Bab I
Pendahuluan
1.1.
Latar belakang
Shalat gerhana atau yang biasa disebut kusuf ini adalah suatu yang
tidak asing lagi di telinga masyarakat umumnya, karena gerhana
terjadi terjadi di setiap tahunnya oleh karena itu,
penulis akan sedikit menjelaskan sedikit lebih rinci tentang Ibadah atau pun
hal-hal yang berhubungan dengan gerhana,disisi lain gerhana ini terjadi bukan
karena sendirinya akan tetapi karena kehendak Allah SWT, yang dimana ini
termasuk salah satu tanda darai tanda – tanda
kekuasannya di alam semesta ini.
Adapun mengenai tata cara shalat dan hal – hal yang disunnahkan untuk
mengerjakannya hingga dimana shalat gerhana ini dilakukan penulis akan
memaparkannya dalam makalah ini, karena pentingnya suatu ibadah walau pun
berhukum sunnah dapat meninggikan agama Allah SWT, sekaligus menambah keimanan
dan ketaqwaan kita dalam mentadaburi
kebesaran Allah yang terjadi di alam semesta.
1.2.
Tujuan penulisan
Ada beberapa hal yang menjadi poin penting dalam tujuan penulisan
karya tulis ini, diantaranya ialah:
1.
Memenuhi salah satu persyaratan untuk mengikuti ujian akhir
pesantren persis bangil.
2.
Mengetahui lebih jauh dan dalam tentang kebesaran Allah yang
terjadi di alam semesta ini, dan juga yang berkaitan dengan ibadah.
3.
Mengupas sedikit lebih jelas dan terperinci hal-hal yang berhubungan
dengan shalat kusuf.
1.3.
Metode
penulisan
Karya tulis disusun berdasarkan metode study pustaka atau penelitian pustaka yaitu yang merujuk pada Al – Qur’an dan Al – Hadits,
serta beberapa makalah yang lainnya.
1.4.
Sistematika
penulisan
Karya tulis disusun menggunakan sistematika, dimana dalam karya
tulis ini tersusun berdasarkan bab – bab,
sebagaimana berikut:
o BAB I : Pendahuluan.
ü Latar belakang.
ü Tujuan penulisan.
ü Metode penulisan.
ü Sistematika dalam penyusunannya.
o BAB II : Pembahasan Shalat Khusuf
ü Pengertian Shalat Kusuf.
ü Kaifiyah Shalat Kusuf.
ü Hal – hal yang disunnahkan ketika terjadi
Gerhana.
o BAB III : Hukum dan tempat Shalat Khusuf
ü Dalil-Dalil Yang Berkaitan Dengan Shalat
Kusuf
ü Istimbath Hukum
o BAB IV : Penutup
ü Kesimpulan
Bab II
Pembahasan Shalat Kusuf[1]
2.1.
Pengertian Shalat Kusuf
secara istilah ialah Ibadah
yang didalamnya terdapat pebuatan – perbuatan dan perkataan tertentu yang diawali dengan
takbiratul ikharam dan diakhiri dengan salam[3].
secara istilah adalah hilanganya
cahaya matahari atau sebagian disiang hari[5].
Jadi secara ringkas shalat kusuf ialah suatu ibadah yang dikerjakan apabila
terjadi gerhana.
Adapun jika terjadinya gerhana matahari
adalah posisi dimana sinar matahari tertutup oleh bulan dan apabila terjadi
gerhana bualan adalah sinar matahari terhalang bumi sehingga sinar matahari
tertutup bumi.
Di dalam
Al-qur’an
telah dijelaskan bahwa matahari dan bulan
adalah sebagian dari tanda-tanda kebesaran-Nya, yaitu:
وَمِنْ آَيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا
تَسْجُدُوالِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ
كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ. [الفصلت: 37]
“Dan sebagian dari tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada
matahari dan janganlah (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah
Yang menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.” (fussilat:37)
2.2.
Tatacara Shalat Kusuf
Dalam setiap melaksanakan Ibadah shalat maka sudah
seharusnya dikembalikan pada Allah dan Rasulnya karena Ibadah itu hanya kepada Allah
SWT, dan kepada Rasulullah kita diperintah untuk ittiba’. maka dalam urusan ibadah
Nabi bersabda:
صَلُّو اكَمَا رَأَيْتُمُو
نِي أُصَلِّي
Bedasarkan hadits diatas jelaslah bahwa kita di perintah shalat
sebagaimana Nabi shalat, oleh karena itu kita harus mengikuti tata cara shalat kusuf Nabi
Muhammad SAW yang pernah dicontohkan, pada asalnya shalat kusuf ini sama halnya
dengan shalat – shalat sunnah lainnya, hanya saja ada beberapa tata cara yang
berbeda.
