya kepada orang-orang yang menghadiri majlis-majlis
Rasul tentang tutur dan perbuatan Rasul.
'Abdullah ibn 'Umar adalah orang yang kedua antara 7 sahabat yang banyak meriwayatkan hadits.
Beliau
tidak mau campur tangan atas segala rupa fitnah yang terjadi di
masanya. Dalam kalangan sahabat beliau terkenal sebagai orang yang
sangat meneladani segala gerak-gerik Rasul.
"Abdullah ibn 'Umar wafat di Makkah pada tahun 73 H = 693 H.
3. Anas Ibn Malik
Anas
ibn Malik ialah Abu Tsumamah (Abu Hamzah) Anas ibn Malik ibn Nadler ibn
Dlamdlam Al Najjary Al Anshary, seorang sahabat yang tetap selalu
meladeni Rasulullah selama 10 tahun.
Anas dilahirkan di Madinah pada
tahun 10 s. H = 612 M, setelah Rasul tibadi Madinah, Ibunya menyerahkan
Anas kepada Rasul untuk menjadi khadam Rasul. Setelah Rasul wafat, Anas
pindah ke Bashrah sampai akhir hayatnya.
Beliau meriwayatkan sejumlah
2276 atau 2236 hadits. Sejumlah 166 hadits disepakati oleh Bukhary
Muslim, 93 di antaranya diriwayatkan oleh Bukhary sendiri dan 70
diriwayatkan oleh Muslim sendiri.
Anas menerima hadits dari Nabi sendiri dan dari banyak sahabat.
Diantaranya
ialah: Abu Bakar, Umar, 'Utsman, 'Abdullah ibn Rahawah, Fathimah Az
Zahra, Tsabit ibn Qais, Abdur Rahman ibn'Auf, ibnu Mas'ud, Abu Dzar,
Malik ibn Shasha'ah, Mu'adz ibn Jabal, 'Ubadah ibn Shamit dari ibunya
sendiri Ummu Sulaim dan saudara-saudara ibunya Ummu Hiram, dan Ummu
Fadlel.
Hadits-haditsnya diriwayatkan oleh anak-anaknya, yaitu Musa An Nadir dan Abu Bakr.
Di
antara tabi'in yang meriwayatkan haditsnya ialah: Al Hasanu Bishry,
Sulaim at Tamimy, Abu Qilabah, 'Abdul'Aziz ibn Suhaib, Ishaq ibn Abi
Thalhah, Abu Bakr ibn'Abdur Rahman, 'Abdullah Al Muzany, Qatadah, Tsabit
Al Bana'iy, Humaid At Thawil, Al Ja'ad Abul 'Utsman, Muhammad ibn
Sirrin, Anas ibn Sirrin, Az Zuhry, Yahya ibn Sa'id Al Anshary, Sa'id ibn
Jubair.
Qatadah mengatakan, bahwa di hari Anas wafat, Muwarrid berkata, "Pada had ini telah lenyap seperdua ilmu."
Anas ibn Malik adalah orang ketiga di antara tujuh sahabat yang banyak meriwayatkan hadits.
Beliau wafat di Bashrah pada tahun 93 H 912 M, dalam usia 100 tahun.
4. 'Aisyah Ash Shiddiqiah
'Aisyah Ash Shiddiqiah ialah Aisyah binti Abi Bakr Ash Shiddieq.
Ibunda beliau bernama Ummu Ruman binti 'Amr ibn Umaimir Al Kinaniyah.
'Aisyah dilahirkan sesudah Nabi di bangkit menjadi Rasul.
Menurut
riwayat yang masyhur Nabi mengawini beliau di Makkah di waktu beliau
berusia enam tahun, sesudah sebulan Nabi kawin dengan Saudah, yaitu tiga
tahun sebelum hijrah. Pada bulan Syawal sesudah 8 bulan Nabi berhijrah
ke Madinah di kala itu 'Aisyah berusia 9 tahun, baru Nabi berumah tangga
dengan beliau. Di kala Nabi wafat, beliau baru berusia 13 tahun.
Beliau
meriwayatkan 2210 hadits. Bukhary Muslim menyepakati sejumlah 174
hadits. Bukhary sendiri meriwayatkan 64 hadits dan Muslim sendiri
meriwayatkan 63 hadits.
Beliau menerima hadits dari Nabi sendiri dan
dari para sahabat. Di antaranya ialah ayahanda beliau sendiri, Umar
Hamzah ibn Al Aslamy, Sa'ad ibn Abi Waqqash, Fathimah az Zahra.
Hadits-haditsnya diriwayatkan oleh banyak sahabat dan tabi'in.
Di
antara para sahabat tersebut ialah: 'Amr ibn 'Ash, Abu Musa Al Asy'ary,
Zaid ibn Khalib Al Juhany, Abu Hurairah, 'Ibnu'Umar, Rabi'ah ibn Abbas,
saudaranya sendiri Ummu Kaltsum bint Abi Bakr, saudara sesusuannya 'Auf
ibn al Harits dan anak saudaranya Al Khisim ibn Muhammad.
Di antara
para tabi’in ialah: Sayid ibn al Musaiyab 'Abdullah ibn 'Amr ibn
Rabi'ah, Urwah, Asy Sarby' Atha, Mujahid, Mu'adzah al 'Adawiyah, Nafi'
Maula ibn 'Umar.
Asy Syaby berkata, "Apabila Masruq meriwayatkan
hadits dari 'Aisyah beliau berkata, kepadaku diceritakan oleh Shiddiqiah
binti As Shiddiq, habibah habibillah."
Banyak para sahabat dan tabi'in menerima berbagai macam hukum dari beliau.
Pernah orang mengatakan, bahwa seperempat hukum syari'at diperoleh dari beliau.
Hisyam
Ibn ‘Urwah mengatakan., "Aku tidak melihat seseorang yang mengetahui
tentang Fiqh, obat-obatan dan syi'ir Arab selain 'Aisyah."
'Atha' berkata, "'Aisyah adalah sepandai-pandai ulama."
Menurut
Az Zuhry, jika dibandingkan ilmu yang dimiliki oleh 'A,isyah dengan
seluruh ilmu yang dipunyai oleh permaisuri-permaisuri Rasul yang lain
dan ilmu para sahabat, maka ilmu yang dimiliki oleh 'Aisyah masih lebih
unggul.
Ulama-ulama sahabat bertanya kepada 'Aisyah tentang soal-soal fara'idl.
'Aisyah adalah orang yang keempat di antara tujuh orang sahabat yang banyak meriwayatkan hadits.
Beliau wafat pada bulan Ramadlan sesudah melakukan shalat whir pada tahun 57 atau 58 H = 668 M.
5. Abdullah ibn Abbas
Abdulllah ibn Abbas ialahAbul 'Abbas ibn Abbas ibn 'Abdil Muththolib, seorang putera paman Rasulullah.
lbundanya bernama Ummu Fadlel Lubabah Al Qubra binti Al Harts Al Hilaliyah, saudara perempuan Maimunah permaisuri Rasul.
Beliau
dilahirkan di Makkah ketika Bani Hasyim berada di Syi'ib, 3 atau 5
tahun sebelum hijrah. Di kala Rasul wafat beliau barn berusia 13 atau 15
tahun.
Beliau meriwayatkan sejumlah 1660 hadits. Bukhary dan Muslim
menyepakati sejumlah 95 hadits, 29 buah di antaranya diriwayatkan oleh
Bukhary sendiri dan 49 buah diriwayatkan oleh Muslim sendiri.
Beliau menerima hadits dari Nabi dan dari para sahabat.
Di
antara para sahabat ialah, ayahandanya, bundanya, saudaranya Al
Fadliel, makciknya Maimunah, Abu Bakr, 'Umar, 'Utsman, 'Ali, 'Abdur
Rahman ibn'Auf, Mu'adz ibn Jabal, Abu Dzar, Ubay ibn Ka'ab, Abu Hurairah
dan lain-lain.
Hadits-hadits yang diriwayatkan oleh putra-putranya,
yaitu, 'Ali dan Muhammad cucunya Muhammad ibn 'Aly, saudaranya Katsir
ibn Abbas.
Di antara para sahabat yang meriwayatkan hadits beliau
ialah, 'Abdullah ibn 'Umar ibn Khaththab, Tsa'labah ibn al Hakam, Abul
Thufail dan lain-lain.
Di antara para tabfin ialah, Abu Umamah ibn
Sahal, Said ibn Musayyab, 'Abdullah ibn Harts ibn Naufal, Abu Salamah
ibn Abdur Rahman ibn 'Auf, Abu Raja'. Abdullah ibn 'Abdullah ibn 'Utbah
ibn Abi Waqqash, Ikrimah, Atha, Sa'id ibn Jubair, Sa'id ibn Abil Hasan
al Bishry dan Sa'id ibn Yatsar.
Banyak sekali laqab-laqab Ibn Abbas ini.
Beliau bergelar Al Hijr dan Al Bahr, karena sangat luas ilmunya.
Ibnu
'Umar berkata, "Ibnu 'Abbas adalah orang yang paling mengetahui tantang
apa yang diturunkan kepada Muhammad SAW. di antara orang¬-orang yang
masih tinggal."
Menurut Masruq, "Apabila beliau melihat Ibnu 'Abbas,
beliau mengatakan bahwa Ibnu 'Abbas adalah orang yang paling gagah,
apabila ia berbicara, beliau mengatakan, Ibnu 'Abbaslah orang yang
paling fasih lidahnya dan apabila ia meriwayatkan hadits beliau
mengatakan, bahwa Ibnu 'Abbas adalah orang yang paling alim."
Kata
'Amr ibn Dinar, "Aku belum pernah melihat suatu majlis yang mengumpulkan
semua kebajikan selain dari majlis Ibnu 'Abbas. Majlisnya menerangkan
hukum halal dan haram, kesusasteraan Arab dan syair."
Beliau wafat di Thaif pada tahun 68 H = 687 M dalam usia 71 tahun. Jenazahnya disembahyangkan oleh Muhammad ibn Hanafrah.
B. Sejarah sinhkat enam perawi hadits
1. Imam Bukhari
Tokoh
Islam penghimpun dan penyusun hadith itu banyak, dan yang lebih
terkenal di antaranya seperti yang disebut diatas. Adapun urutan pertama
yang paling terkenal diantara enam tokoh tersebut di atas adalah
Amirul-Mu'minin fil-Hadith (pemimpin orang mukmin dalam hadith), suatu
gelar ahli hadith tertinggi. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah
Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn al-Mughirah ibn Bardizbah. Abu
Abdullah Muhammad ibn Ismail, terkenal kemudian sebagai Imam Bukhari,
lahir di Bukhara pada 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M), cucu seorang
Persia bernama Bardizbah. Kakeknya, Bardizbah, adalah pemeluk Majusi,
agama kaumnya. Kemudian putranya, al-Mughirah, memeluk Islam di bawah
bimbingan al-Yaman al Ja'fi, gubernur Bukhara. Pada masa itu Wala
dinisbahkan kepadanya. Kerana itulah ia dikatakan "al-Mughirah al-Jafi."
Ayah
Bukhari disamping sebagai orang berilmu, ia juga sangat wara'
(menghindari yang subhat/meragukan dan haram) dan taqwa. Diceritakan,
bahawa ketika menjelang wafatnya, ia berkata: "Dalam harta yang kumiliki
tidak terdapat sedikitpun wang yang haram maupun yang subhat." Dengan
demikian, jelaslah bahawa Bukhari hidup dan terlahir dalam lingkungan
keluarga yang berilmu, taat beragama dan wara'. Tidak hairan jika ia
lahir dan mewarisi sifat-sifat mulia dari ayahnya itu.
Ia dilahirkan
di Bukhara setelah salat Jum'at. Tak lama setelah bayi yang baru lahr
itu membuka matanya, iapun kehilangan penglihatannya. Ayahnya sangat
bersedih hati. Ibunya yang saleh menagis dan selalu berdo'a ke hadapan
Tuhan, memohon agar bayinya bisa melihat. Kemudian dalam tidurnya
perempuan itu bermimpi didatangi Nabi Ibrahim yang berkata:
"Wahai
ibu, Allah telah menyembuhkan penyakit putramu dan kini ia sudah dapat
melihat kembali, semua itu berkat do'amu yang tiada henti-hentinya."
Ketika
ia terbangun, penglihatan bayinya sudah normal. Ayahnya meninggal di
waktu dia masih kecil dan meninggalkan banyak harta yang memungkinkan ia
hidup dalam pertumbuhan dan perkembangan yang baik. Dia dirawat dan
dididik oleh ibunya dengan tekun dan penuh perhatian.
Keunggulan dan
kejeniusan Bukhari sudah nampak semenjak masih kecil. Allah
menganugerahkan kepadanya hati yang cerdas, pikiran yang tajam dan daya
hafalan yang sangat kuat, teristimewa dalam menghafal hadith. Ketika
berusia 10 tahun, ia sudah banyak menghafal hadith. Pada usia 16 tahun
ia bersama ibu dan abang sulungnya mengunjungi berbagai kota suci.
Kemudian ia banyak menemui para ulama dan tokoh-tokoh negerinya untuk
memperoleh dan belajar hadith, bertukar pikiran dan berdiskusi dengan
mereka. Dalam usia 16 tahun, ia sudah hafal kitab sunan Ibn Mubarak dan
Waki, juga mengetahui pendapat-pendapat ahli ra'yi (penganut faham
rasional), dasar-dasar dan mazhabnya.
