Pembaca muslim yang dimuliakan oleh Allah ta’ala, seorang
muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir akan mengimani wajibnya
memuliakan tamu sehingga ia akan menempatkannya sesuai dengan kedudukannya. Hal
ini sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ
بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلأخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
“Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka
hendaklah dia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari)
Berikut ini adalah adab-adab yang berkaitan dengan tamu dan
bertamu. Kami membagi pembahasan ini dalam dua bagian, yaitu adab bagi tuan
rumah dan adab bagi tamu.
Adab Bagi Tuan Rumah
1. Ketika mengundang seseorang, hendaknya mengundang
orang-orang yang bertakwa, bukan orang yang fajir (bermudah-mudahan dalam
dosa), sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ تُصَاحِبْ إِلاَّ
مُؤْمِنًا,وَلاَ يَأْكُلُ طَعَامَك َإِلاَّ تَقِيٌّ
“Janganlah engkau berteman melainkan dengan seorang mukmin, dan
janganlah memakan makananmu melainkan orang yang bertakwa!” (HR. Abu Dawud dan
Tirmidzi)
2. Tidak mengkhususkan mengundang orang-orang kaya saja,
tanpa mengundang orang miskin, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
شَرُّ الطَّعَامِ
طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُدْعَى لَهَا الأَغْنِيَاءُ ، وَيُتْرَكُ الْفُقَرَاءُ
“Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah di mana
orang-orang kayanya diundang dan orang-orang miskinnya ditinggalkan.” (HR.
Bukhari Muslim)
3. Tidak mengundang seorang yang diketahui akan
memberatkannya kalau diundang.
4. Disunahkan mengucapkan selamat datang kepada para tamu
sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu,
bahwasanya tatkala utusan Abi Qais datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, Beliau bersabda,
مَرْحَبًا بِالْوَفْدِ
الَّذِينَ جَاءُوا غَيْرَ خَزَايَا وَلاَ نَدَامَى
“Selamat datang kepada para utusan yang datang tanpa merasa
terhina dan menyesal.” (HR. Bukhari)
5. Menghormati tamu dan menyediakan hidangan untuk tamu
makanan semampunya saja. Akan tetapi, tetap berusaha sebaik mungkin untuk
menyediakan makanan yang terbaik. Allah ta’ala telah berfirman yang mengisahkan
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam bersama tamu-tamunya:
فَرَاغَ إِلىَ أَهْلِهِ
فَجَاءَ بِعِجْلٍ سَمِيْنٍ . فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ قَالَ آلاَ تَأْكُلُوْنَ
“Dan Ibrahim datang pada keluarganya dengan membawa daging
anak sapi gemuk kemudian ia mendekatkan makanan tersebut pada mereka (tamu-tamu
Ibrahim-ed) sambil berkata: ‘Tidakkah kalian makan?’” (Qs. Adz-Dzariyat: 26-27)
6. Dalam penyajiannya tidak bermaksud untuk bermegah-megah
dan berbangga-bangga, tetapi bermaksud untuk mencontoh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan para Nabi sebelum beliau, seperti Nabi Ibrahim ‘alaihis
salam. Beliau diberi gelar “Abu Dhifan” (Bapak para tamu) karena betapa mulianya
beliau dalam menjamu tamu.
7. Hendaknya juga, dalam pelayanannya diniatkan untuk
memberikan kegembiraan kepada sesama muslim.
8. Mendahulukan tamu yang sebelah kanan daripada yang
sebelah kiri. Hal ini dilakukan apabila para tamu duduk dengan tertib.
9. Mendahulukan tamu yang lebih tua daripada tamu yang lebih
muda, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ لَمْ يَرْحَمْ
صَغِيْرَنَا وَيُجِلَّ كَبِيْرَنَا فَلَيْسَ مِنَّا
“Barang siapa yang tidak mengasihi yang lebih kecil dari
kami serta tidak menghormati yang lebih tua dari kami bukanlah golongan kami.”
(HR Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad). Hadits ini menunjukkan perintah untuk
menghormati orang yang lebih tua.
10. Jangan mengangkat makanan yang dihidangkan sebelum tamu
selesai menikmatinya.
11. Di antara adab orang yang memberikan hidangan ialah
mengajak mereka berbincang-bincang dengan pembicaraan yang menyenangkan, tidak
tidur sebelum mereka tidur, tidak mengeluhkan kehadiran mereka, bermuka manis
ketika mereka datang, dan merasa kehilangan tatkala pamitan pulang.
12. Mendekatkan makanan kepada tamu tatkala menghidangkan
makanan tersebut kepadanya sebagaimana Allah ceritakan tentang Ibrahim ‘alaihis
salam,
فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ قَالَ أَلا تَأْكُلُونَ
“Kemudian Ibrahim mendekatkan hidangan tersebut pada
mereka.” (Qs. Adz-Dzariyat: 27)
13. Mempercepat untuk menghidangkan makanan bagi tamu sebab
hal tersebut merupakan penghormatan bagi mereka.
