وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ
أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا…
Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya….{Q.S. Ar – Ruum : 21}
Khutbah atau pidato, sebagiannya bersifat wajib seperti
khutbah jum’at dan sebagian yang lain bersifat sunnah seperti khutbah dua hari
raya dan khutbah nikah ini. Sekalipun sunnah menurut terminology pada fuqaha,
tetapi khutbah nikah adalah suatu yang disyariatkan oleh agama dan dilakukan
oleh Nabi Muhammad dalam masa kenabian beliau.
Inti khutbah adalah nasehat atau saling mengingatkan antara
sesame ummat beriman agar menempuh jalan yang benar dalam hidup ini. Nasehat
banyak macam ragamnya tetapi nasehat terbaik adalah yang berasal dari Allah dan
Rasulullah. Dalam hal ini Rasulullah bersabdah : “Pembicaraan yang terbaik
adalah kitab Allah, dan petunjuk terbaik adalah petunjuk Muhammad Rasulullah,
perbuatan terburuk adalah perbuatan mengada dalam agama. Setiap perbuatan yang
mengada – ada adalah bid’ah (penyimpangan). Setiap bid’ah adalah
kesesatan.”{H.R. Bukhari}
Memperhatikan khutbah yang diberikan Rasulullah dalam
berbagai kesempatan. Termasuk khutbah nikah, maka hal pertama beliau sampaikan
setelah memuji Allah adalah wasiat taqwa. Beliau mengingatkan ummat beliau agar
betul – betul bertaqwa dan jangan sampai meninggalkan dunia yang fanna ini
kecuali dalam keadaan muslim yang menyerahkan dirinya kepada Allah.
Beliau membacakan firman Allah yang berbunyi :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah
sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. {S. Ali Imran :
102}. Jadi ayat ini menerangkan untuk betul – betul bertaqwa dan tidak hanya
asal bertaqwa. Kita di minta untuk bertaqwa sampai ketingkat maksimal.
Dalam kesempatan yang lain, beliau
mengutip firman Allah yang berbunyi :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ
اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. {Q.S. Al – Hasyr :
18}
Dalam ayat ini perintah bertaqwa
di sebut dua kali karena penegasan. Yang di maksd hari esok adalah hari setelah
kematian manusia atau hari akhirat. Keberhasilan hari esok ditentukan oleh
prestasi hari ini di dunia. Ummat islam tidak hanya di minta untuk berhasil di
dunia, tetapi juga di minta untuk berhasil di akhirat. Bagaimanapun pentingnya
dunia, hari esok di akhirat lebih baik dari hari esok di dunia. Secara
harfiyah, taqwa berarti takut pada Allah dengan melaksanakan perintahnya dan
menjauhi larangannya. Perintah dan larangan itu ada di depan kita, dalam Al –
Qur’an dan Sunnah Nabi-nya.
Suruhan dan larangan tersebut
kadang – kadang disebut dengan istilah halal dan haram. Dalam sebuah sabdah
Nabi SAW, beliau pernah bersabdah bahwa sikap atau perbuatan halal itu sudah
jelas dan sikap atau perbuatan haram itu sudah jelas. Antara keduanya terdapat
hal – hal yang diragukan.
Melakukan sesuatu yang tidak jelas
halal – haramnya dapat terjatuh kepada yang haram, karena itu, beliau meminta
untuk meninggalkan hal – hal yang meragukan dalam hidup ini. Bila tidak
mengetahui suatu sikap atau perbuatan, apakah apakah halal atau haram, maka
bertanyalah pada yang tau. Pepatah kita mengatakan bahwa malu bertanya sesat di
jalan. Bertanya adalah pintu ilmu, orang yang tidak mau bertanya atau
mempertanyakan hidupnya tidak akan mendapat ilmu yang bermanfaat.
No comments:
Post a Comment