Rasyid ibn Ismail, abangnya
yang tertua menuturkan, pernah Bukhari muda dan beberpa murid lainnya
mengikuti kuliah dan ceramah cendekiawan Balkh. Tidak seperti murid
lainnya, Bukhari tidak pernah membuat catatan kuliah. Ia dicela membuang
waktu dengan percuma kerana tidak mencatat. Bukhari diam tidak
menjawab. Pada suatu hari, kerana merasa kesal terhadap celaan yang
terus-menerus itu, Bukhari meminta kawan-kawannya membawa catatan
mereka. Tercenganglah mereka semua kerana Bukhari ternyata hapal di luar
kepala 15.000 haddits, lengkap terinci dengan keterangan yang tidak
sempat mereka catat.
Pengembaraannya
Tahun 210 H, Bukhari
berangkat menuju Baitullah untuk menunaikan ibadah haji, disertai ibu
dan saudaranya, Ahmad. Saudaranya yang lebih tua ini kemudian pulang
kembali ke Bukhara, sedang dia sendiri memilih Mekah sebagai tempat
tinggalnya. Mekah merupakan salah satu pusat ilmu yang penting di Hijaz.
Sewaktu-waktu ia pergi ke Madinah. Di kedua tanah suci itulah ia
menulis sebahagian karya-karyanya dan menyusun dasar-dasar kitab
Al-Jami'as-Shahih dan pendahuluannya.
Ia menulis Tarikh Kabir-nya di
dekat makam Nabi s.a.w. dan banyak menulis pada waktu malam hari yang
terang bulan. Sementara itu ketiga buku tarikhnya, As-Sagir, Al-Awsat
dan Al-Kabir, muncul dari kemampuannya yang tinggi mengenai pengetahuan
terhadap tokoh-tokoh dan kepandaiannya bemberikan kritik, sehingga ia
pernah berkata bahawa sedikit sekali nama-nama yang disebutkan dalam
tarikh yang tidak ia ketahui kisahnya.
Kemudian ia pun memulai studi
perjalanan dunia Islam selama 16 tahun. Dalam perjalanannya ke berbagai
negeri, hampir semua negeri Islam telah ia kunjungi sampai ke seluruh
Asia Barat. Diceritakan bahawa ia pernah berkata: "Saya telah
mengunjungi Syam, Mesir, dan Jazirah masing-masing dua kali, ke basrah
empat kali, menetap di Hijaz (Mekah dan Madinah) selama enam tahun dan
tak dapat dihitung lagi berapa kali saya mengunjungi Kufah dan Baghdad
untuk menemui ulama-ulama ahli hadith."
Pada waktu itu, Baghdad
adalah ibu kota negara yang merupakan gudang ilmu dan ulama. Di negeri
itu, ia sering menemui Imam Ahmad bin Hambal dan tidak jarang ia
mengajaknya untuk menetap di negeri tersebut dan mencelanya kerana
menetap di negeri Khurasan.
Dalam setiap perjalanannya yang
melelahkan itu, Imam Bukhari senantiasa menghimpun hadith-hadith dan
ilmu pengetahuan dan mencatatnya sekaligus. Di tengah malam yang sunyi,
ia bangun dari tidurnya, menyalakan lampu dan menulis setiap masalah
yang terlintas di hatinya, setelah itu lampu di padamkan kembali.
Perbutan ini ia lakukan hampir 20 kali setiap malamnya. Ia merawi hadith
dari 80.000 perawi, dan berkat ingatannya yang memang super jenius, ia
dapat menghapal hadith sebanyak itu lengkap dengan sumbernya.
Kemasyhuran Imam Bukhari
Kemasyhuran
Imam Bukhari segera mencapai bahagian dunia Islam yang jauh, dan ke
mana pun ia pergi selalu di alu-alukan. Masyarakat hairan dan kagum akan
ingatannya yang luar biasa. Pada tahun 250 H. Imam Bukhari mengunjungi
Naisabur. Kedatangannya disambut gembira oleh para penduduk, juga oleh
gurunya, az-Zihli dan para ulama lainnya.
Imam Muslim bin
al-Hajjaj, pengarang kitab as-Shahih Muslim menceritakan: "Ketika
Muhammad bin Ismail datang ke Naisabur, aku tidak pernah melihat seorang
kepala daerah, para ulama dan penduduk Naisabur memberikan sambutan
seperti apa yang mereka berikan kepadanya." Mereka menyambut
kedatangannya dari luar kota sejauh dua atau tiga marhalah (± 100 km),
sampai-sampai Muhammad bin Yahya az-Zihli berkata: "Barang siapa hendak
menyambut kedatangan Muhammad bin Ismail besok pagi, lakukanlah, sebab
aku sendiri akan ikut menyambutnya. Esok paginya Muhammad bin Yahya
az-Zihli, sebahagian ulama dan penduduk Naisabur menyongsong kedatangan
Imam Bukhari, ia pun lalu memasuki negeri itu dan menetap di daerah
perkampungan orang-orang Bukhara. Selama menetap di negeri itu, ia
mengajarkan hadith secara tetap. Sementara itu, az-zihli pun berpesan
kepada para penduduk agar menghadiri dan mengikuti pengajian yang
diberikannya. Ia berkata: "Pergilah kalian kepada orang alim yang saleh
itu, ikuti dan dengarkan pengajiannya."
Imam Bukhari Difitnah
Tak
lama kemudian terjadi fitnah terhadap Imam bukhari atas perbuatan
orang-orang yang iri dengki. Mereka meniupkan tuduhannya kepada Imam
Bukhari sebagai orang yang berpendapat bahawa "Al-Qur'an adalah
makhluk." Hal inilah yang menimbulkan kebencian dan kemarahan gurunya,
az-Zihli kepadanya, sehingga ia berkata: "Barang siapa berpendapat
lafaz-lafaz Al-Qur'an adalah makhluk, maka ia adalah ahli bid’ahh. Ia
tidak boleh diajak bicara dan majlisnya tidak boleh di datangi. Dan
barang siapa masih mengunjungi majlisnya, curigailah dia." Setelah
adanya ultimatum tersebut, orang-orang mulai menjauhinya.
Pada
hakikatnya, Imam Bukhari terlepas dari fitnah yang dituduhkan kepadanya
itu. Diceritakan, seorang berdiri dan mengajukan pertanyaan kepadanya:
"Bagaimana pendapat Anda tentang lafaz-lafaz Al-Qur'an, makhluk ataukah
bukan?" Bukhari berpaling dari orang itu dan tidak mau menjawab kendati
pertanyaan itu diajukan sampai tiga kali. Tetapi orang tersebut terus
mendesaknya, maka ia menjawab: "Al-Qur'an adalah kalam Allah, bukan
makhluk, sedangkan perbuatan manusia adalah makhluk dan fitnah merupakan
bid’ah." Yang dimaksud dengan perbuatan manusia adalah bacaan dan
ucapan mereka. Pendapat yang dikemukakan Imam Bukhari ini, yakni dengan
membedakan antara yang dibaca dengan bacaan, adalah pendapat yang
menjadi pegangan para ulama ahli tahqiq dan ulama salaf. Tetapi dengki
dan iri adalah buta dan tuli.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahawa
Bukhari perbah berkata: "Iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa
bertambah dan bisa berkurang. Al-Qur'an adalah kalam Allah, bukan
makhluk. Sahabat Rasulullah SAW. yang paling utama adalah Abu Bakar,
Umar, Usman kemudian Ali. Dengan berpegang pada keyakinan dan keimanan
inilah aku hidup, aku mati dan dibangkitkan di akhirat kelak, insya
Allah." Demikian juga ia pernah berkata: "Barang siapa menuduhku
berpendapat bahawa lafaz-lafaz Al-Qur'an adalah makhluk, ia adalah
pendusta."
Az-Zahli benar-benar telah murka kepadanya, sehingga ia
berkata: "Lelaki itu (Bukhari) tidak boleh tinggal bersamaku di negeri
ini." Oleh kerana Imam Bukhari berpendapat bahawa keluar dari negeri itu
lebih baik, demi menjaga dirinya, dengan hrapan agar fitnah yang
menimpanya itu dapat mereda, maka ia pun memutuskan untuk keluar dari
negeri tersebut.
Setelah keluar dari Naisabur, Imam Bukhari pulang ke
negerinya sendiri, Bukhara. Kedatangannya disambut meriah oleh seluruh
penduduk. Untuk keperluan itu, mereka mengadakan upacara besar-besaran,
mendirikan kemah-kemah sepanjang satu farsakh (± 8 km) dari luar kota
dan menabur-naburkan uang dirham dan dinar sebagai manifestasi
kegembiraan mereka. Selama beberapa tahun menetap di negerinya itu, ia
mengadakan majlis pengajian dan pengajaran hadith.
Tetapi kemudian
badai fitnah datang lagi. Kali ini badai itu datang dari penguasa
Bukhara sendiri, Khalid bin Ahmad az-Zihli, walaupun sebabnya timbul
dari sikap Imam Bukhari yang terlalu memuliakan ilmu yang dimlikinya.
Ketika itu, penguasa Bukhara, mengirimkan utusan kepada Imam Bukhari,
supaya ia mengirimkan kepadanya dua buah karangannya, al-Jami' al-Shahih
dan Tarikh. Imam Bukhari keberatan memenuhi permintaan itu. Ia hanya
berpesan kepada utusan itu agar disampaikan kepada Khalid, bahawa "Aku
tidak akan merendahkan ilmu dengan membawanya ke istana. Jika hal ini
tidak berkenan di hati tuan, tuan adalah penguasa, maka keluarkanlah
larangan supaya aku tidak mengadakan majlis pengajian. Dengan begitu,
aku mempunyai alas an di sisi Allah kelak pada hari kiamat, bahawa
sebenarnya aku tidak menyembunyikan ilmu." Mendapat jawaban seperti itu,
sang penguasa naik pitam, ia memerintahkan orang-orangnya agar
melancarkan hasutan yang dapat memojokkan Imam Bukhari. Dengan demikian
ia mempunyai alas an untuk mengusir Imam Bukhari. Tak lama kemudian Imam
Bukhari pun diusir dari negerinya sendiri, Bukhara.
Imam Bukhari,
kemudian mendo'akan tidak baik atas Khalid yang telah mengusirnya secara
tidak sah. Belum sebulan berlalu, Ibn Tahir memerintahkan agar Khalid
bin Ahmad dijatuhi hukuman, dipermalukan di depan umum dengan menungang
himar betina. Maka hidup sang penguasa yang dhalim kepada Imam Bukhari
itu berakhir dengan kehinaan dan dipenjara.
Kewafatannya
Imam
Bukhari tidak saja mencurahkan seluruh intelegensi dan daya ingatnnya
yang luar biasa itu pada karya tulisnya yang terpenting, Shahih Bukhari,
tetapi juga melaksanakan tugas itu dengan dedikasi dan kesalehan. Ia
selalu mandi dan berdo'a sebelum menulis buku itu. Sebahagian buku
tersebut ditulisnya di samping makan Nabi di Madinah.
Imam Durami,
guru Imam Bukhari, mengakui keluasan wawasan hadith muridnya ini: "Di
antara ciptaan Tuhan pada masanya, Imam Bukharilah agaknya yang paling
bijaksana."
Suatu ketika penduduk Samarkand mengirim surat kepada
Imam Bukhari yang isinya meminta ia supaya menetap di negeri mereka.
Maka kemudian ia pergi untuk memenuhi permohonan mereka. Ketika
perjalanannya sampai di Khartand, sebuah dsa kecil yang terletak dua
farsakh sebelum Samarkand, dan desa itu terdapat beberapa familinya, ia
pun singgah terlebih dahulu untuk mengunjungi mereka. Tetapi di desa itu
Imam Bukhari jatuh sakit hingga menemui ajalnya.
Ia wafat pada malam
Idul Fitri tahun 256 H. (31 Agustus 870 M), dalam usia 62 tahun kurang
13 hari. Sebelum meninggal dunia, ia berpesan bahawa jika meninggal
nanti jenazahnya agar dikafani tiga helai kain, tanpa baju dalam dan
tidak memakai sorban. Pesan itu dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat
setempat. Jenazahnya dikebumikan lepas dzuhur, hari raya Idul Fitri,
sesudah ia melewati perjalanan hidup panjang yang penuh dengan berbagai
amal yang mulia. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya.
Guru-gurunya
Pengembaraannya
ke berbagai negeri telah mempertemukan Imam Bukhari dengan guru-guru
yang berbobot dan dapat dipercaya, yang mencapai jumlah sangat banyak.
Diceritakan bahawa dia menyatakan: "Aku menulis hadith yang diterima
dari 1.080 orang guru, yang semuanya adalah ahli hadith dan berpendirian
bahawa iman adalah ucapan dan perbuatan." Di antara guru-guru besar itu
adalah Ali ibn al-Madini, Ahmad ibn Hanbal, Yahya ibn Ma'in, Muhammad
ibn Yusuf al-Faryabi, Maki ibn Ibrahim al-Bakhi, Muhammad ibn Yusuf
al-Baykandi dan Ibn Rahawaih. Guru-guru yang hadithnya diriwayatkan
dalam kitab Shahih-nya sebanyak 289 orang guru.
Murid-muridnya
Keluasan
ilmu beliau terdengar ke berbagai pelosok bumi ini sehingga tidak heran
jika begitu banyak penuntut ilmu yang mendatanginya untuk talaqqi ilmu.
Menurut Muhammad bin Yusuf Al Firabri jumlah murid yang mendengarkan
dan meriwayatkan dari beliau kitab shohih Bukhari berjumlah 90.000
orang.
Diantara murid beliau yang terkenal :
1. Abul Husain Muslim bin Hajjaj An Naisaburi (wafat 261 H); penyusun kitab Shahih Muslim
2.
Abu Isa Muhammad bin Isa Tirmidzi (wafat 279 H); penyusun kitab Jami’
atau Sunan Tirmidzi dan beliau salah seorang murid yang terdekat dengan
Imam Bukhari
3. Abu Abdirrahman Ahmad bin Syuaib An Nasaai (wafat 303 H); penyusun kitab Al Mujtaba’ atau Sunan Nasaai
4. Abu Muhammad Abdullah bin Abdirrahman Ad Darimi (wafat 255 H); penyusun kitab Sunan Darimi
5.
