11/9/12

Makan dan Minum dengan Berdiri


1.   Hadits-Hadits yang melarang 

عن أنس، عن النبي صلى الله عليه وسلم، «أَنَّهُ نَهَى أَنْ يَشْرَبَ الرَّجُلُ قَائِمًا»
Dari Anas a, beliau mengatakan bahwa Nabi y melarang sambil minum berdiri. Qatadah berkata : “Kami bertanya : ‘Bagaimana dengan makan (sambil berdiri) ?”. Beliau menjawab : “Hal itu lebih buruk  atau menjijikkan.”[1]
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، «أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَجَرَ عَنِ الشُّرْبِ قَائِمًا»
Dari Abu Sa’id al-Khudriy a, beliau mengatakan bahwa Nabi y melarang minum sambil berdiri. (HR. Muslim no. 2025)
Sedangkan dalam hadits lainnya, bahkan Rasulullah y sampai memerintahkan agar mereka yang minum sambil berdiri untuk memuntahkannya.[2]
2.   Hadits-hadits yang menunjukkan kebolehannya
Sebaliknya, bila temui adanya riwayat dari hadits-hadits nabawi yang melarang aktivitas mengkonsumsi makanan dengan berdiri, ternyata banyak pula hadits yang menyebutkan sebaliknya, berikut diantaranya :

أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا حَدَّثَهُ قَالَ: «سَقَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ زَمْزَمَ، فَشَرِبَ وَهُوَ قَائِمٌ»
Dari Ibnu Abbas beliau mengatakan, “Aku memberikan air zam-zam kepada Rasulullah y Maka beliau lantas minum dalam keadaan berdiri.”[3]
 
أَنَّ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ، شَرِبَ قَائِمًا، فَنَظَرَ إِلَيْهِ النَّاسُ كَأَنَّهُمْ أَنْكَرُوهُ، فَقَالَ: مَا تَنْظُرُونَ  ؟ إِنْ أَشْرَبْ قَائِمًا، " فَقَدْ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَشْرَبُ قَائِمًا، وَإِنْ أَشْرَبْ قَاعِدًا، فَقَدْ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَشْرَبُ قَاعِدًا
“‘Ali bin Abi Thalib a minum sambil berdiri. Kemudian orang-orang memandangnnya dengan pandangan seakan-akan tidak suka. Kemudian ia bekata : “Kalian melihat (dengan tidak suka) aku minum sambil berdiri ? Padahal aku melihat Nabi y minum sambil berdiri. Dan bila aku minum sambil duduk, karena sungguh aku juga melihat beliau minum sambil duduk.”[4]
Dalam riwayat lain Ali bin Abi Thalib apernah berwudhu lalu meminum air sisa wudhunya sambil berdiri, kemudian beliau berkata :

بَلَغَنِي أَنَّ الرَّجُلَ مِنْكُمْ يَكْرَهُ، أَنْ يَشْرَبَ وَهُوَ قَائِمٌ، وَهَذَا وُضُوءُ مَنْ لَمْ يُحْدِثْ وَرَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَلَ هَكَذَا
“Telah sampai kepadaku bahwasanya diantara kalian ada yang membenci minum sambil berdiri, sesungguhnya aku berwudhu ini sebelum aku batal, dan aku melihat Rasulullah melakukan seperti ini.”[5]
Dari Ibnu Umar beliau mengatakan,

كُنَّا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: نَأْكُلُ وَنَحْنُ نَمْشِي، وَنَشْرَبُ، وَنَحْنُ قِيَامٌ
“Di masa Nabi y  kami pernah makan sambil berjalan dan minum sambil berdiri.”[6]

Dengan adanya hadits-hadits di atas, ulama berbeda pendapat dalam menyimpulkan hukum makan dan minum sambil berdiri. 

1.   Makan dan minum boleh berdiri dan boleh duduk.
Kalangan ini berpendapat, bahwa makan dan minum boleh saja dikerjakan sambil duduk dan berdiri. Minum sambil berdiri dipandang boleh-boleh saja jika memang seseorang dalam kondisi berdiri dan tidak ada kemakruhannya. Hal ini karena kalangan ini berpendapat, hadits yang menyatakan bolehnya minum sambil berdiri menasakh hadits-hadits yang melarangnya.
Ini diketahui sebagai pendapat jumhur tabi’in[7] seperti : Sa’iid bin Jubair, Thaawus, Zaadzaan Abu ‘Umar Al-Kindiy, dan Ibrahim bin Yaziid An-Nakha’iy, imam Ahmad bin Hanbal dan yang masyhur dalam madzhabnya,[8] Jumhur Malikiyyah.[9]