Untuk memudahkan dalam memahami, tatacara pelaksanaan shalat
gerhana akan dijelaskan dalam bentuk urutan sebagai berikut :
1. Niat.
2. Takbiratul ihram
3. Membaca doa iftitah. Doa iftitah yang dibaca bebas, bisa memilih yang pendek,
pertengahan maupun yang panjang asalkan didasarkan pada riwayat yang
shahih. Doa Iftitah dibaca pelan.
4. Membaca Ta’awudz. Ta’awudz
juga dibaca dengan pelan
5. Membaca Surat Al – Fatihah. Surat Al – Fatihah dibaca dengan keras
6. Membaca surat. Jika mampu membaca surat Al – Baqoroh atau
surat lain yang panjangnya kira-kira sama. Jika tidak mampu surat Al-Baqoroh,
maka bebas memilih surat yang lain, baik yang panjang maupun yang pendek.
7. Ruku’. Ruku’ dilakukan dengan lama.
8. I’tidal. Pada saat ini, bacaan Tasmid" سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ"ربناولك لحمدُ Dilafalkan.
9. Membaca Al-Fatihah kedua.
Selesai membaca Tasmi’ tangan disedekapkan lagi lalu membaca Al-Fatihah
untuk yang kedua kali. Inilah yang membedakan dengan Shalat-Shalat biasa. Jika
pada Shalat biasa setelah I’tidal langsung Sujud, maka pada Shalat gerhana
setelah I’tidal berdiri lagi untuk membaca.
10. Membaca surat. Jika mampu membaca surat Ali Imran atau surat lain yang panjangnya
kira-kira sama. Jika tidak mampu surat Ali Imran, maka bebas memilih surat yang
lain baik yang panjang maupun yang pendek.
11. Ruku’. Ruku’ dilakukan dengan lama, tetapi lebih pendek sedikit daripada
Rukuk yang pertama. Bacaan Tasbih saat Rukuk bebas asalkan didasarkan pada
riwayat yang shahih.
12. I’tidal. Pada saat ini, bacaan Tasmi’ "سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ"ربناولك لحمدُ" Dilafalkan.
13. Sujud. Setelah
I’tidal dan membaca Tasmi’ . Sujud juga diusahakan lama. Sujud dilakukan dua
kali yang disela-selai duduk diantara dua Sujud sebagaimana Shalat biasa.
14.
Berdiri dari Sujud untuk
melakukan Rokaat yang kedua. Pada Rokaat yang kedua ini yang dilakukan sama persis dengan Rokaat
yang pertama, hanya saja durasi waktunya lebih pendek. Al-Fatihah dan
surat dibaca, lalu Rukuk, lalu I’tidal lalu membaca surat lalu Rukuk,
lalu I’tidal. Sebagaimana dalam Rokaat pertama dilakukan dua kali berdiri dan
dua kali Rukuk, maka pada Rokaat yang kedua ini juga dilakukan dua kali berdiri
dan dua kali Rukuk.
15. Sujud. Setelah
I’tidal, maka gerakan dilanjutkan dengan Sujud dua kali yang disela-selai duduk
diantara dua Sujud. Sujud pada Rokaat yang kedua ini juga lama, tetapi lebih
pendek daripada Sujud pada Rokaat pertama.
16.
Salam
Di bawah ini dalil – dalil yang
berkaitan dengan tatacara shalat gerhana :
1.