Abu Abdillah Muhammad bin Nashr Al Marwazi (wafat 294 H); faqih,
hafizh, imam dan penulis beberapa kitab yang bermanfaat seperti Ta’zhim
Qadri Ash Sholah dan Qiiyam Al Lail
6. Abu Hatim Muhammad bin Idris Al Hanzhali Ar Rozi (wafat 277 H); hafizh dan salah seorang ulama al jarh wa at ta’diel.
7. Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah (wafat 311 H); imamnya para imam dan penyusun kitab Shohih Ibn Khuzaimah
8.
Abu Ishaq Ibrahim bin Ishaq Al Harbi (wafat 285 H); salah seorang tokoh
ulama di zamannya yang digelari dengan Syaikhul Islam, Daraquthni
pernah mengatakan bahwa beliau disamakan dengan Imam Ahmad dari sisi
zuhud, ilmu dan wara’nya.
9. Muhammad bin Yusuf Al Firabri (wafat 330
H); salah seorang yang meriwayatkan shohih Bukhari dan riwayatnya
adalah riwayat yang paling dikenal
10. Abu Ishaq Ibrahim bin Ma’qil
An Nasafi (wafat 295 H); termasuk yang meriwayatkan shohih Bukhari
dengan sanadnya di negeri Maghrib
Keutamaan dan Keistimewaan Imam Bukhari
Kerana
kemasyhurannya sebagai seorang alim yang super jenius, sangat banyak
muridnya yang belajar dan mendengar langsung hadithnya dari dia. Tak
dapat dihitung dengan pasti berapa jumlah orang yang meriwayatkan hadith
dari Imam Bukhari, sehingga ada yang berpendapat bahawa kitab Shahih
Bukhari didengar secara langsung dari dia oleh sembilan puluh ribu
(90.000) orang (Muqaddimah Fathul-Bari, jilid 22, hal. 204). Di antara
sekian banyak muridnya yang paling menonjol adalah Muslim bin al-Hajjaj,
Tirmidzi, Nasa'i, Ibn Khuzaimah, Ibn Abu Dawud, Muhammad bin Yusuf
al-Firabri, Ibrahim bin Ma'qil al-Nasafi, Hammad bin Syakr al-Nasawi dan
Mansur bin Muhammad al-Bazdawi. Empat orang yang terakhir ini merupakan
yang paling masyhur sebagai perawi kitab Shahih Bukhari.
Dalam
bidang kekuatan hafalan, ketazaman pikiran dan pengetahuan para perawi
hadith, juga dalam bidang ilat-ilat hadith, Imam Bukhari merupakan salah
satu tanda kekuasaan (ayat) dan kebesaran Allah di muka bumi ini. Allah
telah mempercayakan kepada Bukhari dan para pemuka dan penghimpun
hadith lainnya, untuk menghafal dan menjaga sunah-sunah Nabi kita
Muhammad SAW. Diriwayatkan, bahawa Imam Bukhari berkata: "Saya hafal
hadith di luar kepala sebanyak 100.000 buah hadith shahih, dan 200.000
hadith yang tidak shahih."
Mengenai kejeniusan Imam Bukhari dapat
dibuktikan pada kisah berikut. Ketika ia tiba di Baghdad, ahli-ahli
hadith di sana berkumpul untuk menguji kemampuan dan kepintarannya.
Mereka mengambil 100 buah hadith, lalu mereka tukar-tukarkan sanad dan
matannya (diputar balikkan), matan hadith ini diberi sanad hadith lain
dan sanad hadith lain dinbuat untuk matan hadith yang lain pula. 10
orang ulama tampil dan masing-masing mengajukan pertanyaan sebanyak 10
pertanyaan tentang hadith yang telah diputarbalikkan tersebut. Orang
pertama tampil dengan mengajukan sepuluh buah hadith kepada Bukhari, dan
setiap orang itu selesai menyebutkan sebuah hadith, Imam Bukhari
menjawab dengan tegas: "Saya tidak tahu hadith yang Anda sebutkan ini."
Ia tetap memberikan jawaban serupa sampai kepada penanya yang ke
sepuluh, yang masing-masing mengajukan sepuluh pertanyaan. Di antara
hadirin yang tidak mengerti, memastikan bahawa Imam Bukhari tidak akan
mungkin mampu menjawab dengan benar pertanyaan-pertanyaan itu, sedangkan
para ulama berkata satu kepada yang lainnya: "Orang ini mengetahui apa
yang sebenarnya."
Setelah 10 orang semuanya selesai mengajukan semua
pertanyaannya yang jumlahnya 100 pertanyaan tadi, kemudian Imam Bukhari
melihat kepada penanya yang pertama dan berkata: "Hadith pertama yang
anda kemukakan isnadnya yang benar adalah begini; hadith kedua isnadnya
yang benar adalah beginii…"
Begitulah Imam Bukhari menjawab semua
pertanyaan satu demi satu hingga selesai menyebutkan sepuluh hadith.
Kemudian ia menoleh kepada penanya yang kedua, sampai menjawab dengan
selesai kemudian menoleh kepada penanya yang ketiga sampai menjawab
semua pertanyaan dengan selesai sampai pada penanya yang ke sepuluh
sampai selesai. Imam Bukhari menyebutkan satu persatu hadith-hadith yang
sebenarnya dengan cermat dan tidak ada satupun dan sedikitpun yang
salah dengan jawaban yang urut sesuai dengan sepuluh orang tadi
mengeluarkan urutan pertanyaanya. Maka para ulama Baghdad tidak dapat
berbuat lain, selain menyatakan kekagumannya kepada Imam Bukhari akan
kekuatan daya hafal dan kecemerlangan pikirannya, serta mengakuinya
sebagai "Imam" dalam bidang hadith.
Sebahagian hadirin memberikan
komentar terhadap "uji cuba kemampuan" yang menegangkan ini, ia berkata:
"Yang mengagumkan, bukanlah kerana Bukhari mampu memberikan jawaban
secara benar, tetapi yang benar-benar sangat mengagumkan ialah
kemampuannya dalam menyebutkan semua hadith yang sudah diputarbalikkan
itu secara berurutan persis seperti urutan yang dikemukakan oleh 10
orang penguji, padahal ia hanya mendengar pertanyaan-pertanyaan yang
banyak itu hanya satu kali."Jadi banyak pemirsa yang hairan dengan
kemampuan Imam Bukhari mengemukakan 100 buah hadith secara berurutan
seperti urutannya si penanya mengeluarkan pertanyaannya padahal beliau
hanya mendengarnya satu kali, ditambah lagi beliau membetulkan rawi-rawi
yang telah diputarbalikkan, ini sungguh luar biasa.
Imam Bukhari
pernah berkata: "Saya tidak pernah meriwayatkan sebuah hadith pun juga
yang diterima dari para sahabat dan tabi'in, melainkan saya mengetahui
tarikh kelahiran sebahagian besar mereka, hari wafat dan tempat
tinggalnya. Demikian juga saya tidak meriwayatkan hadith sahabat dan
tabi'in, yakni hadith-hadith mauquf, kecuali ada dasarnya yang kuketahui
dari Kitabullah dan sunah Rasulullah SAW."
Dengan kedudukannya dalam
ilmu dan kekuatan hafalannya Imam Bukhari sebagaimana telah disebutkan,
wajarlah jika semua guru, kawan dan generasi sesudahnya memberikan
pujian kepadanya. Seorang bertanya kepada Qutaibah bin Sa'id tentang
Imam Bukhari, ketika menyatakan : "Wahai para penenya, saya sudah banyak
mempelajari hadith dan pendapat, juga sudah sering duduk bersama dengan
para ahli fiqh, ahli ibadah dan para ahli zuhud; namun saya belum
pernah menjumpai orang begitu cerdas dan pandai seperti Muhammad bin
Isma'il al-Bukhari."
Imam al-A'immah (pemimpin para imam) Abu Bakar
ibn Khuzaimah telah memberikan kesaksian terhadap Imam Bukhari dengan
mengatakan: "Di kolong langit ini tidak ada orang yang mengetahui
hadith, yang melebihi Muhammad bin Isma'il." Demikian pula semua
temannya memberikan pujian. Abu Hatim ar-Razi berkata: "Khurasan belum
pernah melahirkan seorang putra yang hafal hadith melebihi Muhammad bin
Isma'il; juga belum pernah ada orang yang pergi dari kota tersebut
menuju Iraq yang melebihi kealimannya."
Al-Hakim menceritakan, dengan
sanad lengkap. Bahawa Muslim (pengarang kitab Shahih), datang kepada
Imam Bukhari, lalu mencium antara kedua matanya dan berkata: "Biarkan
saya mencium kaki tuan, wahai maha guru, pemimpin para ahli hadith dan
dokter ahli penyakit (ilat) hadith." Mengenai sanjungan diberikan ulama
generasi sesudahnya, cukup terwakili oleh perkataan al-Hafiz Ibn Hajar
yang menyatakan: "Andaikan pintu pujian dan sanjungan kepada Bukhari
masih terbuka bagi generasi sesudahnya, tentu habislah semua kertas dan
nafas. Ia bagaikan laut tak bertepi."
Imam Bukhari adalah seorang
yang berbadan kurus, berperawakan sedang, tidak terlalu tinggi juga
tidak pendek; kulitnya agak kecoklatan dan sedikit sekali makan. Ia
sangat pemalu namun ramah, dermawan, menjauhi kesenangan dunia dan cinta
akhirat. Banyak hartanya yang disedekahkan baik secara sembunyi maupun
terang-terangan, lebih-lebih untuk kepentingan pendidikan dan para
pelajar. Kepada para pelajar ia memberikan bantuan dana yang cukup
besar. Diceritakan ia pernah berkata: "Setiap bulan, saya berpenghasilan
500 dirham,semuanya dibelanjakan untuk kepentingan pendidikan. Sebab,
apa yang ada di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal."
Imam
Bukhari sangat hati-hati dan sopan dalam berbicara dan dalam mencari
kebenaran yang hakiki di saat mengkritik para perawi. Terhadap perawi
yang sudah jelas-jelas diketahui kebohongannya, ia cukup berkata: "Perlu
dipertimbangkan, para ulama meninggalkannya atau para ulama berdiam
diri tentangnya." Perkataan yang tegas tentang para perawi yang tercela
ialah: "Hadithnya diingkari."
Meskipun ia sangat sopan dalam
mengkritik para perawi, namun ia banyak meninggalkan hadith yang
diriwayatkan seseorang hanya kerana orang itu diragukan. Dalam sebuah
riwayat diceritakan bahawa ia berkata: "Saya meninggalkan 10.000 hadith
yang diriwayatkan oleh perawi yang perlu dipertimbangkan, dan
meninggalkan pula jumlah yang sama atau lebih, yang diriwayatkan perawi
yang dalam pandanganku, perlu dipertimbangkan."
Selain dikenal
sebagai ahli hadith, Imam Bukhari juga sebenarnya adalah ahli dalam
fiqh. Dalam hal mengeluarkan fatwa, ia telah sampai pada darjat mujtahid
mustaqiil (bebas, tidak terikat pendapatnya pada madzhab-madzhab
tertentu) atau dapat mengeluarkan hukum secara sendirian. Dia mempunyai
pendapat-pendapat hukum yang digalinya sendiri. Pendapat-pendapatnya itu
terkadang sejalan dengan madzhab Abu Hanifah, terkadang sesuai dengan
Madzhab Syafi'i dan kadang-kadang berbeda dengan keduanya. Selain itu
pada suatu saat ia memilih madzhab Ibn Abbas, dan disaat lain memilih
madzhab Mujahid dan 'Ata dan sebagainya. Jadi kesimpulannya adalah Imam
Bukhari adalah seorang ahli hadith yang ulung dan ahli fiqh yg
berijtihad sendiri, kendatipun yang lebih menonjol adalah setatusnya
sebagai ahli hadith, bukan sebagai ahli fiqh.
Di sela-sela
kesibukannya sebagai seorang alim, ia juga tidak melupakan kegiatan lain
yang dianggap penting untuk menegakkan Dinul Islam. Imam Bukhari sering
belajar memanah sampai mahir, sehingga dikatakan bahawa sepanjang
hidupnya, ia tidak pernah luput dalam memanah kecuali hanya dua kali.
Keadaan itu timbul sebagai pengamalan sunah Rasul yang mendorong dan
menganjurkan kaum Muslimin belajar menggunakan anak panah dan alat-alat
perang lainnya. Tujuannya adalah untuk memerangi musuh-musuh Islam dan
mempertahankannya dari kejahatan mereka.
Karya-karya Imam Bukhari
Di antara hasil karya Imam Bukhari adalah sebagai berikut :
• Al-Jami' as-Shahih (Shahih Bukhari).
• Al-Adab al-Mufrad.
• At-Tarikh as-Sagir.
• At-Tarikh al-Awsat.
• At-Tarikh al-Kabir.
• At-Tafsir al-Kabir.
• Al-Musnad al-Kabir.
• Kitab al-'Ilal.
• Raf'ul-Yadain fis-Salah.
• Birril-Walidain.
• Kitab al-Asyribah.
• Al-Qira'ah Khalf al-Imam.
• Kitab ad-Du'afa.
• Asami as-Sahabah.
• Kitab al-Kuna.