2.   Boleh makan dan minum sambil berdiri, namun duduk lebih utama.
 Jumhur ulama berpendapat bahwa minum sambil berdiri itu diperbolehkan.  Hal ini karena hadits yang melarang dipandang tidak lebih kuat dari yang membolehkan, hanya kemudian dipandang sebagai keutamaan.
Menurut pendapat ini, hadits-hadits pelarangan itu hanyalah makruh tanzih (makruh ringan), sedangkan perbuatan beliau (yang minum sambil berdiri) menjelaskan tentang kebolehannya. Hadis-hadis pelarangan dibawa kepada makna disukainya minum sambil duduk, serta dorongan kepada amal-amal yang lebih utama lagi sempurna. Pendapat ini adalah pendapat jumhur ulama, diantaranya adalah sebagian  kalangan Hanafiyyah, sebagian kalangan Malikiyyah, jumhur ulama Syafi’iyyah.[10]
An Nawawi t mengatakan : “Yang benar adalah makruh tanzihnya (Minum sambil berdiri). Adapun Nabi minum sambil berdiri menunjukkan kebolehan hal itu dilakukan.[11]

3.   Makan dan minum sambil berdiri adalah Haram.
Sebagian ulama lainnya berpendapat haram minum sambil berdiri, dan untuk makan lebih makruh lagi. Karena kalangan ini memandang hadits-hadits yang menyatakan kebolehan minum sambil berdiri di masnsukh oleh yang melarangnya. Ini diketahui sebagai pendapat Ibnu Hazm dan kalangan mazhab ad Dhahiri.[12]

4.   Kebolehan dengan catatan tertentu
Ada yang mengatakan bahwa bolehnya minum sambil berdiri hanya jika ada hajat/keperluan; selain dari itu, maka dibenci. Ini merupakan pendapat Ibnu Taimiyyah, dan Ibnul-Qayyim.[13]
Manakah yang lebih utama untuk diikuti ?
Pendapat yangh rajih dalam masalah ini, dan lebih utama untuk diikuti adalah pendapat jumhur ulama, yakni pendapat yang menyatakan makan dan minum lebih utama dikerjakan dengan duduk, adapun bila dikerjakan dengan berdiri, maka itu makruh tanzih atau tidak mendapat keutamaan.[14]
Wallahu a’lam.



[1] Hadits ini diriwayatkan oleh imam Muslim (no. 2024) pada bab dibencinya minum dengan berdiri. Imam Ahmad (11775)
[2] HR. Muslim ( 2026), Ahmad ( 8135) dan Al-Baihaqiy (282).
[3] Hadits Shahih riwayat al imam Bukhari (1637), dan Muslim (2027).
[4] Isnad hadits ini Hasan, diriwayatkan oleh imam Ahmad (795) dan  At Thahawi (4/273).
[5] Hadits Shahih li Ghairihi, diriwayatkan oleh imam Ahmad (797).
[6] Shahih :  HR. Ibnu Majah (3301), Ahmad (4587).
[7] Mushannaf Ibni Abi Syaibah ( 24474).
[8] Lihat Al-Aadaabusy-Syar’iyyah (3/174), Al-Furuu’ (5/302), Al-Inshaaf (8/330), Kasysyaaful-Qinaa’ min Matnil-Iqnaa’ (5/177), Syarhul-Muntahaa (3/38).
[9] Lihat Al-Muntaqaa Syarh Al-Muwaththa’ (7/237), ‘Aaridlatul-Ahwadziy (8/72-73), Syarh Al-Bukhariy oleh Ibnu Baththaal (6/72), Al-Mufhim (5/285-286), Haasyiyyah Al-‘Adawiy (2/609), Fawaakihud-Dawaaniy (2/319).
[10] Umdatul-Qaariy (21/193), Al-Mu’lim 3/68, Tuhfatul-Muhtaj (7/438), Mughnil-Muhtaj (4/412), Ma’aalimus-Sunan (5/281-282), Syarhus-Sunnah (11/381), Syarah SahihMuslim (13/195), Fathul-Baari (10/84).
[11] Al Mausu’ah Fiqhiyah al Kuwaitiyah (25/364), al-Fatawa (62-63).
[12] Al-Muhallaa 7/519-520.
[13] Al-Fatawaa (32/209), Zaadul-Ma’aad (2/278).
[14] Syarh Sahih Muslim (13/195), Al Mausu’ah Fiqhiyah al Kuwaitiyah (25/364),

No comments:


TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA<><><><><>Semoga Kehadiran Kami Bermanfaat Bagi Kita Bersama
banner