![]() |
Ahmad Fathullah, M.Pd |
Hari-hari besar dalam Islam bukan hanya soal ritualitas, tetapi momentum untuk memperkuat nilai-nilai spiritual dan sosial. Idul Adha adalah salah satunya. Ia datang setiap 10 Dzulhijjah, membawa pesan universal yang telah diwariskan ribuan tahun silam: bahwa cinta dan ketundukan kepada Allah memerlukan pengorbanan, dan dari pengorbanan itulah lahir kepedulian sosial yang nyata.
Ibadah qurban — menyembelih hewan ternak sebagai bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah — menjadi pusat dari peringatan Idul Adha. Namun lebih dari itu, qurban mengajarkan kita tentang jiwa yang rela memberi, tangan yang ringan berbagi, dan hati yang lembut pada penderitaan sesama.
Qurban dan Keteladanan Profetik
Kisah Nabi Ibrahim AS dan putranya Nabi Ismail AS bukan hanya sejarah, melainkan teladan moral yang abadi. Ketika Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk mengorbankan anak yang sangat ia cintai, Ismail, ia tidak ragu. Bahkan Ismail sendiri menyambutnya dengan kepasrahan yang luar biasa:
قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ“Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”(QS. Ash-Shaffat: 102)
Kepatuhan dua insan ini kepada perintah Allah menjadi simbol dari ketauhidan yang utuh. Namun Allah tidak menginginkan darah Ismail, melainkan ketaatan. Maka digantilah dengan seekor sembelihan yang besar:
وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ“Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”(QS. Ash-Shaffat: 107)
Qurban hari ini bukan lagi menyembelih anak, tetapi menyembelih ego, keserakahan, dan kedurhakaan. Ia menjadi simbol keikhlasan dan cinta kepada Tuhan di atas cinta dunia.
Hukum dan Tujuan Qurban
Qurban adalah ibadah yang dianjurkan bagi umat Islam yang mampu. Rasulullah SAW bersabda:
مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ“Tidak ada amal anak Adam yang lebih dicintai Allah pada hari Nahr (Idul Adha) daripada menyembelih hewan qurban.”(HR. Tirmidzi)
Mayoritas ulama sepakat bahwa qurban adalah sunnah muakkadah, yakni sangat dianjurkan, sementara sebagian seperti Imam Abu Hanifah memandangnya wajib bagi yang mampu.
Tujuan utama qurban bukanlah pada darah dan dagingnya, tetapi pada nilai takwa yang dikandungnya:
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنْكُمْ“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kalian.”(QS. Al-Hajj: 37)
Qurban dan Masyarakat yang Saling Menopang
Dimensi sosial qurban amat kuat. Daging qurban tidak hanya untuk orang yang menyembelih, tapi juga disebar kepada fakir miskin dan orang-orang yang kekurangan. Ia menjadi medium solidaritas, pemerataan gizi, dan menghidupkan kembali nilai kebersamaan dalam masyarakat.
Di desa-desa, daging qurban mungkin satu-satunya daging yang bisa dinikmati dalam setahun. Di kota, qurban mengingatkan kaum berada bahwa masih banyak saudara yang belum berkecukupan. Inilah wajah Islam yang penuh rahmat dan empati.
Qurban juga membangun budaya kolektif. Panitia, penyembelih, pengantar daging, hingga penerima qurban — semua terlibat dalam satu kerja sosial yang menyatukan hati dan semangat gotong royong.
Qurban di Era Modern: Digitalisasi dan Jejaring Sosial
Kini, qurban tidak harus dilakukan secara manual. Banyak lembaga menfasilitasi qurban daring (online) — di mana seseorang cukup mentransfer dana, lalu hewan disembelih atas namanya dan didistribusikan ke wilayah yang membutuhkan. Bahkan banyak qurban didistribusikan ke pelosok, daerah bencana, dan wilayah rawan pangan.
Qurban juga menjadi ajang edukasi nilai-nilai sosial kepada anak-anak dan generasi muda. Mereka belajar bahwa agama bukan hanya soal hubungan vertikal kepada Tuhan, tapi juga horizontal kepada sesama.
Spirit Qurban: Melebihi Ritual Tahunan
Lebih jauh, qurban seharusnya menjadi identitas muslim dalam keseharian. Berqurban bukan hanya saat Idul Adha, tetapi setiap kali kita rela memberi, membantu, atau berkorban demi kemaslahatan bersama.
Qurban bisa berupa tenaga, waktu, keahlian, dan perhatian. Ketika seorang guru dengan sabar mendidik anak-anak yatim, itu qurban. Ketika seorang pemuda membantu tetangganya yang kesusahan tanpa mengharap imbalan, itu pun qurban.
Qurban adalah semangat hidup: menjadikan diri bermanfaat bagi orang lain. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.”(HR. Ahmad)
Penutup
Qurban adalah ibadah yang menyatukan langit dan bumi — pengabdian kepada Allah dan pengorbanan untuk sesama. Dalam ritualnya, ia menyembelih hewan. Dalam maknanya, ia menyembelih keserakahan dan ketidakpedulian.
Mari kita hidupkan semangat qurban sepanjang tahun. Jadikan diri kita lebih peduli, lebih ringan memberi, dan lebih berani berkorban demi keberkahan bersama.
Daftar Pustaka
-
Al-Qur’an al-Karim
-
HR. Tirmidzi, HR. Ahmad
-
Sayyid Sabiq. Fiqh Sunnah. Dar al-Fikr, 2000
-
Quraish Shihab. Tafsir al-Mishbah. Lentera Hati, 2002
-
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya, 2005
-
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. Tuntunan Idul Adha dan Qurban, 2020
-
Yusuf al-Qaradawi. Fiqh Daulah Islamiyyah. Dar as-Syuruq, 1997
-
BAZNAS. Panduan Praktis Qurban, 2022
No comments:
Post a Comment