Sekilas Tentang Kitab AL-JAMI' AS-SHAHIH (Shahih Bukhari)
Diceritakan,
Imam Bukhari berkata: "Aku bermimpi melihat Rasulullah SAW.;
seolah-olah aku berdiri di hadapannya, sambil memegang kipas yang
kupergunakan untuk menjaganya. Kemudian aku tanyakan mimpi itu kepada
sebahagian ahli ta'bir, ia menjelaskan bahawa aku akan menghancurkan dan
mengikis habis kebohongan dari hadith Rasulullah SAW. Mimpi inilah,
antara lain, yang mendorongku untuk melahirkan kitab Al-Jami'
as-Shahih."
Dalam menghimpun hadith-hadith shahih dalam kitabnya,
Imam Bukhari menggunakan kaidah-kaidah penelitian secara ilmiah dan sah
yang menyebabkan keshahihan hadith-hadithnya dapat
dipertanggungjawabkan. Beliau telah berusaha dengan sungguh-sungguh
untuk meneliti dan menyelidiki keadaan para perawi, serta memperoleh
secara pasti keshahihan hadith-hadith yang diriwayatkannya. Beliau
senantiasa membanding-bandingkan hadith-hadith yang diriwayatkan, satu
dengan yang lain, menyaringnya dan memlih has mana yang menurutnya
paling shahih. Sehingga kitabnya merupakan batu uji dan penyaring bagi
hadith-hadith tersebut. Hal ini tercermin dari perkataannya: "Aku susun
kitab Al-Jami' ini yang dipilih dari 600.000 hadith selama 16 tahun."
Dan beliau juga sangat hati-hati, hal ini dapat dilihat dari pengakuan
salah seorang muridnya bernama al-Firbari menjelaskan bahawa ia
mendengar Muhammad bin Isma'il al-Bukhari berkata: "Aku susun kitab
Al-Jami' as-Shahih ini di Masjidil Haram, dan tidaklah aku memasukkan ke
dalamnya sebuah hadith pun, kecuali sesudah aku memohonkan istikharoh
kepada Allah dengan melakukan salat dua rekaat dan sesudah aku meyakini
betul bahawa hadith itu benar-benar shahih."
Maksud pernyataan itu
ialah bahawa Imam Bukhari mulai menyusun bab-babnya dan dasar-dasarnya
di Masjidil Haram secara sistematis, kemudian menulis pendahuluan dan
pokok-pokok bahasannya di Rawdah tempat di antara makan Nabi SAW. dan
mimbar. Setelah itu, ia mengumpulkan hadith-hadith dan menempatkannya
pada bab-bab yang sesuai. Pekerjaan ini dilakukan di Mekah, Madinah
dengan tekun dan cermat, menyusunnya selama 16 tahun.
Dengan usaha
seperti itu, maka lengkaplah bagi kitab tersebut segala faktor yang
menyebabkannya mencapai kebenaran, yang nilainya tidak terdapat pada
kitab lain. Kerananya tidak menghairankan bila kitab itu mempunyai
kedudukan tinggi dalam hati para ulama. Maka sungguh tepatlah ia
mendapat predikat sebagai "Buku Hadith Nabi yang Paling Shahih."
Diriwayatkan
bahawa Imam Bukhari berkata: "Tidaklah ku masukkan ke dalam kitab
Al-Jami' as-Shahih ini kecuali hadith-hadith yang shahih; dan ku
tinggalkan banyak hadith shahih kerana khawatir membosankan."
Kesimpulan
yang diperoleh para ulama, setelah mengadakan penelitian secara cermat
terhadap kitabnya, menyatakan bahawa Imam Bukhari dalam kitab Shahih-nya
selalu berpegang teguh pada tingkat keshahihan yang paling tinggi, dan
tidak turun dari tingkat tersebut kecuali dalam beberapa hadith yang
bukan merupakan materi pokok dari sebuah bab, seperti hadith mutabi dan
hadith syahid, dan hadith-hadith yang diriwayatkan dari sahabat dan
tabi'in.
Jumlah Hadith Kitab Al-Jami'as-Shahih (Shahih Bukhari)
Al-'Allamah
Ibnus-Salah dalam Muqaddimah-nya menyebutkan, bahawa jumlah hadith
Shahih Bukhari sebanyak 7.275 buah hadith, termasuk hadith-hadith yang
disebutnya berulang, atau sebanyak 4.000 hadith tanpa pengulangan.
Perhitungan ini diikuti oleh Al-"Allamah Syaikh Muhyiddin an-Nawawi
dalam kitabnya, At-Taqrib.
Selain pendapat tersebut di atas, Ibn
Hajar di dalam muqaddimah Fathul-Bari, kitab syarah Shahih Bukhari,
menyebutkan, bahawa semua hadith shahih mawsil yang termuat dalam Shahih
Bukhari tanpa hadith yang disebutnya berulang sebanyak 2.602 buah
hadith. Sedangkan matan hadith yang mu'alaq namun marfu', yakni hadith
shahih namun tidak diwasalkan (tidak disebutkan sanadnya secara
sambung-menyambung) pada tempat lain sebanyak 159 hadith. Semua hadith
Shahih Bukhari termasuk hadith yang disebutkan berulang-ulang sebanyak
7.397 buah. Yang mu'alaq sejumlah 1.341 buah, dan yang mutabi' sebanyak
344 buah hadith. Jadi, berdasarkan perhitungan ini dan termasuk yang
berulang-ulang, jumlah seluruhnya sebanyak 9.082 buah hadith. Jumlah ini
diluar haits yang mauquf kepada sahabat dan (perkataan) yang
diriwayatkan dari tabi'in dan ulama-ulama sesudahnya.
11. Imam Muslim
Penghimpun
dan penyusun hadith terbaik kedua setelah Imam Bukhari adalah Imam
Muslim. Nama lengkapnya ialah Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin
Muslim bin Kausyaz al-Qusyairi an-Naisaburi. Ia juga mengarang kitab
As-Shahih (terkenal dengan Shahih Muslim). Ia salah seorang ulama
terkemuka yang namanya tetap dikenal hingga kini. Ia dilahirkan di
Naisabur pada tahun 206 H. menurut pendapat yang shahih sebagaimana
dikemukakan oleh al-Hakim Abu Abdullah dalam kitabnya 'Ulama'ul-Amsar.
Kehidupan dan Lawatannya untuk Mencari Ilmu
Ia
belajar hadith sejak masih dalam usia dini, yaitu mulaii tahun 218 H.
Ia pergi ke Hijaz, Iraq, Syam, Mesir dan negara-negara lainnya.
Dalam
lawatannya Imam Muslim banyak mengunjungi ulama-ulama kenamaan untuk
berguru hadith kepada mereka. Di Khurasan, ia berguru kepada Yahya bin
Yahya dan Ishak bin Rahawaih; di Ray ia berguru kepada Muhammad bin
Mahran dan Abu 'Ansan. Di Irak ia belajar hadith kepada Ahmad bin Hambal
dan Abdullah bin Maslamah; di Hijaz belajar kepada Sa'id bin Mansur dan
Abu Mas'Abuzar; di Mesir berguru kepada 'Amr bin Sawad dan Harmalah bin
Yahya, dan kepada ulama ahli hadith yang lain.
Muslim berkali-kali
mengunjungi Baghdad untuk belajar kepada ulama-ulama ahli hadith, dan
kunjungannya yang terakhir pada 259 H. di waktu Imam Bukhari datang ke
Naisabur, Muslim sering datang kepadanya untuk berguru, sebab ia
mengetahui jasa dan ilmunya. Dan ketika terjadi fitnah atau kesenjangan
antara Bukhari dan Az-Zihli, ia bergabung kepada Bukhari, sehingga hal
ini menjadi sebab terputusnya hubungan dengan Az-Zihli. Muslim dalam
Shahihnya maupun dalam kitab lainnya, tidak memasukkan hadith-hadith
yang diterima dari Az-Zihli padahal ia adalah gurunya. Hal serupa ia
lakukan terhadap Bukhari. Ia tidak meriwayatkan hadith dalam Shahihnya,
yang diterimanya dari Bukhari, padahal iapun sebagai gurunya. Nampaknya
pada hemat Muslim, yang lebih baik adalah tidak memasukkan ke dalan
Shahihnya hadith-hadith yang diterima dari kedua gurunya itu, dengan
tetap mengakui mereka sebagai guru.
Wafatnya
Imam Muslim wafat
pada Minggu sore, dan dikebumikan di kampung Nasr Abad, salah satu
daerah di luar Naisabur, pada hari Senin, 25 Rajab 261 H. dalam usia 55
tahun.
Guru-gurunya
Selain yang telah disebutkan di atas, Muslim
masih mempunyai banyak ulama yang menjadi gurunya. Di antaranya : Usman
dan Abu Bakar, keduanya putra Abu Syaibah; Syaiban bin Farwakh, Abu
Kamil al-Juri, Zuhair bin Harb, Amr an-Naqid, Muhammad bin al-Musanna,
Muhammad bin Yassar, Harun bin Sa'id al-Ayli, Qutaibah bin Sa'id dan
lain sebagainya.
Murid-muridnya
Tidak sedikit para ulama yang
meriwayatkan hadits dari Imam Muslim. Di antaranya terdapat ulama-ulama
besar yang sederajat dengannya, seperti Abu Hafidh al-Razi, Musa bin
Harun, Ahmad bin Salamah, Abu Bakar bin Khuzaimah, Yahya bin Said, Abu
Tawwanah al-Ishfiroyini, dan Abu Isa al-Tirmidzi. Selain ulama-ulama di
atas, yang juga tercatat sebagai murid Imam Muslim antara lain; Ahmad
bin Mubarak al-Mustamli, Abu al-Abbas Muhammad bin Ishak bin al-Siraj.
Di antara sekian banyak muridnya itu, yang paling istimewa adalah
Ibrahim bin Muhammad bin Sufyan, seorang ahli fiqih lagi zahid. Ia
adalah perawat utama kitab Shahih Muslim.
Keahlian dalam Hadith
Apabila
Imam Bukhari merupakan ulama terkemuka di bidang hadith shahih,
berpengetahuan luas mengenai ilat-ilat dan seluk beluk hadith, serta
tajam kritiknya, maka Imam Muslim adalah orang kedua setelah Imam
Bukhari, baik dalam ilmu dan pengetahuannya maupun dalam keutamaan dan
kedudukannya.
Imam Muslim banyak menerima pujian dan pengakuan dari
para ulama ahli hadith maupun ulama lainnya. Al-Khatib al-Baghdadi
berketa, "Muslim telah mengikuti jejak Bukhari, memperhatikan ilmunya
dan menempuh jalan yang dilaluinya." Pernyataan ini tidak bererti bahawa
Muslim hanyalah seorang pengekor. Sebab, ia mempunyai ciri khas dan
karakteristik tersendiri dalam menyusun kitab, serta metode baru yang
belum pernah diperkenalkan orang sebelumnya.
Abu Quraisy al-Hafiz
menyatakan bahawa di dunia ini orang yang benar-benar ahli di bidang
hadith hanya empat orang; salah satu di antaranya adalah Muslim
(Tazkiratul Huffaz, jilid 2, hal. 150). Maksud perkataan tersebut adalah
ahli-ahli hadith terkemuka yang hidup di masa Abu Quraisy, sebab ahli
hadith itu cukup banyak jumlahnya.
Karya-karya Imam Muslim
Imam Muslim meninggalkan karya tulis yang tidak sedikit jumlahnya, di antaranya :
• Al-Jami' as-Shahih (Shahih Muslim).
• Al-Musnadul Kabir (kitab yang menerangkan nama-nama para perawi hadith).
• Kitabul-Asma' wal-Kuna.
• Kitab al-'Ilal.
• Kitabul-Aqran.
• Kitabu Su'alatihi Ahmad bin Hambal.
• Kitabul-Intifa' bi Uhubis-Siba'.
• Kitabul-Muhadramin.
• Kitabu man Laisa lahu illa Rawin Wahid.
• Kitab Auladis-Sahabah.
• Kitab Awhamil-Muhadditsin.
Kitab Shahih Muslim
Di
antara kitab-kitab di atas yang paling agung dan sangat bermanfat luas,
serta masih tetap beredar hingga kini ialah Al-Jami' as-Shahih,
terkenal dengan Shahih Muslim. Kitab ini merupakan salah satu dari dua
kitab yang paling shahih dan murni sesudah Kitabullah. Kedua kitab
Shahih ini diterima baik oleh segenap umat Islam.
Imam Muslim telah
mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meneliti dan mempelajari keadaan
para perawi, menyaring hadith-hadith yang diriwayatkan, membandingkan
riwayat-riwayat itu satu sama lain. Muslim sangat teliti dan hati-hati
dalam menggunakan lafaz-lafaz, dan selalu memberikan isyarat akan adanya
perbedaan antara lafaz-lafaz itu. Dengan usaha yang sedeemikian rupa,
maka lahirlah kitab Shahihnya.
Bukti konkrit mengenai keagungan kitab
itu ialah suatu kenyataan, di mana Muslim menyaring isi kitabnya dari
ribuan riwayat yang pernah didengarnya. Diceritakan, bahawa ia pernah
berkata: "Aku susun kitab Shahih ini yang disaring dari 300.000 hadith."
Diriwayatkan
dari Ahmad bin Salamah, yang berkata : "Aku menulis bersama Muslim
untuk menyusun kitab Shahihnya itu selama 15 tahun. Kitab itu berisi
12.000 buah hadith.
Dalam pada itu, Ibn Salah menyebutkan dari Abi
Quraisy al-Hafiz, bahawa jumlah hadith Shahih Muslim itu sebanyak 4.000
buah hadith. Kedua pendapat tersebut dapat kita kompromikan, yaitu
bahawa perhitungan pertama memasukkan hadith-hadith yang berulang-ulang
penyebutannya, sedangkan perhitungan kedua hanya menghitung
hadith-hadith yang tidak disebutkan berulang.
