6/30/25

Mewujudkan Keadilan Pendidikan sebagai Pilar Transformasi Pembangunan Indonesia

Oleh: Ahmad Fathullah 

PENDAHULUAN 
Pendidikan adalah hak dasar warga negara yang dijamin oleh konstitusi Indonesia. Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.” Namun demikian, realitas di lapangan masih menunjukkan kesenjangan yang signifikan dalam hal akses, mutu, dan hasil pendidikan. Kesenjangan ini, jika tidak diatasi secara sistematis, akan memperlemah fondasi pembangunan Indonesia menuju negara maju pada 2045[^1].

Ketimpangan Pendidikan di Indonesia

Tantangan utama dalam pendidikan Indonesia adalah ketimpangan antarwilayah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2023), angka partisipasi kasar pendidikan menengah di daerah terpencil masih berada di bawah 70%, jauh dibandingkan dengan wilayah perkotaan[^2]. Selain itu, persebaran guru, ketersediaan fasilitas, dan infrastruktur digital belum merata. Anak-anak di Papua, NTT, dan sebagian Kalimantan masih menghadapi keterbatasan akses terhadap sekolah, listrik, dan jaringan internet[^3].

Ketimpangan ini juga berdampak pada mutu hasil belajar. Survei PISA 2022 menunjukkan bahwa kemampuan literasi siswa Indonesia masih berada di bawah rata-rata negara-negara OECD, dengan skor yang stagnan selama satu dekade terakhir[^4]. Hal ini memperkuat argumentasi bahwa ketidakadilan dalam pendidikan akan menciptakan ketidaksetaraan sosial yang semakin dalam.

Keadilan Pendidikan sebagai Mobilitas Sosial

Konsep keadilan pendidikan bukan sekadar memberi akses yang sama, tetapi menyediakan sistem yang mampu menjangkau kebutuhan berbeda dari setiap peserta didik. Michael Walzer (1983) dalam Spheres of Justice menekankan pentingnya pendekatan kontekstual dalam distribusi keadilan[^5]. Dalam konteks pendidikan, ini berarti adanya kebijakan afirmatif yang mendukung kelompok marginal seperti anak dari keluarga miskin, anak dengan disabilitas, dan anak di wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal)[^6].

Pendidikan yang adil menjadi prasyarat mobilitas sosial. Tilaar (2009) menyebut pendidikan sebagai “alat pembebasan” yang mampu mengangkat seseorang dari lingkaran kemiskinan struktural[^7]. Negara-negara seperti Finlandia menunjukkan bahwa pendidikan yang merata secara kualitas mampu menjadi motor utama pembangunan manusia dan ekonomi[^8].

Strategi Kebijakan untuk Mewujudkan Keadilan

Untuk menciptakan keadilan dalam pendidikan, setidaknya terdapat empat arah kebijakan utama:

1. Penguatan Desentralisasi Pendidikan
Pemerintah daerah harus diberdayakan dengan kapasitas kelembagaan dan pembiayaan yang memadai untuk merancang kebijakan berbasis lokal. Namun, pengawasan dan akuntabilitas juga harus ditingkatkan agar kebijakan tidak bersifat diskriminatif atau koruptif[^9].

2. Pemerataan dan Peningkatan Kualitas Guru
Penempatan guru di daerah 3T harus berbasis insentif dan motivasi non-material. Program Guru Penggerak dan pendidikan profesi guru perlu dikembangkan agar kompetensi guru meningkat secara berkelanjutan[^10].

3. Reformasi Sistem Pembiayaan Pendidikan
Alokasi 20% anggaran pendidikan dari APBN/APBD harus dikelola secara transparan dan diarahkan untuk program-program yang berbasis keadilan sosial, seperti BOS afirmasi, digitalisasi sekolah, dan beasiswa pendidikan tinggi[^11].

4. Kolaborasi dengan Masyarakat Sipil dan Swasta
Organisasi keagamaan, LSM, dan sektor swasta perlu dilibatkan dalam menyediakan pendidikan alternatif. Contohnya adalah kontribusi Muhammadiyah, yang telah lama berperan dalam penyediaan pendidikan bagi kelompok marginal[^12].

Penutup

Keadilan pendidikan harus menjadi jantung dari setiap strategi pembangunan nasional. Tanpa pendidikan yang adil dan merata, pembangunan akan timpang dan tidak berkelanjutan. Indonesia harus belajar dari negara-negara maju yang menjadikan pendidikan sebagai prioritas utama. Untuk itu, pemerintah, masyarakat, dan semua pemangku kepentingan harus menjadikan keadilan pendidikan sebagai gerakan nasional, bukan sekadar program sektoral. Hanya dengan cara itulah Indonesia dapat melangkah menuju masa depan yang berkeadilan, berpengetahuan, dan bermartabat.

---

Catatan Kaki

[^1]: UUD 1945 Pasal 31 ayat (1). [^2]: Badan Pusat Statistik. (2023). Statistik Pendidikan Indonesia 2023.
[^3]: Kemendikbudristek. (2023). Rapor Pendidikan.
[^4]: OECD. (2023). PISA 2022 Results.
[^5]: Walzer, M. (1983). Spheres of Justice.
[^6]: Zakaria, Y. (2022). Kebijakan Afirmasi.
[^7]: Tilaar, H. A. R. (2009). Membenahi Pendidikan Nasional.
[^8]: World Bank. (2020). Reducing Learning Inequality.
[^9]: Suryadi, A. (2018). Keadilan Sosial dan Pendidikan.
[^10]: Suyanto, S. (2017). Reformasi Pendidikan di Era Global.
[^11]: UNESCO. (2021). Education for Sustainable Development.
[^12]: Dokumentasi Pendidikan Muhammadiyah.

---

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik. (2023). Statistik Pendidikan Indonesia 2023. Jakarta: BPS.

Kemendikbudristek. (2023). Rapor Pendidikan Indonesia. Jakarta: Kemdikbudristek.

OECD. (2023). PISA 2022 Results. Paris: Organisation for Economic Co-operation and Development.

Suryadi, A. (2018). Pendidikan dan Keadilan Sosial di Indonesia. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 23(3), 227–239.

Suyanto, S. (2017). Reformasi Pendidikan di Era Global. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tilaar, H. A. R. (2009). Membenahi Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.

UNESCO. (2021). Education for Sustainable Development: A Roadmap. Paris: UNESCO.

Walzer, M. (1983). Spheres of Justice: A Defense of Pluralism and Equality. New York: Basic Books.

World Bank. (2020). Indonesia Education Policy Brief: Reducing Learning Inequality. Washington, D.C.: The World Bank.

Zakaria, Y. (2022). Kebijakan Pendidikan Afirmasi dan Pemerataan Akses di Daerah 3T. Jurnal Kebijakan Publik, 16(1), 65–78.

No comments:

About

Ahmad Fathullah, M.Pd
No.Hp : wa.me/6282143358433 (SMS/WA)
Alamat : Jl. Bulak Sari 1/59 Surabaya
Email : ad.fathullah@gmail.com
Fb : ahmad.fathullah.10
IG : a.fathullah94