Shalat kusuf itu dua raka’at dengan empat ruku’ dan empat sujud,
sebagaimana sabdanya:
عَنْ
عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ: "خَسَفَتْ الشَّمْسُ
فِي حَيَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَقَامَ وَكَبَّرَ وَصَفَّ النَّاسُ وَرَاءَهُ فَاقْتَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًاهُوَاَدْنىَ
مِنَ الْقِرَاءَةِ الأُوْلَى, ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ
سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ قَامَ فَاقْتَرَأَ
قِرَاءَةً طَوِيلَةً هِيَ أَدْنَى مِنْ الْقِرَاءَةِ الْأُولَى ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ
رُكُوعًا طَوِيلًا هُوَ أَدْنَى مِنْ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ قَالَ سَمِعَ اللَّهُ
لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ سَجَدَ, ثُمَّ فَعَلَ فِي الرَّكْعَةِ
الْأُخْرَى مِثْلَ ذَلِكَ حَتَّى اسْتَكْمَلَ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ
وَانْجَلَتْ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَنْصَرِفَ ثُمَّ قَامَ فَخَطَبَ النَّاسَ فَأَثْنَى
عَلَى اللَّهِ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ ثُمَّ قَالَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ
مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ, فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا
فَافْزَعُوااِلَى الصَّلَاةِ".( متفق عليه )
“Dari Aisyah
istri Rasulullah
SAW
telah berkata : pernah
kejadian gerhana matahari diwaktu Rasulullah
masih hidup, maka Rasulullah
SAW, pergi
ke masjid lalu berdiri dan takbir, dan
orang-orang pun berbaris dibelakangnya, lalu
ia baca yang panjang, kemudian ia
takbir sambil ruku’ satu ruku’ yang
panjang, kemudian ia
angkat kepalanya sambil berkata: SAMI’ALLAHU
LIMAN HAMIDAH RABBANAAWALAKALHAMDU kemudian ia berdiri, terus
baca bacaan yang panjang, tetapi kurang dari bacaan yang pertama kemudian ia
takbir sambil ruku’ yang panjang tetapi
kurang daripada ruku’ yang pertama kemudian ia angkat tangannya sambil berkata : SAMI’ALLAHU
LIMAN HAMIDAH RABBANAALAKALHAMDU, kemudian
ia sujud kemudian ia
berbuat di rakaat yang kedua sama demikian, hingga
sempurna ia kerjakan empat ruku’ dan empat sujud dan gerhana pun selesai
sebelum ia selesai(dari shalat itu), kemudian ia berdiri berkhutbah memuji-muji
allah swt dengan sepantasnya dan ia
berkata: ”bahwasanya
matahari dan bulan itu dua tanda dari tanda – tanda
kekuasaan Allah, gerhana
matahari dan bulan terjadi bukan karena matinya seseorang dan bukan karena
hidupnya seseorang, kalau kamu
lihat gerhana itu, hendaklah kamu
segera kerjakan shalat (gerhana).” (H.R Bukhari Muslim)[7]
2.
Di dalam shalat kusuf bacaannya wajib dinyaringkan.
Sabda Rasulullah SAW:
عَائِشَةَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا:جَهَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي صَلَاةِ
الْخُسُوفِ بِقِرَاءَتِهِ {رواه مسلم}
“Telah berkata Aisyah : bahwasanya
Nabi SAW
telah nyaringkan suara bacaan(Qur’an) di
shalat gerhana.” (H.R Bukhori)[8]
3.
Disunnahkan dengan panggilan ”Asshalatu
jaamiah” artinya berkumpul untuk shalat, shalat kusuf tidak pakai adzan dan
iqamah.
Sabda Rasulullah SAW:
عَنْ عَائِشَةَ:أَنَّ
الشَّمْسَ خَسَفَتْ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَعَثَ مُنَادِيًا الصَّلَاةُ جَامِعَةٌ
فَاجْتَمَعُوا وَتَقَدَّمَ فَكَبَّرَ وَصَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فِي رَكْعَتَيْنِ
وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ {متفق عليه}
“Telah berkata Aisyah: telah
terjadi gerhana matahari di zaman Rasulullah SAW, lalu Nabi kirim penyeru
dengan “ASSALATUH JAAMIAH”(berkumpul untuk shalat) lalu ia berdiri shalat dua
raka’at dengan empat ruku’ dan empat sujud.”
2.3.
Hal – hal yang disunnahkan ketika terjadi gerhana
1. Pada
saat terjadi gerhana Rasulullah
menganjurkan untuk memerdekakan hamba.
sebagaimana sabdah Nabi SAW :
أَسْمَاءَ قَالَتْ:لَقَدْ أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِالْعَتَاقَةِ فِي كُسُوفِ الشَّمْسِ .
(روا ه البخارى)
“Telah
Asma’ berkata: sesungguhnya Rasulullah SAW,
telah menyuruh(orang-orang) memerdekakan (hamba-hamba) pada gerhana matahari.” (H.R
Bukhari)[10]
2. Dianjurkan untuk berdzikir, berdo’a dan
minta ampun.