Imam Muslim berkata di
dalam Shahihnya: "Tidak setiap hadith yang shahih menurutku, aku
cantumkan di sini, yakni dalam Shahihnya. Aku hanya mencantumkan
hadith-hadith yang telah disepakati oleh para ulama hadith."
Imam
Muslim pernah berkata, sebagai ungkapan gembira atas karunia Tuhan yang
diterimanya: "Apabila penduduk bumi ini menulis hadith selama 200 tahun,
maka usaha mereka hanya akan berputar-putar di sekitar kitab musnad
ini."
Ketelitian dan kehati-hatian Muslim terhadap hadith yang
diriwayatkan dalam Shahihnya dapat dilihat dari perkataannya sebagai
berikut : "Tidaklah aku mencantumkan sesuatu hadith dalam kitabku ini,
melainkan dengan alasan; juga tiada aku menggugurkan sesuatu hadith
daripadanya melainkan dengan alas an pula."
Imam Muslim di dalam
penulisan Shahihnya tidak membuat judul setiap bab secara terperinci.
Adapun judul-judul kitab dan bab yang kita dapati pada sebahagian naskah
Shahih Muslim yang sudah dicetak, sebenarnya dibuat oleh para pengulas
yang datang kemudian. Di antara pengulas yang paling baik membuatkan
judul-judul bab dan sistematika babnya adalah Imam Nawawi dalam
Syarahnya.
12. Imam Abu Dawud
Setelah Imam Bukhari dan Imam
Muslim, kini giliran Imam Abu Dawud yang juga merupakan tokoh kenamaan
ahli hadith pada zamannya. Kealiman, kesalihan dan kemuliaannya semerbak
mewangi hingga kini.
Abu Dawud nama lengkapnya ialah Sulaiman bin
al-Asy'as bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin 'Amr al-Azdi as-Sijistani,
seorang imam ahli hadith yang sangat teliti, tokoh terkemuka para ahli
hadith setelah dua imam hadith Bukhari dan Muslim serta pengarang kitab
Sunan. Ia dilahirkan pada tahun 202 H/817 M di Sijistan.
Perkembangan dan Perlawatannya
Sejak
kecilnya Abu Dawud sudah mencintai ilmu dan para ulama, bergaul dengan
mereka untuk dapat mereguk dan menimba ilmunya. Belum lagi mencapai usia
dewasa, ia telah mempersiapkan dirinya untuk mengadakan perlawatan,
mengelilingi berbagai negeri. Ia belajar hadith dari para ulama yang
tidak sedikit jumlahnya, yang dijumpainya di Hijaz, Syam, Mesir, Irak,
Jazirah, Sagar, Khurasan dan negeri-negeri lain. Perlawatannya ke
berbagai negeri ini membantu dia untuk memperoleh pengetahuan luas
tentang hadith, kemudian hadith-hadith yang diperolehnya itu disaring
dan hasil penyaringannya dituangkan dalam kitab As-Sunan. Abu Dawud
mengunjungi Baghdad berkali-kali. Di sana ia mengajarkan hadith dan fiqh
kepada para penduduk dengan memakai kitab Sunan sebagai pegangannya.
Kitab Sunan karyanya itu diperlihatkannya kepada tokoh ulama hadith,
Ahmad bin Hanbal.
Dengan bangga Imam Ahmad memujinya sebagai kitab
yang sangat indah dan baik. Kemudian Abu Dawud menetap di Basrah atas
permintaan gubernur setempat yang menghendaki supaya Basrah menjadi
"Ka'bah" bagi para ilmuwan dan peminat hadith.
Guru-gurunya
Para
ulama yang menjadi guru Imam Abu Dawud banyak jumlahnya. Di antaranya
guru-guru yang paling terkemuka ialah Ahmad bin Hanbal, al-Qa'nabi, Abu
'Amr ad-Darir, Muslim bin Ibrahim, Abdullah bin Raja', Abu'l Walid
at-Tayalisi dan lain-lain. Sebahagian gurunya ada pula yang menjadi guru
Imam Bukhari dan Imam Muslim, seperti Ahmad bin Hanbal, Usman bin Abi
Syaibah dan Qutaibah bin Sa'id.
Murid-muridnya (Para Ulama yang Mewarisi Hadithnya)
Ulama-ulama
yang mewarisi hadithnya dan mengambil ilmunya, antara lain Abu 'Isa
at-Tirmidzi, Abu Abdur Rahman an-Nasa'i, putranya sendiri Abu Bakar bin
Abu Dawud, Abu Awanah, Abu Sa'id al-A'rabi, Abu Ali al-Lu'lu'i, Abu
Bakar bin Dassah, Abu Salim Muhammad bin Sa'id al-Jaldawi dan lain-lain.
Cukuplah
sebagai bukti pentingnya Abu Dawud, bahawa salah seorang gurunya, Ahmad
bin Hanbal pernah meriwayatkan dan menulis sebuah hadith yang diterima
dari padanya. Hadith tersebut ialah hadith yang diriwayatkan oleh Abu
Dawud, dari Hammad bin Salamah dari Abu Ma'syar ad-Darami, dari ayahnya,
sebagai berikut: "Rasulullah SAW. ditanya tentang 'atirah, maka ia
menilainya baik."
Akhlak dan Sifat-sifatnya yang Terpuji
Abu Dawud
adalah salah seorang ulama yang mengamalkan ilmunya dan mencapai darjat
tinggi dalam ibadah, kesucian diri, wara' dan kesalehannya. Ia adalah
seorang sosok manusia utama yang patut diteladani perilaku, ketenangan
jiwa dan keperibadiannya. Sifat-sifat Abu Dawud ini telah diungkapkan
oleh sebahagian ulama yang menyatakan:
“Abu Dawud menyerupai Ahmad
bin Hanbal dalam perilakunya, ketenangan jiwa dan kebagusan pandangannya
serta keperibadiannya. Ahmad dalam sifat-sifat ini menyerupai Waki',
Waki menyerupai Sufyan as-Sauri, Sufyan menyerupai Mansur, Mansur
menyerupai Ibrahim an-Nakha'i, Ibrahim menyerupai 'Alqamah dan ia
menyerupai Ibn Mas'ud. Sedangkan Ibn Mas'ud sendiri menyerupai Nabi SAW
dalam sifat-sifat tersebut.”
Sifat dan keperibadian yang mulia seperti ini menunjukkan atas kesempurnaan keberagamaan, tingkah laku dan akhlak.
Abu
Dawud mempunyai pandangan dan falsafah sendiri dalam cara berpakaian.
Salah satu lengan bajunya lebar namun yang satunya lebih kecil dan
sempit. Seseorang yang melihatnya bertanya tentang kenyentrikan ini, ia
menjawab:
"Lengan baju yang lebar ini digunakan untuk membawa
kitab-kitab, sedang yang satunya lagi tidak diperlukan. Jadi, kalau
dibuat lebar, hanyalah berlebih-lebihan.
Pujian Para Ulama Kepadanya
Abu
Dawud adalah juga merupakan "bendera Islam" dan seorang hafiz yang
sempurna, ahli fiqh dan berpengetahuan luas terhadap hadith dan
ilat-ilatnya. Ia memperoleh penghargaan dan pujian dari para ulama,
terutama dari gurunya sendiri, Ahmad bin Hanbal. Al-Hafiz Musa bin Harun
berkata mengenai Abu Dawud:
"Abu Dawud diciptakan di dunia hanya
untuk hadith, dan di akhirat untuk surga. Aku tidak melihat orang yang
lebih utama melebihi dia."
Sahal bin Abdullah At-Tistari, seorang
yang alim mengunjungi Abu Dawud. Lalu dikatakan kepadanya: "Ini adalah
Sahal, datang berkunjung kepada tuan."
Abu Dawud pun menyambutnya
dengan hormat dan mempersilahkan duduk. Kemudian Sahal berkata: "Wahai
Abu Dawud, saya ada keperluan keadamu." Ia bertanya: "Keperluan apa?"
"Ya, akan saya utarakan nanti, asalkan engkau berjanji akan memenuhinya
sedapat mungkin," jawab Sahal. "Ya, aku penuhi maksudmu selama aku
mampu," tandan Abu Dawud. Lalu Sahal berkata: "Jujurkanlah lidahmu yang
engkau pergunakan untuk meriwayatkan hadith dari Rasulullah SAW.
sehingga aku dapat menciumnya." Abu Dawud pun lalu menjulurkan lidahnya
yang kemudian dicium oleh Sahal.
Ketika Abu Dawud menyusun kitab
Sunan, Ibrahim al-Harbi, seorang ulama ahli hadith berkata: "Hadith
telah dilunakkan bagi Abu Dawud, sebagaimana besi dilunakkan bagi Nabi
Dawud." Ungkapan ini adalah kata-kata simbolik dan perumpamaan yang
menunjukkan atas keutamaan dan keunggulan seseorang di bidang penyusunan
hadith. Ia telah mempermudah yang sulit, mendekatkan yang jauh dan
memudahkan yang masih rumit dan pelik.
Abu Bakar al-Khallal, ahli
hadith dan fiqh terkemuka yang bermadzhab Hanbali, menggambarkan Abu
Dawud sebagai berikut; Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy'as, imam terkemuka
pada zamannya adalah seorang tokoh yang telah menggali beberapa bidang
ilmu dan mengetahui tempat-tempatnya, dan tiada seorang pun pada masanya
yang dapat mendahului atau menandinginya. Abu Bakar al-Asbihani dan Abu
Bakar bin Sadaqah senantiasa menyinggung-nyingung Abu Dawud kerana
ketinggian darjatnya, dan selalu menyebut-nyebutnya dengan pujian yang
tidak pernah mereka berikan kepada siapa pun pada masanya.
Madzhab Fiqh Abu Dawud
Syaikh
Abu Ishaq asy-Syairazi dalam asy-Syairazi dalam Tabaqatul-Fuqaha-nya
menggolongkan Abu Dawud ke dalam kelompok murid-murid Imam Ahmad.
Demikian juga Qadi Abu'l-Husain Muhammad bin al-Qadi Abu Ya'la (wafat
526 H) dalam Tabaqatul-Hanabilah-nya. Penilaian ini nampaknya disebabkan
oleh Imam Ahmad merupakan gurunya yang istimewa. Menurut satu pendapat,
Abu Dawud adalah bermadzhab Syafi'i.
Menurut pendapat yang lain, ia
adalah seorang mujtahid sebagaimana dapat dilihat pada gaya susunan dan
sistematika Sunan-nya. Terlebih lagi bahawa kemampuan berijtihad
merupakan salah satu sifat khas para imam hadith pada masa-masa awal.
Tanggal Wafatnya
Setelah
mengalami kehidupan penuh berkat yang diisi dengan aktivitas ilmia,
menghimpun dan menyebarluaskan hadith, Abu Dawud meninggal dunia di
Basrah yang dijadikannya sebagai tempat tinggal atas permintaan Amir
sebagaimana telah diceritakan. Ia wafat pada tanggal 16 Syawwal 275
H/889M. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan ridha-Nya
kepadanya.
Karya-karyanya
Imam Abu Dawud banyak memiliki karya, antara lain:
• Kitab AS-Sunnan (Sunan Abu Dawud).
• Kitab Al-Marasil.
• Kitab Al-Qadar.
• An-Nasikh wal-Mansukh.
• Fada'il al-A'mal.
• Kitab Az-Zuhd.
• Dala'il an-Nubuwah.
• Ibtida' al-Wahyu.
• Ahbar al-Khawarij.
Di
antara karya-karya tersebut yang paling bernilai tinggi dan masih tetap
eredar adalah kitab Amerika Serikat-Sunnan, yang kemudian terkenal
dengan nama unan Abi Dawud.
Kitab Sunan Karya Abu Dawud
Metode Abu Dawud dalam Penyusunan Sunan-nya
Karya-karya
di bidang hadith, kitab-kitab Jami' Musnad dan sebagainya disamping
berisi hadith-hadith hukum, juga memuat hadith-hadith yang berkenaan
dengan amal-amal yang terpuji (fada'il a'mal) kisah-kisah,
nasehat-nasehat (mawa'iz), adab dan tafsir. Cara demikian tetap
berlangsung sampai datang Abu Dawud. Maka Abu Dawud menyusun kitabnya,
khusus hanya memuat hadith-hadith hukum dan sunnah-sunnah yang
menyangkut hukum. Ketika selesai menyusun kitabnya itu kepada Imam Ahmad
bin Hanbal, dan Ibn Hanbal memujinya sebagai kitab yang indah dan baik.
Abu
Dawud dalam sunannya tidak hanya mencantumkan hadith-hadith shahih
semata sebagaimana yang telah dilakukan Imam Bukhari dan Imam Muslim,
tetapi ia memasukkan pula kedalamnya hadith shahih, hadith hasan, hadith
dha'if yang tidak terlalu lemah dan hadith yang tidak disepakati oleh
para imam untuk ditinggalkannya. Hadith-hadith yang sangat lemah, ia
jelaskan kelemahannya.
Cara yang ditempuh dalam kitabnya itu
dapat diketahui dari suratnya yang ia kirimkan kepada penduduk Makkah
sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan mereka mengenai kitab
Sunannya. Abu Dawud menulis sbb:
"Aku mendengar dan menulis
hadith Rasulullah SAW sebanyak 500.000 buah. Dari jumlah itu, aku
seleksi sebanyak 4.800 hadith yang kemudian aku tuangkan dalam kitab
Sunan ini. Dalam kitab tersebut aku himpun hadith-hadith shahih, semi
shahih dan yang mendekati shahih. Dalam kitab itu aku tidak mencantumkan
sebuah hadith pun yang telah disepakati oleh orang banyak untuk
ditinggalkan. Segala hadith yang mengandung kelemahan yang sangat ku
jelaskan, sebagai hadith macam ini ada hadith yang tidak shahih
sanadnya. Adapun hadith yang tidak kami beri penjelasan sedikit pun,
maka hadith tersebut bernilai salih (bias dipakai alasan, dalil), dan
sebahagian dari hadith yang shahih ini ada yang lebih shahih daripada
yang lain. Kami tidak mengetahui sebuah kitab, sesudah Qur'an, yang
harus dipelajari selain daripada kitab ini. Empat buah hadith saja dari
kitab ini sudah cukup menjadi pegangan bagi keberagaman tiap orang.