14. Merupakan adab dari orang yang memberikan hidangan ialah
melayani para tamunya dan menampakkan kepada mereka kebahagiaan serta
menghadapi mereka dengan wajah yang ceria dan berseri-seri.
15. Adapun masa penjamuan tamu adalah sebagaimana dalam
sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ
أَيَّامٍ وَجَائِزَتُهُ يَوْمٌ وَلَيَْلَةٌ وَلاَ يَحِلُّ لِرَجُلٍ مُسْلِمٍ أَنْ يُقيْمَ
عِنْدَ أَخِيْهِ حَتَّى يُؤْثِمَهُ قاَلُوْا يَارَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ يُؤْثِمَهُ؟
قَالَ :يُقِيْمُ عِنْدَهُ وَلاَ شَيْئَ لَهُ يقْرِيْهِ بِهِ
“Menjamu tamu adalah tiga hari, adapun memuliakannya sehari
semalam dan tidak halal bagi seorang muslim tinggal pada tempat saudaranya
sehingga ia menyakitinya.” Para sahabat berkata: “Ya Rasulullah, bagaimana
menyakitinya?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Sang tamu
tinggal bersamanya sedangkan ia tidak mempunyai apa-apa untuk menjamu tamunya.”
16. Hendaknya mengantarkan tamu yang mau pulang sampai ke
depan rumah.
Adab Bagi Tamu
1. Bagi seorang yang diundang, hendaknya memenuhinya sesuai
waktunya kecuali ada udzur, seperti takut ada sesuatu yang menimpa dirinya atau
agamanya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ دُعِىَ فَلْيُجِبْ
“Barangsiapa yang diundang maka datangilah!” (HR. Abu Dawud
dan Ahmad)
وَمَنْ تَرَكَ الدَّعْـوَةَ
فَقَدْ عَصَى اللهَ وَرَسُوْلَهُ
“Barang siapa yang tidak memenuhi undangan maka ia telah
bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari)
Untuk menghadiri undangan maka hendaknya memperhatikan
syarat-syarat berikut:
Orang yang mengundang bukan orang yang harus dihindari dan
dijauhi.
Tidak ada kemungkaran pada tempat undangan tersebut.
Orang yang mengundang adalah muslim.
Penghasilan orang yang mengundang bukan dari penghasilan
yang diharamkan. Namun, ada sebagian ulama menyatakan boleh menghadiri undangan
yang pengundangnya berpenghasikan haram. Dosanya bagi orang yang mengundang,
tidak bagi yang diundang.
Tidak menggugurkan suatu kewajiban tertentu ketika
menghadiri undangan tersebut.
Tidak ada mudharat bagi orang yang menghadiri undangan.
2. Hendaknya tidak membeda-bedakan siapa yang mengundang,
baik orang yang kaya ataupun orang yang miskin.
3. Berniatlah bahwa kehadiran kita sebagai tanda hormat
kepada sesama muslim. Sebagaimana hadits yang menerangkan bahwa, “Semua amal
tergantung niatnya, karena setiap orang tergantung niatnya.” (HR. Bukhari
Muslim)
4. Masuk dengan seizin tuan rumah, begitu juga segera pulang
setelah selesai memakan hidangan, kecuali tuan rumah menghendaki tinggal
bersama mereka, hal ini sebagaimana dijelaskan Allah ta’ala dalam firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَدْخُلُوا
بُيُوتَ النَّبِيِّ إِلا أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَى طَعَامٍ غَيْرَ نَاظِرِينَ
إِنَاهُ وَلَكِنْ إِذَا دُعِيتُمْ فَادْخُلُوا فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَشِرُوا
وَلا مُسْتَأْنِسِينَ لِحَدِيثٍ إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ يُؤْذِي النَّبِيَّ فَيَسْتَحْيِي
مِنْكُمْ وَاللَّهُ لا يَسْتَحْيِي مِنَ الْحَقِّ وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ
مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ
وَقُلُوبِهِنَّ وَمَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا رَسُولَ اللَّهِ وَلا أَنْ
تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ بَعْدِهِ أَبَدًا إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ عِنْدَ
اللَّهِ عَظِيمًا
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki
rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak
menunggu-nunggu waktu masak makanannya! Namun, jika kamu diundang, masuklah!
Dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa memperpanjang percakapan!
Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi. Lalu, Nabi malu kepadamu
untuk menyuruh kamu keluar. Dan Allah tidak malu menerangkan yang benar.” (Qs.