Sabda Nabi SAW:
فَإِذَا رَأَيْتُمْ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَافْزَعُوا إِلَى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ
وَاسْتِغْفَارِهِ. (روا ه البخارى)
“Maka apabila kamu lihat
sesuatu dari(gerhana) itu, maka hendaklah kamu bersegera mengingatnya(Allah)
dan berdo’a kepadanya dan minta ampun
kepadanya”. (H.R Bukhari)[11]
3. Dianjurkan untuk bertakbir dan bersedekah,
Sabda Nabi SAW:
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ
اللَّهِ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
. (روا ه البخارى)
“Bahwasanya matahari dan bulan itu dua
tanda dari tanda-tanda (kekuasaan) Allah, tidak terjadi gerhana kerena matinya
seseorang atau hidupnya seseorang,pabila kamu melihat keduanya maka berdo’alah
kepada Allah dan bertakbirlah dan shalatlah dan bersedekahlah”. (H.R Bukhari)[12]
Bab III
Hukum Dan Tempat Shalat Kusuf
3.1.
Dalil – Dalil Yang Berkaitan Dengan Shalat
Kusuf
وَمِنْ آَيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا
تَسْجُدُوالِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ
كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ. [الفصلت: 37]
“ Dan sebagian dari tanda-tanda kebesaranNya ialah malam, siang,
matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan jangan (pula) kepada
bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakanNya.” [ Al-Fussilat: 37]
عن الْمُغِيرَةَ بْنَ شُعْبَةَ يَقُولُ انْكَسَفَتْ الشَّمْسُ يَوْمَ مَاتَ إِبْرَاهِيمُ فَقَالَ النَّاسُ انْكَسَفَتْ لِمَوْتِ إِبْرَاهِيمَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى يَنْجَلِيَ . (روا ه البخارى)
“Dari Al-Mughiroh Bin Syu’bah beliau berkata: Matahari mengalami gerhana di hari wafatnya Ibrahim (Putra Rasulullah SAW). Maka orang-orang berkata: Dia (matahari) mengalami gerhana karena kematian Ibrahim. Maka Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua ayat di antara ayat-ayat Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian atau hidupnya seseorang. Jika kalian melihatnya, maka berdoalah, dan Shalatlah sampai terang (normal) kembali”
عَنْ
طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ:أَنَّ أَعْرَابِيًّا جَاءَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَائِرَ الرَّأْسِ
فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنِي مَاذَا فَرَضَ اللَّهُ عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ
فَقَالَ: {الصَّلَوَاتِ
الْخَمْسَ إِلَّا أَنْ تَطَّوَّعَ شَيْئًا}
{رواه مسلم}
“Dari
Thalhah bin Ubaidillah: bahwasanya telah datang orang arab gunung yang
beruban kepada Rasulullah SAW maka bertanya wahai Rasulullah kabarkanlah
kepadaku apa – apa saja yang di wajibkan Allah SWT terhadapku dari shalat, maka
beliau menjawab: shalat yang lima kecuali engkau tambahkan dengan yang lain.”
(H.R Muslim) [14]
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَصَلُّوا وَادْعُوا حَتَّى يُكْشَفَ
مَا بِكُمْ
{رواه مسلم}
“Bahwasanya
gerhana matahari dan bulan tidak terjadi
karena matinya seseorang maka apabila kamu melihat keduanya maka shalatlah dan
berdo’alah sehingga telah luput dari kalian (gerhana).” (H.R. Muslim)[15]
3.2.
Istimbath Hukum
1. Hukum shalat
kusuf
Dari
ayat diatas menjelaskan bahwa kita diperintah bersujud kepada Allah apabila
melihat tanda-tanda kuasanya, dalam ayat diatas menunjukan wajib sujud dari
lafadz : وَاسْجُدُوا sujud disini diartikan
menyembah, pada asalnya perintah itu wajib, maka kita wajib beriman kepada yang
menciptakanNya yaitu Allah SWT.
Di dalam
hadis terdapat Lafadz
“رَأَيْتُمُوهُمَا فَإِذَا” (Jika kalian
melihatnya maka shalatlah)
lafadz
tersebut menunjukkan
awal waktu,
karena pada saat terjadi gerhana baru Shalat disyariatkan, sementara
lafadz “يَنْجَلِيَ حَتَّى” sampai terang
(normal) kembali menunjukkan akhir waktu karena diawali Harf ‘hatta” yang
menunjukkan batas tujuan akhir.
dari hadist di atas, terdapat
perintah dari Nabi SAW dalam bentuk kalimat “"وَصَلُّوا , yang pada hakikatnya, asal dari segala macam perintah itu
adalah wajib dikerjakan. Dalam kaidah ushul fiqh dinyatakan “الأصل فى الأمر للوجوب”.[16]
Jadi
hukum asal dari shalat kusuf adalah wajib. Kemudian hukum tersebut dapat
dirubah jika ada dalil yang merubahnya sehingga turun statusnya menjadi sunnah. Seperti keterangan dari hadits Nabi SAW yang menjadi
penjelas sekaligus pembatas tentang perintah shalat diatas berdasarkan
hadits orang arab gunung yakni :
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنِي
مَاذَا فَرَضَ اللَّهُ عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ فَقَالَ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسَ إِلَّا أَنْ تَطَّوَّعَ شَيْئًا[17]
“Wahai Rasulullah
kabarkanlah kepadaku apa – apa yang Allah wajibkan atasku dari shalat, maka
menjawab: Shalat yang lima kecuali engkau tambahkan dengan yang lain.”(HR.