Hadith tersebut adalah, yang ertinya:
Pertama: "Segala amal itu
hanyalah menurut niatnya, dan tiap-tiap or memperoleh apa yang ia
niatkan. Kerana itu maka barang siapa berhijrah kepada Allah dan
Rasul-Nya, niscaya hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya pula. Dan barang
siapa hijrahnya kerana untuk mendapatkan dunia atau kerana perempuan
yang ingin dikawininya, maka hijrahnya hanyalah kepada apa yang dia
hijrah kepadanya itu."
Kedua: "Termasuk kebaikan Islam seseorang ialah meninggalkan apa yang tidak berguna baginya."
Ketiga:
"Tidaklah seseorang beriman menjadi mukmin sejati sebelum ia merelakan
untuk saudaranya apa-apa yang ia rela untuk dirinya."
Keempat: "Yang
halal itu sudah jelas, dan yang haram pun telah jelas pula. Di antara
keduanya terdapat hal-hal syubhat (atau samar) yang tidak diketahui oleh
banyak orang. Barang siapa menghindari syubhat, maka ia telah
membersihkan agama dan kehormatan dirinya; dan barang siapa terjerumus
ke dalam syubhat, maka ia telah terjerumus ke dalam perbuatan haram,
ibarat penggembala yang menggembalakan ternaknya di dekat tempat
terlarang. Ketahuilah, sesungguhnya setiap penguasa itu mempunyai
larangan. Ketahuilah, sesungguhnya larangan Allah adalah segala yang
diharamkan-Nya. Ingatlah, di dalam rumah ini terdapat sepotong daging,
jika ia baik, maka baik pulalah semua tubuh dan jika rusak maka rusak
pula seluruh tubuh. Ingatlah, ia itu hati."
Demikianlah penegasan Abu Dawud dalam suratnya. Perkataan Abu Dawud itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
Hadith
pertama adalah ajaran tentang niat dan keikhlasan yang merupakan asas
utama bagi semua amal perbuatan diniah dan duniawiah.
Hadith kedua merupakan tuntunan dan dorongan bagi ummat Islam agar selalu melakukan setiap yang bermanfaat bagi agama dan dunia.
Hadith
ketiga, mengatur tentang hak-hak keluarga dan tetangga, berlaku baik
dalam pergaulan dengan orang lain, meninggalkan sifat-sifat egoistis,
dan membuang sifat iri, dengki dan benci, dari hati masing-masing.
Hadith
keempat merupakan dasar utama bagi pengetahuan tentang halal haram,
serta cara memperoleh atau mencapai sifat wara', yaitu dengan cara
menjauhi hal-hal musykil yang samar dan masih dipertentangkan status
hukumnya oleh para ulama, kerana untuk menganggap enteng melakukan
haram.
Dengan hadith ini nyatalah bahawa keempat hadith di atas, secara umum, telah cukup untuk membawa dan menciptakan kebahagiaan.
Komentar Para Ulama Mengenai Kedudukan Kitab Sunan Abu Dawud
Tidak
sedikit ulama yang memuji kitab Sunan ini. Hujatul Islam, Imam Abu
Hamid al-Ghazali berkata: "Sunan Abu Dawud sudah cukup bagi para
mujtahid untuk mengetahui hadith-hadith ahkam." Demikian juga dua imam
besar, An-Nawawi dan Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah memberikan pujian
terhadap kitab Sunan ini bahkan beliau menjadikan kitab ini sebagai
pegangan utama di dalam pengambilan hukum.
Hadith-hadith Sunan Abu Dawud yang Dikritik
Imam
Al-Hafiz Ibnul Jauzi telah mengkritik beberapa hadith yang dicantumkan
oleh Abu Dawud dalam Sunannya dan memandangnya sebagai hadith-hadith
maudhu’ (palsu). Jumlah hadith tersebut sebanyak 9 buah hadith. Walaupun
demikian, disamping Ibnul Jauzi itu dikenal sebagai ulama yang terlalu
mudah memvonis "palsu", namun kritik-kritik telah ditanggapi dan
sekaligus dibantah oleh sebahagian ahli hadith, seperti Jalaluddin
as-Suyuti. Dan andaikata kita menerima kritik yang dilontarkan Ibnul
Jauzi tersebut, maka sebenarnya hadith-hadith yang dikritiknya itu
sedikit sekali jumlahnya, dan hampir tidak ada pengaruhnya terhadap
ribuan hadith yang terkandung di dalam kitab Sunan tersebut. Kerana itu
kami melihat bahawa hadith-hadith yang dikritik tersebut tidak
mengurangi sedikit pun juga nilai kitab Sunan sebagai referensi utama
yang dapat dipertanggungjawabkan keabsahanya.
Jumlah Hadith Sunan Abu Dawud
Di
atas telah disebutkan bahawa isi Sunan Abu Dawud itu memuat hadith
sebanyak 4.800 buah hadith. Namun sebahagian ulama ada yang
menghitungnya sebanyak 5.274 buah hadith. Perbedaan jumlah ini
disebabkan bahawa sebahagian orang yang menghitungnya memandang sebuah
hadith yang diulang-ulang sebagai satu hadith, namun yang lain
menganggapnya sebagai dua hadith atau lebih. Dua jalan periwayatan
hadith atau lebih ini telah dikenal di kalangan ahli hadith.
Abu
Dawud membagi kitab Sunannya menjadi beberapa kitab, dan tiap-tiap kitab
dibagi pula ke dalam beberapa bab. Jumlah kitab sebanyak 35 buah, di
antaranya ada 3 kitab yang tidak dibagi ke dalam bab-bab. Sedangkan
jumlah bab sebanyak 1,871 buah bab.
13. Imam Tirmidzi
Setelah Imam
Bukhari, Imam Muslim dan Imam Abu Dawud, kini giliran Imam Tirmidzi,
juga merupakan tokoh ahli hadith dan penghimpun hadith yang terkenal.
Karyanya yang masyhur yaitu Kitab Al-Jami’ (Jami’ At-Tirmidzi). Ia juga
tergolonga salah satu “Kutubus Sittah” (Enam Kitab Pokok Bidang Hadith)
dan ensiklopedia hadith terkenal.
Imam al-Hafiz Abu ‘Isa Muhammad bin
‘Isa bin Saurah bin Musa bin ad-Dahhak Amerika Serikat-Sulami
at-Tirmidzi, salah seorang ahli hadith kenamaan, dan pengarang berbagai
kitab yang masyhur lahir pada 279 H di kota Tirmiz.
Perkembangan dan Lawatannya
Kakek
Abu ‘Isa at-Tirmidzi berkebangsaan Mirwaz, kemudian pindah ke Tirmiz
dan menetap di sana. Di kota inilah cucunya bernama Abu ‘Isa dilahirkan.
Semenjak kecilnya Abu ‘Isa sudah gemar mempelajari ilmu dan mencari
hadith. Untuk keperluan inilah ia mengembara ke berbagai negeri: Hijaz,
Iraq, Khurasan dan lain-lain. Dalam perlawatannya itu ia banyak
mengunjungi ulama-ulama besar dan guru-guru hadith untuk mendengar
hadith yang kem dihafal dan dicatatnya dengan baik di perjalanan atau
ketika tiba di suatu tempat. Ia tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan
tanpa menggunakannya dengan seorang guru di perjalanan menuju Makkah.
Kisah ini akan diuraikan lebih lanjut.
Setelah menjalani perjalanan
panjang untuk belajar, mencatat, berdiskusi dan tukar pikiran serta
mengarang, ia pada akhir kehidupannya mendapat musibah kebutaan, dan
beberapa tahun lamanya ia hidup sebagai tuna netra; dalam keadaan
seperti inilah akhirnya at-Tirmidzi meninggaol dunia. Ia wafat di Tirmiz
pada malam Senin 13 Rajab tahun 279 H dalam usia 70 tahun.
Guru-gurunya
Ia
belajar dan meriwayatkan hadith dari ulama-ulama kenamaan. Di antaranya
adalah Imam Bukhari, kepadanya ia mempelajari hadith dan fiqh. Juga ia
belajar kepada Imam Muslim dan Abu Dawud. Bahkan Tirmidzi belajar pula
hadith dari sebahagian guru mereka.
Guru lainnya ialah Qutaibah bin
Saudi Arabia’id, Ishaq bin Musa, Mahmud bin Gailan. Said bin ‘Abdur
Rahman, Muhammad bin Basysyar, ‘Ali bin Hajar, Ahmad bin Muni’, Muhammad
bin al-Musanna dan lain-lain.
Murid-muridnya
Hadith-hadith dan
ilmu-ilmunya dipelajari dan diriwayatkan oleh banyak ulama. Di antaranya
ialah Makhul ibnul-Fadl, Muhammad binMahmud ‘Anbar, Hammad bin Syakir,
‘Ai-bd bin Muhammad an-Nasfiyyun, al-Haisam bin Kulaib asy-Syasyi, Ahmad
bin Yusuf an-Nasafi, Abul-‘Abbas Muhammad bin Mahbud al-Mahbubi, yang
meriwayatkan kitab Al-Jami’ daripadanya, dan lain-lain.
Kekuatan Hafalannya
Abu
‘Isa at-Tirmidzi diakui oleh para ulama keahliannya dalam hadith,
kesalehan dan ketaqwaannya. Ia terkenal pula sebagai seorang yang dapat
dipercayai, amanah dan sangat teliti. Salah satu bukti kekuatan dan
cepat hafalannya ialah kisah berikut yang dikemukakan oleh al-Hafiz Ibnu
Hajar dalam Tahzib at-Tahzib-nya, dari Ahmad bin ‘Abdullah bin Abu
Dawud, yang berkata:
“Saya mendengar Abu ‘Isa at-Tirmidzi
berkata: Pada suatu waktu dalam perjalanan menuju Makkah, dan ketika itu
saya telah menulis dua jilid berisi hadith-hadith yang berasal dari
seorang guru. Guru tersebut berpapasan dengan kami. Lalu saya
bertanya-tanya mengenai dia, mereka menjawab bahawa dialah orang yang ku
maksudkan itu. Kemudian saya menemuinya. Saya mengira bahawa “dua jilid
kitab” itu ada padaku. Ternyata yang ku bawa bukanlah dua jilid
tersebut, melainkan dua jilid lain yang mirip dengannya. Ketika saya
telah bertemu dengan dia, saya memohon kepadanya untuk mendengar hadith,
dan ia mengabulkan permohonan itu. Kemudian ia membacakan hadith yang
dihafalnya. Di sela-sela pembacaan itu ia mencuri pandang dan melihat
bahawa kertas yang ku pegang masih putih bersih tanpa ada tulisan
sesuatu apa pun. Demi melihat kenyataan ini, ia berkata: ‘Tidakkah
engkau malu kepadaku?’ Lalu aku bercerita dan menjelaskan kepadanya
bahawa apa yang ia bacakan itu telah ku hafal semuanya. ‘Cuba bacakan!’
suruhnya. Lalu aku pun membacakan seluruhnya secara beruntun. Ia
bertanya lagi: ‘Apakah telah engkau hafalkan sebelum datang kepadaku?’
‘Tidak,’ jawabku. Kemudian saya meminta lagi agar dia meriwayatkan
hadith yang lain. Ia pun kemudian membacakan empat puluh buah hadith
yang tergolong hadith-hadith yang sulit atau garib, lalu berkata: ‘Cuba
ulangi apa yang ku bacakan tadi,’ Lalu aku membacakannya dari pertama
sampai selesai; dan ia berkomentar: ‘Aku belum pernah melihat orang
seperti engkau.”
Pandangan Para Kritikus Hadith Terhadapnya
Para
ulama besar telah memuji dan menyanjungnya, dan mengakui akan kemuliaan
dan keilmuannya. Al-Hafiz Abu Hatim Muhammad ibn Hibban, kritikus
hadith, menggolangkan Tirmidzi ke dalam kelompok “Tsiqah” atau
orang-orang yang dapat dipercayai dan kukuh hafalannya, dan berkata:
"Tirmidzi
adalah salah seorang ulama yang mengumpulkan hadith, menyusun kitab,
menghafal hadith dan bermuzakarah (berdiskusi) dengan para ulama.”
Abu
Ya’la al-Khalili dalam kitabnya ‘Ulumul Hadith menerangkan; Muhammad
bin ‘Isa at-Tirmidzi adalah seorang penghafal dan ahli hadith yang baik
yang telah diakui oleh para ulama. Ia memiliki kitab Sunan dan kitab
Al-Jarh wat-Ta’dil. Hadith-hadithnya diriwayatkan oleh Abu Mahbub dan
banyak ulama lain. Ia terkenal sebagai seorang yang dapat dipercaya,
seorang ulama dan imam yang menjadi ikutan dan yang berilmu luas.
Kitabnya Al-Jami’us Shahih sebagai bukti atas keagungan darjatnya,
keluasan hafalannya, banyak bacaannya dan pengetahuannya tentang hadith
yang sangat mendalam.
Fiqh Tirmidzi dan Ijtihadnya
Imam
Tirmidzi, di samping dikenal sebagai ahli dan penghafal hadith yang
mengetahui kelemahan-kelemahan dan perawi-perawinya, ia juga dikenal
sebagai ahli fiqh yang mewakili wawasan dan pandangan luas. Barang siapa
mempelajari kitab Jami’nya ia akan mendapatkan ketinggian ilmu dan
kedalaman penguasaannya terhadap berbagai mazhab fikih. Kajian-kajiannya
mengenai persoalan fiqh mencerminkan dirinya sebagai ulama yang sangat
berpengalaman dan mengerti betul duduk permasalahan yang sebenarnya.