Al Azab: 53)
5. Apabila kita dalam keadaan berpuasa, tetap disunnahkan
untuk menghadiri undangan karena menampakkan kebahagiaan kepada muslim termasuk
bagian ibadah. Puasa tidak menghalangi seseorang untuk menghadiri undangan,
sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إذَا دُعِىَ أَحَدُكُمْ
فَلْيُجِبْ فَإِنْ كَانَ صَاِئمًا فَلْيُصَِلِّ وِإِنْ كَانَ مُفْـطِرًا فَلْيُطْعِمْ
“Jika salah seorang di antara kalian di undang, hadirilah!
Apabila ia puasa, doakanlah! Dan apabila tidak berpuasa, makanlah!” (HR.
Muslim)
6. Seorang tamu meminta persetujuan tuan untuk menyantap,
tidak melihat-lihat ke arah tempat keluarnya perempuan, tidak menolak tempat
duduk yang telah disediakan.
7. Termasuk adab bertamu adalah tidak banyak melirik-lirik
kepada wajah orang-orang yang sedang makan.
8. Hendaknya seseorang berusaha semaksimal mungkin agar
tidak memberatkan tuan rumah,
sebagaimana firman Allah ta’ala dalam ayat di atas: “Bila
kamu selesai makan, keluarlah!” (Qs. Al Ahzab: 53)
9. Sebagai tamu, kita dianjurkan membawa hadiah untuk tuan
rumah karena hal ini dapat mempererat kasih sayang antara sesama muslim,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berilah
hadiah di antara kalian! Niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Bukhari)
10. Jika seorang tamu datang bersama orang yang tidak
diundang, ia harus meminta izin kepada tuan rumah dahulu, sebagaimana hadits
riwayat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:
كَانَ مِنَ اْلأَنْصَارِ
رَجـُلٌ يُقَالُ لُهُ أَبُوْ شُعَيْبُ وَكَانَ لَهُ غُلاَمٌ لِحَامٌ فَقَالَ اِصْنَعْ
لِي طَعَامًا اُدْعُ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَامِسَ خَمْسَةٍ فَدَعَا
رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَامِسَ خَمْسَةٍ فَتَبِعَهُمْ رَجُلٌ
فَقَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّكَ دَعَوْتَنَا خَامِسَ
خَمْسَةٍ وَهذَا رَجُلٌ قَدْ تَبِعَنَا فَإِنْ شِئْتَ اْذَنْ لَهُ
وَإِنْ شِئْتَ تَرَكْتُهُ قَالَ بَلْ أَذْنْتُ لَهُ
“Ada seorang laki-laki di kalangan Anshor yang biasa
dipanggil Abu Syuaib. Ia mempunyai seorang anak tukang daging. Kemudian, ia
berkata kepadanya, “Buatkan aku makanan yang dengannya aku bisa mengundang lima
orang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengundang empat orang yang orang kelimanya
adalah beliau. Kemudian, ada seseorang yang mengikutinya. Maka, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Engkau mengundang kami lima orang dan
orang ini mengikuti kami. Bilamana engkau ridho, izinkanlah ia! Bilamana tidak,
aku akan meninggalkannya.” Kemudian, Abu Suaib berkata, “Aku telah
mengizinkannya.”" (HR. Bukhari)
11. Seorang tamu hendaknya mendoakan orang yang memberi
hidangan kepadanya setelah selesai mencicipi makanan tersebut dengan doa:
أَفْطَرَ عِنْدَكُمُ
الصَّائِمُوْنَ, وَأَكَلَ طَعَامَكُمُ اْلأَبْرَارَ,وَصَلَّتْ عَلَيْكُمُ اْلمَلاَئِكَةُ
“Orang-orang yang puasa telah berbuka di samping kalian.
Orang-orang yang baik telah memakan makanan kalian. semoga malaikat mendoakan
kalian semuanya.” (HR Abu Daud, dishahihkan oleh Al Albani)
اَللّهُـمَّ أَطْعِمْ
مَنْ أَطْعَمَنِي, وَاْسقِ مَنْ سَقَانِي
“Ya Allah berikanlah makanan kepada orang telah yang
memberikan makanan kepadaku dan berikanlah minuman kepada orang yang telah
memberiku minuman.” (HR. Muslim)
اَللّهُـمَّ اغْـفِرْ
لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ وَبَارِكْ لَهُمْ فِيْمَا رَزَقْتَهُمْ
“Ya Allah ampuni dosa mereka dan kasihanilah mereka serta
berkahilah rezeki mereka.” (HR. Muslim)
12. Setelah selesai bertamu hendaklah seorang tamu pulang
dengan lapang dada, memperlihatkan budi pekerti yang mulia, dan memaafkan
segala kekurangan tuan rumah.
WALLAHU ‘A’LAM
No comments:
Post a Comment