Muslim)
Jadi, dari keterangan diatas jelaslah bahwa
shalat yang waji itu lima maka shalat kusuf turun statusnya menjadi sunnah,
karena perintah yang asalnya wajib berubah menjadi sunnah jika ada yang
memalingkannya, perintah wajib pada lafadz diatas dipalngkan oleh hadits orang
arab gunung.
2. Tempat
shalat kusuf
Shalat gerhana pada umumnya sama halnya dengan
shalat – shalat sunnah lain, pada asalnya shalat sunnah lebih baik dikerjakan
dirumah sebagaimana Sabda Nabi SAW:
أَفْضَلَ صَلَاةِ الْمَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلَّا الصَّلَاةَ الْمَكْتُوبَةَ . (روا ه البخارى)
“Sebaik-baik
shalat (sunnah) seseorang ialah dirumahnya, kecuali shalat fardhu”.
(H.R Bukhari)[18]
Hadits ini menjelaskan bahwa shalat sunnah lebih baik
dikerjakan di rumah, begitu juga dengan shalat kusuf atau gerhana ini maka ia
lebih baik dikerjakan di rumah, adapun Nabi SAW yang pernah mencontohkan shalat
kusuf dikerjakan di masjid tidak bisa dijadikan hujjah bahwa shalat kusuf itu
harus dilakukan di masjid, karena tempat shalat tidk menjadi unsure dalam
pelaksanaan shalat jika dilihat dari segi definisi shalat maka sangat jelas
bahwa tempat shalat tidak masuk dalam rukun atau kaifiyah shalat, sebagaimana
yang diperintahkan Nabi SAW :
“Shalatlah
kamu sebagaimana kamu melihat(mengetahui) aku shalat”. {HR. Bukhari}
Kata” صلى”
dalam
hadist di atas jika kita tarik kepada definisi
“صلى”
secara ma’nawi
ialah
ibadah yang didalamnya terdapat perkataan dan perbuatan yang diawali dengan
takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam[20].
Dalam
definisi di atas hanya mencakup tentang
kaifiyah shalat Nabi SAW saja, yang menjadi wajib untuk kita ikuti sesuai
dengan kaifiyah shalat Nabi SAW. Tidak
ada unsur yang menyangkut
– pautkan dengan tempat shalat di
dalam definisi tersebut.
Maka cukuplah hadits ini sebagai pembatas
bahwa tempat shalat itu tidak termasuk
dalam kaifiyah shalat yang diajarkan Nabi SAW, selain itu tidak ada hadits atau
keterangan secara khusus yang memerintahkan bahwa shalat kusuf atau gerhana
harus dikerjakan dimasjid.
Bab IV
Penutup
4.1.
kesimpulan
Maka dapat kita ambil
kesimpulan bahwa :
1. Shalat gerhana itu, dua raka’at
dengan empat ruku’ dan empat sujud.
2. Shalat gerhana itu tidak pakai
adzan dan iqamah, tetapi dipanggil dengan panggilan : Ash-Shalatu jami’ah
maksudnya berkumpul untuk shalat.
3. Bacaan yang pertama diraka’at
pertama lebih panjang dari pada baca’an yang kedua,begitu juga ruku’nya,
ruku’nya lebih pendek dari pada baca’an.
4. Gerhana terjadi bukan karena
mati atau hidupnya seseorang, tetapi
karena salah
satu dari tanda-tanda
kekuasan Allah.
5. Apabila terjadi gerhana
matahari atau bulan, disunnahkan atau dianjurkan untuk melakukan shalat dan berdo’a kepada Allah,
bersedekah, takbir, minta ampun dan berdzikir kepada Allah dan memerdekakan
hamba atau budak.
6. Hukum shalat gerhana sunnah.
7. Hukum shalat gerhana di luar
masjid mubah.
Kritik Dan Saran
1. ............................
2. ............................
3. ............................
No comments:
Post a Comment