Salah satu contoh ialah penjelasannya terhadap sebuah hadith mengenai
penangguhan membayar piutang yang dilakukan si berutang yang sudah
mampu, sebagai berikut:
“Muhammad bin Basysyar bin Mahdi
menceritakan kepada kami Sufyan menceritakan kepada kami, dari Abi
az-Zunad, dari al-A’rai dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, bersabda:
‘Penangguhan membayar hutang yang dilakukan oleh si berhutang) yang
mampu adalah suatu kezaliman. Apabila seseorang di antara kamu
dipindahkan hutangnya kepada orang lain yang mampu membayar, hendaklah
pemindahan hutang itu diterimanya.”
Imam Tirmidzi memberikan penjelasan sebagai berikut:
Sebahagian
ahli ilmu berkata: “Apabila seseorang dipindahkan piutangnya kepada
orang lain yang mampu membayar dan ia menerima pemindahan itu, maka
bebaslah orang yang memindahkan (muhil) itu, dan bagi orang yang
dipindahkan piutangnya (muhtal) tidak dibolehkan menuntut kepada muhil.”
Diktum ini adalah pendapat Syafi’i, Ahmad dan Ishaq.
Sebahagian ahli
ilmu yang lain berkata: “Apabila harta seseorang (muhtal) menjadi rugi
disebabkan kepailitan muhal ‘alaih, maka baginya dibolehkan menuntut
bayar kepada orang pertama (muhil).”
Mereka memakai ala an dengan perkataan Usma dan lainnya, yang menegaskan: “Tidak ada kerugian atas harta benda seorang Muslim.”
Menurut
Ishak, maka perkataan “Tidak ada kerugian atas harta benda seorang
Muslim” ini adalah “Apabila seseorang dipindahkan piutangnya kepada
orang lain yang dikiranya mampu, namun ternyata orang lain itu tidak
mampu, maka tidak ada kerugian atas harta benda orang Muslim (yang
dipindahkan utangnya) itu.”
Itulah salah satu contoh yang
menunjukkan kepada kita, bahawa betapa cemerlangnya pemikiran fiqh
Tirmidzi dalam memahami nas-nas hadith, serta betapa luas dan orisinal
pandangannya itu.
Karya-karyanya
Imam Tirmidzi banyak menulis kitab-kitab. Di antaranya:
• Kitab Al-Jami’, terkenal dengan sebutan Sunan at-Tirmidzi.
• Kitab Al-‘Ilal.
• Kitab At-Tarikh.
• Kitab Asy-Syama’il an-Nabawiyyah.
• Kitab Az-Zuhd.
• Kitab Al-Asma’ wal-kuna.
Di antara kitab-kitab tersebut yang paling besar dan terkenal serta beredar luas adalah Al-Jami’.
Sekilas tentang Al-Jami’
Kitab
ini adalah salah satu kitab karya Imam Tirmidzi terbesar dan paling
banyak manfaatnya. Ia tergolonga salah satu “Kutubus Sittah” (Enam Kitab
Pokok Bidang Hadith) dan ensiklopedia hadith terkenal. Al-Jami’ ini
terkenal dengan nama Jami’ Tirmidzi, dinisbatkan kepada penulisnya, yang
juga terkenal dengan nama Sunan Tirmidzi. Namun nama pertamalah yang
popular.
Sebahagian ulama tidak berkeberatan menyandangkan gelar
as-Shahih kepadanya, sehingga mereka menamakannya dengan Shahih
Tirmidzi. Sebenarnya pemberian nama ini tidak tepat dan terlalu gegabah.
Setelah
selesai menyususn kitab ini, Tirmidzi memperlihatkan kitabnya kepada
para ulama dan mereka senang dan menerimanya dengan baik. Ia
menerangkan: “Setelah selesai menyusun kitab ini, aku perlihatkan kitab
tersebut kepada ulama-ulama Hijaz, Irak dan Khurasa, dan mereka semuanya
meridhainya, seolah-olah di rumah tersebut ada Nabi yang selalu
berbicara.”
Imam Tirmidzi di dalam Al-Jami’-nya tidak hanya
meriwayatkan hadith shahih semata, tetapi juga meriwayatkan
hadith-hadith hasan, da’if, garib dan mu’allal dengan menerangkan
kelemahannya.
Dalam pada itu, ia tidak meriwayatkan dalam kitabnya
itu, kecuali hadith-hadith yang diamalkan atau dijadikan pegangan oleh
ahli fiqh. Metode demikian ini merupakan cara atau syarat yang longgar.
Oleh kerananya, ia meriwayatkan semua hadith yang memiliki nilai
demikian, baik jalan periwayatannya itu shahih ataupun tidak shahih.
Hanya saja ia selalu memberikan penjelasan yang sesuai dengan keadaan
setiap hadith.
Diriwayatkan, bahawa ia pernah berkata: “Semua hadith
yang terdapat dalam kitab ini adalah dapat diamalkan.” Oleh kerana itu,
sebahagian besar ahli ilmu menggunakannya (sebagai pegangan), kecuali
dua buah hadith, yaitu:
“Sesungguhnya Rasulullah SAW menjamak
shalat Zuhur dengan Asar, dan Maghrib dengan Isya, tanpa adanya sebab
“takut” dan “dalam perjalanan.”
“Jika ia peminum khamar – minum lagi pada yang keempat kalinya, maka bunuhlah dia.”
Hadith
ini adalah mansukh dan ijma ulama menunjukan demikian. Sedangkan
mengenai shalat jamak dalam hadith di atas, para ulama berbeda pendapat
atau tidak sepakat untuk meninggalkannya. Sebahagian besar ulama
berpendapat boleh (jawaz) hukumnya melakukan salat jamak di rumah selama
tidak dijadikan kebiasaan. Pendapat ini adalah pendapat Ibn Sirin dan
Asyab serta sebahagian besar ahli fiqh dan ahli hadith juga Ibn Munzir.
Hadith-hadith
da’if dan munkar yang terdapat dalam kitab ini, pada umumnya hanya
menyangkut fadha’il al-a’mal (anjuran melakukan perbuatan-perbuatan
kebajikan). Hal itu dapat dimengerti kerana persyaratan-persyaratan bagi
(meriwayatkan dan mengamalkan) hadith semacam ini lebih longgar
dibandingkan dengan persyaratan bagi hadith-hadith tentang halal dan
haram.
14. Imam Nasa'i
Imam Nasa'i juga merupakan tokoh ulama
kenamaan ahli hadith pada masanya. Selain Shahih Bukhari, Shahih
Muslim, Sunan Abu Dawud, Jami' At-Tirmidzi, juga karya besar Imam
Nasa'i, Sunan us-Sughra termasuk jajaran kitab hadith pokok yang dapat
dipercayai dalam pandangan ahli hadith dan para kritikus hadith.
Ia
adalah seorang imam ahli hadith syaikhul Islam sebagaimana diungkapkan
az-Zahabi dalam Tazkirah-nya Abu 'Abdurrahman Ahmad bin 'Ali bin Syu'aib
'Ali bin Sinan bin Bahr al-Khurasani al-Qadi, pengarang kitab Sunan dan
kitab-kitab berharga lainnya. Juga ia adalah seorang ulama hadith yang
jadi ikutan dan ulama terkemuka melebihi para ulama yang hidup pada
zamannya.
Dilahirkan di sebuah tempat bernama Nasa' pada tahun 215 H. Ada yang mengatakan pada tahun 214 H.
Pengembaraannya
Ia
lahir dan tumbuh berkembang di Nasa', sebuah kota di Khurasan yang
banyak melahirkan ulama-ulama dan tokoh-tokoh besar. Di madrasah negeri
kelahirannya itulah ia menghafal Al-Qur'an dan dari guru-guru negerinya
ia menerima pelajaran ilmu-ilmu agama yang pokok. Setelah meningkat
remaja, ia senang mengembara untuk mendapatkan hadith. Belum lagi
berusia 15 tahun, ia berangkat mengembara menuju Hijaz, Iraq, Syam,
Mesir dan Jazirah. Kepada ulama-ulama negeri tersebut ia belajar hadith,
sehingga ia menjadi seorang yang sangat terkemuka dalam bidang hadith
yang mempunyai sanad yang 'Ali (sedikit sanadnya) dan dalam bidang
kekuatan periwayatan hadith.
Nasa'i merasa cocok tinggal di Mesir.
Kerananya, ia kemudian menetap di negeri itu, di jalan Qanadil. Dan
seterusnya menetap di kampung itu hingga setahun menjelang wafatnya.
Kemudian ia berpindah ke Damsyik. Di tempatnya yang baru ini ia
mengalami suatu peristiwa tragis yang menyebabkan ia menjadi syahid.
Alkisah, ia dimintai pendapat tentang keutamaan Mu'awiyyah r.a. Tindakan
ini seakan-akan mereka minta kepada Nasa'i agar menulis sebuah buku
tentang keutamaan Mu'awiyyah, sebagaimana ia telah menulis mengenai
keutamaan Ali r.a.
Oleh kerana itu ia menjawab kepada penanya
tersebut dengan "Tidakkah Engkau merasa puas dengan adanya kesamaan
darjat (antara Mu'awiyyah dengan Ali), sehingga Engkau merasa perlu
untuk mengutamakannya?" Mendapat jawaban seperti ini mereka naik pitam,
lalu memukulinya sampai-sampai buah kemaluannya pun dipukul, dan
menginjak-injaknya yang kemudian menyeretnya keluar dari masjid,
sehingga ia nyaris menemui kematiannya.
Wafatnya
Tidak ada
kesepakatan pendapat tentang di mana ia meninggal dunia. Imam Daraqutni
menjelaskan, bahawa di saat mendapat cubaan tragis di Damsyik itu ia
meminta supaya dibawa ke Makkah. Permohonannya ini dikabulkan dan ia
meninggal di Makkah, kemudian dikebumikan di suatu tempat antara Safa
dan Marwah. Pendapat yang sama dikemukakan pula oleh Abdullah bin Mandah
dari Hamzah al-'Uqbi al-Misri dan ulama yang lain.
Imam az-Zahabi
tidak sependapat dengan pendapat di atas. Menurutnya yang benar ialah
bahawa Nasa'i meningal di Ramlah, suatu tempat di Palestina. Ibn Yunus
dalam Tarikhnya setuju dengan pendapat ini, demikian juga Abu Ja'far
at-Tahawi dan Abu Bakar bin Naqatah. Selain pendapat ini menyatakan
bahawa ia meninggal di Ramlah, tetapi yang jelas ia dikebumikan di
Baitul Maqdis. Ia wafat pada tahun 303 H.
Sifat-sifatnya
Ia
bermuka tampan. Warna kulitnya kemerah-merahan dan ia senang mengenakan
pakaian garis-garis buatan Yaman. Ia adalah seorang yang banyak
melakukan ibadah, baik di waktu malam atau siang hari, dan selalu
beribadah haji dan berjihad.
Ia sering ikut bertempur bersama-sama
dengan gabenor Mesir. Mereka mengakui kesatriaan dan keberaniannya,
serta sikap konsistensinya yang berpegang teguh pada sunnah dalam
menangani masalah penebusan kaum Muslimin yang tetangkap lawan. Dengan
demikian ia dikenal senantiasa "menjaga jarak" dengan majlis sang Amir,
padahal ia tidak jarang ikut bertempur besamanya. Demikianlah. Maka,
hendaklah para ulama itu senantiasa menyebar luaskan ilmu dan
pengetahuan. Namun ada panggilan untuk berjihad, hendaklah mereka segera
memenuhi panggilan itu. Selain itu, Nasa'i telah mengikuti jejak Nabi
Dawud, sehari puasa dan sehari tidak.
Fiqh Nasa'i
Ia tidak saja
ahli dan hafal hadith, mengetahui para perawi dan kelemahan-kelemahan
hadith yang diriwayatkan, tetapi ia juga ahli fiqh yang berwawasan luas.
Imam
Daraqutni pernah berkata mengenai Nasa'i bahawa ia adalah salah seorang
Syaikh di Mesir yang paling ahli dalam bidang fiqh pada masanya dan
paling mengetahui tentang hadith dan perawi-perawi.
Ibnul Asirr
al-Jazairi menerangkan dalam mukadimah Jami'ul Usul-nya, bahawa Nasa'i
bermazhab Syafi'i dan ia mempunyai kitab Manasik yang ditulis
berdasarkan mazhab Safi'i, rahimahullah.
Karya-karyanya
Imam Nasa'i telah menusil beberapa kitab besar yang tidak sedikit jumlahnya. Di antaranya:
• As-Sunan ul-Kuba.
• As-Sunan us-Sughra, tekenal dengan nama Al-Mujtaba.
• Al-Khasa'is.
• Fada'ilus-Sahabah.
• Al-Manasik.
Di antara karya-karya tersebut, yang paling besar dan bemutu adalah Kitab As-Sunan.
Sekilas tentang Sunan An-Nasa'i
Nasa'i
menerima hadith dari sejumlah guru hadith terkemuka. Di antaranya ialah
Qutaibah Imam Nasa'i Sa'id. Ia mengunjungi kutaibah ketika berusia 15
tahun, dan selama 14 bulan belajar di bawah asuhannya. Guru lainnya
adalah Ishaq bin Rahawaih, al-Haris bin Miskin, 'Ali bin Khasyram dan
Abu Dawud penulis as-Sunan, serta Tirmidzi, penulis al-Jami'.
Hadith-hadithnya
diriwayatkan oleh para ulama yang tidak sedikit jumlahnya. Antara lain
Abul Qasim at-Tabarani, penulis tiga buah Mu'jam, Abu Ja'far at-Tahawi,
al-Hasan bin al-Khadir as-Suyuti, Muhammad bin Mu'awiyyah bin al-Ahmar
al-Andalusi dan Abu Bakar bin Ahmad as-Sunni, perawi Sunan Nasa'i.
Ketika
Imam Nasa'i selesai menyusun kitabnya, As-Sunan ul-Kubra, ia lalu
menghadiahkannya kepada Amir ar-Ramlah. Amir itu bertanya: "Apakah isi
kitab ini shahih seluruhnya?" "Ada yang shahih, ada yang hasan dan ada
pula yang hampir serupa dengan keduanya," jawabnya. "Kalau demikian,"
kata sang Amir, "Pisahkan hadith-hadith yang shahih saja." Atas
permintaan Amir ini maka Nasa'i berusaha menyeleksinya, memilih yang
shahih-shahih saja, kemudian dihimpunnya dalam suatu kitab yang
dinamakan As-Sunan us-Sughra. Dan kitab ini disusun menurut sistematika
fiqh sebagaimana kitab-kitab Sunan yang lain.
Imam Nasa'i sangat
teliti dalam menyususn kitab Sunan us-Sughra. Kerananya ulama berkata:
"Kedudukan kitab Sunan Sughra ini di bawah darjat Shahih Bukhari dan
Shahih Muslim, kerana sedikit sekali hadith dha'if yang tedapat di
dalamnya."
Oleh kerana itu, kita dapatkan bahawa hadith-hadith Sunan
Sughra yang dikritik oleh Abul Faraj ibnul al-Jauzi dan dinilainya
sebagai hadith maudhu’ kepada hadith-hadith tersebut tidak sepenuhnya
dapat diterima. As-Suyuti telah menyanggahnya dan mengemukakan pandangan
yang berbeda dengannya mengenai sebahagian besar hadith yang dikritik
itu. Dalam Sunan Nasa'i terdapat hadith-hadith shahih, hasan, dan
dha'if, hanya saja hadith yang dha'if sedikit sekali jumlahnya. Adapun
pendapat sebahagian ulama yang menyatakan bahawa isi kitab Sunan ini
shahih semuanya, adalah suatu anggapan yang terlalu sembrono, tanpa
didukung oleh penelitian mendalam. Atau maksud pernyataan itu adalah
bahawa sebahagian besar ini Sunan adalah hadith shahih.
Sunan
us-Sughra inilah yang dikategorikan sebagai salah satu kitab hadith
pokok yang dapat dipercaya dalam pandangan ahli hadith dan para kritikus
hadith. Sedangkan Sunan ul-Kubra, metode yang ditempuh Nasa'i dalam
penyusunannya adalah tidak meriwayatkan sesuatu hadith yang telah
disepakati oleh ulama kritik hadith untuk ditinggalkan.
Apabila
sesuatu hadith yang dinisbahkan kepada Nasa'i, misalnya dikatakan,
"hadith riwayat Nasa'i", maka yang dimaksudkan ialah "riwayat yang di
dalam Sunan us-Sughra, bukan Sunan ul-Kubra", kecuali yang dilakukan
oleh sebahagian kecil para penulis. Hal itu sebagaimana telah
diterangkan oleh penulis kitab 'Aunul-Ma'bud Syarhu Sunan Abi Dawud pada
bahagian akhir huraiannya: "Ketahuilah, pekataan al-Munziri dalam
Mukhtasar-nya dan perkataan al-Mizzi dalam Al-Atraf-nya, hadith ini
diriwayatkan oleh Nasa'i", maka yang dimaksudkan ialah riwayatnya dalam
As-Sunan ul-Kubra, bukan Sunan us-Sughra yang kini beredar di hampir
seluruh negeri, seperti India, Arabia, dan negeri-negeri lain. Sunan
us-Sughra ini merupakan ringkasan dari Sunan ul-Kubra dan kitab ini
hampir-hampir sulit ditemukan. Oleh kerana itu hadith-hadith yang
dikatakan oleh al-Munziri dan al-Mizzi, "diriwayatkan oleh Nasa'i"
adalah tedapat dalam Sunan ul-Kubra. Kita tidak perlu bingung dengan
tiadanya kitab ini, sebab setiap hadith yang tedapat dalam Sunan
us-Sughra, terdapat pula dalam Sunanul-Kubra dan tidak sebaliknya.
Mengakhiri
pengkajian ini, perlu ditegaskan kembali, bahawa Sunan Nasa'i adalah
salah satu kitab hadith pokok yang menjadi pegangan.
15. Imam Ibn Majah
Ibn
Majah adalah seorang kepercayaan yang besar, yang disepakati tentang
kejujurannya, dapat dijadikan argumentasi pendapat-pendapatnya. Ia
mempunyai pengetahuan luas dan banyak menghafal hadith.
Imam Abu
Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah ar-Rabi'i al-Qarwini, pengarang
kitab As-Sunan dan kitab-kitab bemanfaat lainnya. Kata "Majah" dalam
nama beliau adalah dengan huruf "ha" yang dibaca sukun; inilah pendapat
yang shahih yang dipakai oleh mayoritas ulama, bukan dengan "ta" (majat)
sebagaimana pendapat sementara orang. Kata itu adalah gelar ayah
Muhammad, bukan gelar kakeknya, seperti diterangkan penulis Qamus jilid
9, hal. 208. Ibn Katsr dalam Al-Bidayah wan-Nibayah, jilid 11, hal. 52.
Imam
Ibn Majah dilahirkan di Qaswin pada tahun 209 H, dan wafat pada tanggal
22 Ramadhan 273 H. Jenazahnya dishalatkan oleh saudaranya, Abu Bakar.
Sedangkan pemakamannya dilakukan oleh kedua saudaranya, Abu Bakar dan
Abdullah serta putranya, Abdullah.
Pengembaraannya
Ia berkembang
dan meningkat dewasa sebagai orang yang cinta mempelajari ilmu dan
pengetahuan, teristimewa mengenai hadith dan periwayatannya. Untuk
mencapai usahanya dalam mencari dan mengumpulkan hadith, ia telah
melakukan lawatan dan berkeliling di beberapa negeri. Ia melawat ke
Irak, Hijaz, Syam, Mesir, Kufah, Basrah dan negara-negara serta
kota-kota lainnya, untuk menemui dan berguru hadith kepada ulama-ulama
hadith. Juga ia belajar kepada murid-murid Malik dan al-Lais,
rahimahullah, sehingga ia menjadi salah seorang imam terkemuka pada
masanya di dalam bidang ilmu nabawi yang mulia ini.
Aktivitas Periwayatannya
Ia
belajar dan meriwayatkan hadith dari Abu Bakar bin Abi Syaibah,
Muhammad bin Abdullah bin Numair, Hisyam bin 'Ammar, Muhammad bin Ramh,
Ahmad bin al-Azhar, Bisyr bin Adan dan ulama-ulama besar lain.
Sedangkan
hadith-hadithnya diriwayatkan oleh Muhammad bin 'Isa al-Abhari, Abul
Hasan al-Qattan, Sulaiman bin Yazid al-Qazwini, Ibn Sibawaih, Ishak bin
Muhammad dan ulama-ulama lainnya.
Penghargaan Para Ulama Kepadanya
Abu
Ya'la al-Khalili al-Qazwini berkata: "Ibn Majah adalah seorang
kepercayaan yang besar, yang disepakati tentang kejujurannya, dapat
dijadikan argumentasi pendapat-pendapatnya. Ia mempunyai pengetahuan
luas dan banyak menghafal hadith."
Zahabi dalam Tazkiratul Huffaz,
melukiskannya sebagai seorang ahli hadith besarm mufasir, pengarang
kitab sunan dan tafsir, serta ahli hadith kenamaan negerinya.
Ibn
Kasir, seorang ahli hadith dan kritikus hadith berkata dalam
Bidayah-nya: "Muhammad bin Yazid (Ibn Majah) adalah pengarang kitab
sunan yang masyhur. Kitabnya itu merupakan bukti atas amal dan ilmunya,
keluasan pengetahuan dan pandangannya, serta kredibilitas dan
loyalitasnya kepada hadith dan usul dan furu'."
Karya-karyanya
Imam Ibn Majah mempunyai banyak karya tulis, di antaranya:
• Kitab As-Sunan, yang merupakan salah satu Kutubus Sittah (Enam Kitab Hadith yang Pokok).
• Kitab Tafsir Al-Qur'an, sebuah kitab tafsir yang besar manfatnya seperti diterangkan Ibn Kasir.
• Kitab Tarikh, berisi sejarah sejak masa sahabat sampai masa Ibn Majah.
Sekilas Tentang Sunan Ibn Majah
Kitab
ini adalah salah satu kitab karya Imam Ibn Majah terbesar yang masih
beredar hingga sekarang. Dengan kitab inilah, nama Ibn Majah menjadi
terkenal.
Ia menyusun sunan ini menjadi beberapa kitab dan beberapa
bab. Sunan ini terdiri dari 32 kitab, 1.500 bab. Sedan jumlah hadithnya
sebanyak 4.000 buah hadith.
Kitab sunan ini disusun menurut
sistematika fiqh, yang dikerjakan secara baik dan indah. Ibn Majah
memulai sunan-nya ini dengan sebuah bab tentang mengikuti sunnah
Rasulullah SAW. Dalam bab ini ia menguraikan hadith-hadith yang
menunjukkan kekuatan sunnah, kewajiban mengikuti dan mengamalkannya.
Kedudukan Sunan Ibn Majah di antara Kitab-kitab Hadith
Sebahagian
ulama tidak memasukkan Sunan Ibn Majah ke dalam kelompok "Kitab Hadith
Pokok" mengingat darjat Sunan ini lebih rendah dari kitab-kitab hadith
yang lima.
Sebahagian ulama yang lain menetapkan, bahawa kitab-kitab
hadith yang pokok ada enam kitab (Al-Kutubus Sittah/Enam Kitab Hadith
Pokok), yaitu:
• Shahih Bukhari, karya Imam Bukhari.
• Shahih Muslim, karya Imam Muslim.
• Sunan Abu Dawud, karya Imam Abu Dawud.
• Sunan Nasa'i, karya Imam Nasa'i.
• Sunan Tirmidzi, karya Imam Tirmidzi.
• Sunan Ibn Majah, karya Imam Ibn Majah.
Ulama
pertama yang memandang Sunan Ibn Majah sebagai kitab keenam adalah
al-Hafiz Abul-Fardl Muhammad bin Tahir al-Maqdisi (wafat pada 507 H)
dalam kitabnya Atraful Kutubus Sittah dan dalam risalahnya Syurutul
'A'immatis Sittah.
Pendapat itu kemudian diikuti oleh al-Hafiz 'Abdul
Gani bin al-Wahid al-Maqdisi (wafat 600 H) dalam kitabnya Al-Ikmal fi
Asma' ar-Rijal. Selanjutnya pendapat mereka ini diikuti pula oleh
sebahagian besar ulama yang kemudian.
Mereka mendahulukan Sunan Ibn
Majah dan memandangnya sebagai kitab keenam, tetapi tidak
mengkategorikan kitab Al-Muwatta' karya Imam Malik sebagai kitab keenam,
padahal kitab ini lebih shahih daripada Sunan Ibn Majah, hal ini
mengingat bahawa Sunan Ibn Majah banyak zawa'idnya (tambahannya) atas
Kutubul Khamsah. Berbeda dengan Al-Muwatta', yang hadith-hadith itu
kecuali sedikit sekali, hampir seluruhnya telah termuat dalam Kutubul
Khamsah.
Di antara para ulama ada yang menjadikan Al-Muwatta' susunan
Imam Malik ini sebagai salah satu Usul us-Sittah (Enam Kitab Pokok),
bukan Sunan Ibn Majah. Ulama pertama yang berpendapat demikian adalah
Abul Hasan Ahmad bin Razin al-Abdari as-Sarqisti (wafat sekitar tahun
535 H) dalam kitabnya At-Tajrid fil Jam'i Bainas-Sihah. Pendapat ini
diikuti oleh Abus Sa'adat Majduddin Ibnul Asir al-Jazairi asy-Syafi'i
(wafat 606 H). Demikian pula az-Zabidi asy-Syafi'i (wafat 944 H) dalam
kitabnya Taysirul Wusul.
Nilai Hadith-hadith Sunan Ibn Majah
Sunan
Ibn Majah memuat hadith-hadith shahih, hasan, dan da'if (lemah), bahkan
hadith-hadith munkar dan maudhu’ meskipun dalam jumlah sedikit.
Martabat
Sunan Ibn Majah ini berada di bawah martabat Kutubul Khamsah (Lima
Kitab Pokok). Hal ini kerana kitab sunan ini yang paling banyaknya
hadith-hadith da'if di dalamnya.
Oleh kerana itu tidak sayugianya
kita menjadikan hadith-hadith yang dinilai lemah atau palsu dalam Sunan
Ibn Majah ini sebagai dalil. Kecuali setelah mengkaji dan meneliti
terlebih dahulu mengenai keadaan hadith-hadith tersebut. Bila ternyata
hadith dimaksud itu shahih atau hasan, maka ia boleh dijadikan pegangan.
Jika tidak demikian adanya, maka hadith tersebut tidak boleh dijadikan
dalil.
Sulasiyyat Ibn Majah
Ibn Majah telah meriwayatkan beberapa
buah hadith dengan sanad tinggi (sedikit sanadnya), sehingga antara dia
dengan Nabi SAW hanya terdapat tiga perawi. Hadith semacam inilah yang
dikenal dengan sebutan Sulasiyyat.
No comments:
Post a Comment